Jumat, 28 Mei 2010

Hikayat Nur Muhammad

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sastra merupakan suatu hal yang sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa kedudukan sastra pada kehidupan sehari-hari secara tidak langsung berkaitan dengan masyarakat. Sastra merupakan hasil karya seseorang berupa imajinasi dan kreativitas maupun berdasarkan fakta yang dibuat untuk menyampaikan sesuatu. Selain itu, sastra adalah bahasa (kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari) (KBBI, 2005: 1002). Dengan kata lain, bahasa dan sastra memiliki keterikatan yang tidak dapat dilepaskan, sebab bahasa dapat dijadikan sebagai medium dalam menyampaikan maksud dari sastra tersebut.
Dalam buku Membaca Sastra , sebagaimana dikatakan oleh Daices bahwa ia mengacu pada Aristoteles yang melihat sastra sebagai suatu karya yang “menyampaikan satu jenis pengetahuan yang tidak dapat disampaikan dengan cara yang lain”, yakni suatu cara yang memberikan kenikmatan yang unik dan pengetahuan yang memperkaya wawasan pembacanya . Sastra yang terlah diciptakan disebut karya sastra. Karya sastra terdiri dari tiga genre, yakni drama, puisi, dan prosa. Karya sastra tidak diciptakan dalam sesuatu yang hampa, melainkan dalam suatu konteks budaya dan masyarakat tertentu .
Karya sastra terbagi menjadi dua macam, yakni sastra lisan dan tulisan. Sastra lisan berupa folklor yang diciptakan dan diwariskan secara turun menurun secara lisan dan juga tidak dibukukan. Lain halnya dengan sastra tulisan yang muncul setelah manusia mengenal tulisan, sehingga karya yang dibuat dapat diabadikan melalui tulisan atau bahkan dibukukan. Dalam karya sastra tulisan ini biasanya terdapat pengaruh kebudayaan asing, seperti kebudayaan Budha, Hindu, dan Islam.
Pada zaman dahulu, sebelum ada percetakan, karya sastra tulisan hanya berupa naskah (manuskrip) yang ditulis tangan secara langsung oleh pemiliknya. Naskah yang ditulis oleh pengarang tersebut merupakan naskah asli. Naskah tergolong karya sastra lama. Naskah tersebut ada yang berupa hikayat, syair, adat-adat tradisional, surat-surat kerajaan, dan undang-undang. Naskah-naskah yang ada di Indonesia umumnya berbahasa Melayu. Akan tetapi beberapa di antara naskah tersebut menggunakan bahasa Jawa, bahasa Sunda, atau bahasa-bahasa lain yang ada di Indonesia. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, naskah-naskah tersebut diteliti. Penelitian naskah termasuk ke dalam kajian filologi. Naskah tersebut dianggap sebagai sumber primer yang dapat dijadikan sebagai bukti sejarah dalam penelitian, sehingga penelitian naskah tidak pernah lepas dari berbagai disiplin ilmu.
Pada makalah ini, penulis akan meneliti salah satu naskah jamak berbentuk hikayat yang bercerita tentang kenabian, yakni Hikayat Nur Muhammad. Naskah tersebut tergolong dalam naskah keagamaan, karena pengaruh Islam sangat kuat di dalamnya. Perlu diketahui bahwa Hikayat Nur Muhammad terdiri dari tujuh naskah. Naskah ini berkembang sekitar abad XVII—XIX yang menandakan bahwa pada saat itu agama Islam sudah masuk ke Indonesia, sehingga tak menutup kemungkinan bahwa dalam naskah ini terdapat pengaruh Islam.
Dalam makalah ini penulis memilih naskah Hikayat Nur Muhammad yang berkode W 75. Naskah dengan kode tersebut dipilih penulis sebagai objek penelitian karena selain membahas isinya, naskah ini ditransliterasi dengan tujuan untuk melestarikan serta menjaga keutuhan cerita dalam naskah tersebut agar tetap terpelihara. Hal ini dilakukan sebab kondisi naskah yang dapat dikatakan cukup memprihatinkan yang memacu penulis untuk memilih meneliti naskah tersebut.
Pada makalah ini penulis akan mengulas hal-hal apa saja yang terdapat dalam naskah ini, yakni fungsi naskah tersebut sebagai karya sastra dan juga beberapa aspek yang berkaitan dengan Islam. Aspek-aspek yang berkaitan dengan Islam terdiri dari akidah, tasawuf, serta amanat yang terkandung dalam naskah tersebut, sehingga dapat mempengaruhi pembaca. Selain itu, karena Hikayat Nur Muhammad merupakan naskah jamak, penulis juga akan membandingkan naskah tersebut dengan naskah yang berjudul sama, tetapi kode berbeda, yakni ML 96. penulis memilih naskah berkode ML 96 karena setelah dilihat dari isinya, naskah tersebut termasuk varian. Hal ini disebabkan adanya kesamaan cerita, yakni mengenai asal mula Nur Muhammad dan juga nasehat nabi Muhammad kepada anaknya Fatimah mengenai perempuan.
Melalui makalah ini diharapkan dapat diketahui bahwa setiap naskah yang diteliti tentu saja terdapat berbagai hal yang dapat diulas sebagai suatu kajian ilmiah dan menambah wawasan kita. Makalah ini juga diharapkan dapat menjadi suatu pengantar ilmiah untuk memperdalam serta memahami filologi dan juga mengembangkan pengetahuan mengenai karya sastra lama yang bermanfaat samapi sekarang.

1.2 Perumusan Masalah
Naskah yang diinventarisasikan dalam makalah ini terdiri dari tujuh naskah yang memiliki judul sama, yakni Hikayat Nur Muhammad (HNM). Namun, naskah yang akan dibahas isinya dan juga dibandingkan isinya, yakni naskah HNM berkode W 75 dan ML 96. Dalam naskah tersebut terdapat beberapa hal permasalahan yang dibahas dalam makalah ini. Permasalahan tersebut di antaranya:
1. Bagaimana penyajian edisi teks HNM berkode W 75 dan ML 96 sehingga mudah dipahami pembaca?
2. Bagaimana fungsi naskah tersebut sebagai karya sastra?
3. Bagaimana bentuk aspek-aspek agama yang terkandung dalam kedua naskah tersebut?
4. Bagaimana pengaruh agama Islam dalam naskah tersebut?

1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, tujuan makalah ini aalah untuk menjelaskan fungsi naskah tersebut sebagai salah satu bentuk karya sastra, menjelaskan aspek-aspek agama yang ada dalam naskah serta pengaruhnya bagi pembaca. Selain itu, dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai bagaimana pengaruh agama Islam yang terdapat dalam kandungan naskah HNM.



1.4 Metode Penelitian
Naskah ini merupakan naskah lama yang terkait dengan studi filologi. Untuk meneliti naskah tersebut, dalam makalah ini digunakan metode kualitatif, yakni dengan studi kepustakaan serta penelitian lapangan. Studi kepustakaan tersebut terdiri dari beberapa buku sebagai sumber rujukan, kamus ataupun situs internet. Penelitian lapangan dilakukan penulis untuk memperoleh informasi mengenai keberadaan serta keadaan fisik naskah tersebut.

1.5 Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari lima bab. Bab pertama adalah bab pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua merupakan pembahasan mengenai Hikayat Nur Muhammad (HNM). Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai inventarisasi naskah HNM yang mencakup jumlah naskah, kode, dan tempat keberadaannya. Selain itu dijelaskan pula deskripsi fisik semua naskah HNM. Setelah menjelaskan inventarisasi dan deskripsi, dilakukan perbandingan naskah HNM berkode W 75 dengan HNM berkode ML 96 dan juga metode penelitian yang digunakan dalam meneliti naskah tersebut.
Bab ketiga menyajikan edisi teks. Pada bagian ini terdapat ringkasan isi teks HNM dengan kode W 75, pertanggungjawaban transliterasi, transliterasi teks, serta daftar kata-kata yang sukar dipahami.
Bab keempat akan dijelaskan mengenai kategori naskah dan para ahli yang telah membahas naskah HNM. Selain itu, pada bab ini akan dijelaskan mengenai fungsi naskah sebagai karya sastra, aspek-aspek Islam yang ada di dalamnya, dan pengaruh agama Islam pada naskah tersebut.
Bab terakhir adalah bab kelima yang berisi mengenai kesimpulan dari seluruh uraian yang dijelaskan dalam naskah ini.




















BAB 2
HIKAYAT NUR MUHAMMAD

2.1 Inventarisasi Naskah
Hikayat Nur Muhammad terdiri dari tujuh buah naskah dan semuanya terdapat di Jakarta, yakni di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Kode naskah ini ditemukan dalam sembilan katalog, di antaranya:
(1) Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara jilid 4 PNRI
Cs 119, ML 96, ML 378, ML 406, dan W 75
(2) Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat Departemen P&K
ML 96, ML 378 C, ML 388 F, ML 406 B, ML 642 (W.75), ML 643 A (W 76 A), dan ML 644 (Cs 119)
(3) Katalog Naskah-naskah Lama Melayu di Dalam Simpanan Muzeum Pusat I&II
Cs 119, ML 96, ML 378, ML 388 F, ML 406 (A+B), ML 408, dan W 75
(4) Katalog Manuskrip Melayu di Jerman Barat
Schoemann V.47
(5) Catalogus der Maleische Handschriften
Bat Gen. 96, Bat Gen 378 C, Bat Gen 388 F, Bat Gen 406 B, Collective V. d. W. 75, Collective V. d. W. 76 A, dan Collective C. St. 119
(6) Catalogue of Malay and Minangkabau Manuscript
Cod. Or. 1758
(7) Indonesian Manuscripts in Great Britain
MS. Jav. e. 2 dan MS. 37082
(8) Catalogue of Malay, Minangkabau, and South Sumatra Manuscripts in The Netherlands Volume One and Two
Cod. Or. 12.582
9) Malay Manuscript
Cod. Or. 1758 dan Schoemann V. 47

2.2 Deskripsi Naskah
Hikayat Nur Muhammad yang terdapat di PNRI berkode Cs 119, ML 96, ML 378, ML 388, ML 406, W 75, dan W 76. Bahasa yang digunakan dalam naskah ini adalah bahasa Melayu. Naskah ini lengkap karena tidak ada bagian yang hilang dalam cerita. Cerita naskah ini ditemukan dalam suatu kumpulan cerita yang dapat ditemukan pada naskah berkode ML. 378 C dan ML. 388 F. Deskripsi Naskah Hikayat Nur Muhammad berbeda-beda pada tiap kodenya. Berikut ini akan dijelaskan deskripsi naskah berdasarkan kodenya.
1. Cs 119
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 24,3 x 19,2 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna cokelat dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna merah. Sampul naskah tergolong baik karena masih bagus.
Jumlah pelindung naskah ini adalah tiga lembar, yaitu satu lembar pada halaman awal dan dua lembar pada halaman akhir. Ukuran lembar pelindung adalah 24 x 19 cm. Jumlah halaman yang ditulisi adalah 178 halaman. Ukuran halaman pertama dengan halaman lainnya berbeda karena kertas pada halaman kedua hingga seterusnya telah rapuh sehingga bagian kertas tersebut ada yang patah-patah. Ukuran halaman pertama, yakni 23,4 x 14,4 cm, sedangkan ukuran halaman kedua 23,4 x 18,4 cm dan begitu pula seterusnya ukuran halaman tak beraturan. Jumlah baris halaman yang ditulisi, yakni tiga belas baris. Penulisan nomor halaman terletak pada sudut kiri atas kertas. Penomoran ini hanya ditulis untuk penomoran ganjil.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal dan juga memiliki cap kertas yang termasuk ke dalam kelompok Seven Provinces LXXXV. Penamaan cap kertas naskah ini tidak dapat diketahui secara pasti, karena secara spesifik gambarnya tidak tercantum dalam katalog watermark. Berdasarkan informasi yang didapat dari katalog, kertas Eropa merupakan imitasi kertas Belanda yang memiliki kurun waktu 1656—1800 dan watermarks-nya dibuat oleh Perancis sekitar abad ke- 18. Kertas pada naskah ini berwarna coklat dan juga kotor. Kertas tersebut sudah sangat lapuk sehingga mudah patah serta mengeluarkan aroma tak sedap menyerupai aroma jamu. Mungkin aroma itu merupakan sebab dari kelembapan kertas. Kertas-kertas pada naskah ini sudah terlepas dari pangkal penjilidannya, sehingga harus berhati-hati dalam membuka lembaran kertas. Jadi, keadaan kertas naskah ini tidak sama seperti sampulnya.
Tiap halaman ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan naskah yang pada halaman 181 terdapat tulisan latin yang berbunyi “Government-eigendam / b 149 / Hikayat Noer Moehammad” adalah dengan pembolongan kertas yang memiliki jarak 2, 5 cm dari tepi penjilidan dan 2,5 cm dari tulisan penyalin. Adapun ukuran margin pada penulisan naskah ini berbeda-beda tiap halamannya. Misalnya pada halaman pertama margin atas berukuran 5,8 cm, margin bawah berukuran 5,8 cm, margin kiri berukuran 3,6 cm dan margin kanan berukuran 6 cm, sedangkan pada halaman dua margin atas berukuran 5,6 cm, margin bawah berukuran 6 cm, margin kiri berukuran 5,7 cm dan margin kanan berukuran 3,6 cm. Begitu pula dengan halaman berikutnya memiliki ukuran yang berbeda.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini cukup jelas terbaca, berukuran sedang, dan cukup rapi. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam. Dalam naskah ini pun terdapat rubrikasi yang ditulis dengan tinta merah yang menunjukkan kata-kata dalam bahasa Arab, penulisan angka, tokoh, dan peristiwa. Pada naskah ini terdapat catchword yang diletakkan di pojok kiri bawah kertas dan berada pada setiap halaman ganjil. Naskah ini pun juga memiliki kolofon, yakni terdapat pada halaman 177 yang kata terakhirnya tertulis baswun yang diperkirakan merupakan nama penyalin.
Teknik penjilidan naskah ini adalah sistem ikat dengan benang putih. Namun, karena kondisi naskah yang memprihatinkan, tali tersebut terlepas dari beberapa lembaran kertas. Punggung naskah ini tebal dan keras. Penanggalan dan tempat penjilidan tidak ditemukan dalam naskah ini.

2. ML 96
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 20 x 13,4 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna cokelat dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna kuning. Sampul naskah tergolong baik karena masih bagus.
Jumlah pelindung naskah ini adalah satu lembar, yaitu hanya terdapat pada halaman depan. Jumlah halaman yang ditulisi adalah delapan belas halaman. Ukuran halaman rata-rata 20 x 13 cm. Jumlah baris halaman yang ditulisi konsisten, yakni lima belas baris, kecuali pada halaman terakhir dari empat belas baris. Cara penomoran ditulis dengan menggunakan pensil, mungkin dilakukan oleh petugas perpustakaan. Penulisan nomor halaman terletak pada pojok kanan atas kertas dengan memakai huruf latin.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal, tetapi tidak memiliki cap kertas. Kertas pada naskah ini berwarna coklat dan juga kotor. Kertas tersebut agak lapuk sehingga mudah patah. Kondisi naskah ini dapat dikatakan lebih baik daripada naskah Cs 119 dan W 75. Selain itu diketahui bahwa naskah ini berasal dari Aceh.
Tiap halaman ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan dan polanya tidak ditemui dalam naskah ini. Adapun ukuran margin pada penulisan naskah ini berbeda-beda tiap halamannya. Misalnya pada halaman pertama margin atas berukuran 2 cm, margin bawah berukuran 2,5 cm, margin kiri berukuran 2,3 cm dan margin kanan berukuran 2 cm, sedangkan pada halaman dua margin atas berukuran 1,4 cm, margin bawah berukuran 1,2 cm, margin kiri berukuran 1,7 cm dan margin kanan berukuran 2,2 cm. Hal inipun juga terjadi pada halaman berikutnya memiliki ukuran yang berbeda.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini cukup jelas terbaca serta berukuran sedang. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam. Naskah ini tidak memiliki catchword. Selain itu dalam naskah ini tidak ditemukan koreksi, pungtuasi, rubrikasi, dan kolofon.
Teknik penjilidan naskah ini adalah sistem ikat, yakni dengan benang putih. Akan tetapi, terdapat perbaikan dengan selotip di beberapa halaman. Mungkin cara ini dilakukan agar kertas pada naskah tersebut tidak lepas dari penjilidannya. Punggung naskah ini tebal dan keras. Penanggalan dan tempat penjilidan tidak ditemukan dalam naskah ini.


3. ML 378 C
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 20 x 14,4 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna cokelat dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna cokelat. Sampul naskah tergolong baik karena masih bagus.
Jumlah pelindung naskah ini adalah dua lembar, yaitu satu lembar pada halaman awal dan satu lembar pada halaman akhir. Jumlah halaman yang ditulisi adalah 53 halaman. Ukuran Ukuran halaman rata-rata berukuran 20 x 14,5 cm sedangkan ukuran lembar pelindung sama seperti halaman terakhir dalam naskah ini. Jumlah baris halaman yang ditulisi konsisten, yakni lima belas baris. Perlu diketahui bahwa naskah ini merupakan naskah kumpulan yang terdiri dari tiga cerita dan Hikayat Nur Muhammad merupakan cerita kedua yang diawali dari halaman 15—24. Cara penomoran ditulis dengan menggunakan pensil, mungkin dilakukan oleh petugas perpustakaan. Penulisan nomor halaman terletak pada pojok kanan atas kertas yang ditulis dengan menggunakan huruf latin.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal. Meskipun kertas impor, dalam naskah ini tidak ditemukan cap kertas. Kertas pada naskah ini berwarna coklat dan juga kotor. Kertas tersebut sudah lapuk, bertambal, serta berlubang. Lubang-lubang yang ada pada naskah ini kecil-kecil hampir pada semua halaman. Kemungkinan lubang-lubang tersebut disebabkan oleh rayap. Walaupun keadaan kertas tidak baik, penjilidan naskah ini masih sangat baik. Selain itu diketahui bahwa naskah ini berasal dari Tanah Gayo (Aceh) dan diperoleh dari Kapitein Scheepens pada tahun 1902.
Tiap halaman yang ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan tampaknya menggunakan benda tumpul. Adapun ukuran margin pada penulisan naskah ini berbeda-beda tiap halamannya. Misalnya pada halaman pertama margin atas berukuran 3 cm, margin bawah berukuran 2,2 cm, margin kiri berukuran 3 cm dan margin kanan berukuran 1,2 cm, sedangkan pada halaman dua margin atas berukuran 3 cm, margin bawah berukuran 2,9 cm, margin kiri berukuran 1,4 cm dan margin kanan berukuran 3 cm. Hal ini juga terjadi pada halaman berikutnya.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini tebal dan cukup jelas terbaca serta berukuran sedang. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam kecokelatan. Warna tersebut mungkin disebabkan oleh kelapukan kertas naskah ini.
Pada naskah ini terdapat catchword yang diletakkan di pojok kiri bawah kertas dan berada pada setiap halaman ganjil. Dalam naskah ini juga terdapat rubrikasi yang ditulis dengan tinta merah yang menunjukkan peristiwa-peristiwa dalam cerita yang dianggap penting dan juga kata dalam bahasa Arab, misalnya awaluun makhluk, Nur Muhammad, dan berenanglah.
Naskah ini terdiri dari lima kuras. Teknik penjilidan naskah ini adalah diikat dengan benang putih. Punggung naskah ini tebal dan keras. Penanggalan dan tempat penjilidan tidak ditemukan dalam naskah ini.

4. ML 388 F
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 20,1 x 16,2 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna cokelat dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna kuning. Sampul naskah tergolong baik karena masih bagus.
Jumlah pelindung naskah ini adalah tiga lembar, yaitu satu lembar pada halaman awal dan dua lembar pada halaman akhir. Jumlah halaman yang ditulisi adalah 147 halaman. Ukuran halaman rata-rata 20 x 16 cm. Jumlah baris halaman yang ditulisi, yakni lima belas baris. Cara penomoran ditulis dengan menggunakan pensil, mungkin dilakukan oleh petugas perpustakaan. Penulisan nomor halaman terletak pada pojok kanan atas kertas untuk halaman genap dan pojok kiri atas untuk halaman ganjil. Naskah ini merupakan kumpulan dari tujuh cerita dan Hikayat Nur Muhammad merupakan cerita keenam yang ada pada halaman 100—115.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal dan juga memiliki cap kertas, tetapi cap kertas ini tidak dapat terlihat jelas karena tertutup oleh pekatnya tinta tulisan. Kertas pada naskah ini berwarna agak cokelat. Kertas tersebut agak lapuk, mudah patah, bahkan ada yang berlubang. Selain itu, kertas tersebut juga mengeluarkan aroma tak sedap menyerupai aroma jamu. Akan tetapi aroma yang dimunculkan tidak sepekat aroma yang muncul pada naskah berkode Cs 119 dan W 75. ada kemungkinan aroma itu merupakan sebab dari kelembapan kertas. Tiap halaman yang ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan tampaknya dilakukan dengan memakai penggaris, sehingga ukuran margin tiap halaman sama. Selain itu diketahui bahwa naskah ini berasal dari Tanah Gayo (Aceh) dan diperoleh dari Kapitein Scheepens pada tahun 1902.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini tebal dan cukup jelas terbaca serta berukuran kecil serta rapi. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam hitam. Pada naskah ini terdapat catchword yang diletakkan di pojok kiri bawah kertas dan berada pada setiap halaman ganjil. Naskah ini juga memiliki rubrikasi dengan tinta berwarna ungu yang menunjukkan kata-kata dalam bahasa Arab, nama tokoh, dan peristiwa yang dipentingkan, seperti Allah, Ar-rahman, firman Allah, Hasan dan Husain, Nur Muhammad, bernang, dan menjadi sepohon. Tak hanya rubrikasi, iluminasi dan ilustrasi pun terdapat dalam naskah ini. Iluminasi berupa motif batik, sedangkan ilustrasi adalah gambar bunga yang ada pada kolofon. Dalam kolofon tersebut dikatakan bahwa naskah tersebut ditulis pada bulan puasa dan diselesaikan pada pukul dua belas pada tahun 1872.
Naskah ini terdiri dari enam kuras. Teknik penjilidan naskah ini adalah diikat dengan benang putih. Punggung naskah ini tebal dan keras. Penanggalan dan tempat penjilidan tidak ditemukan dalam naskah ini.

5. W 75
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 32 x 21 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna cokelat dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna merah. Sampul naskah tergolong baik karena masih bagus.
Jumlah pelindung naskah ini adalah dua lembar, yaitu satu lembar pada halaman awal dan satu lembar pada halaman akhir. Ukuran lembar pelindung adalah 32 x 22 cm. Jumlah halaman yang ditulisi adalah dua belas halaman. Ukuran halaman pertama dengan halaman lainnya berbeda karena kertas pada halaman kedua hingga seterusnya telah rapuh sehingga bagian kertas tersebut ada yang patah. Ukuran halaman pertama hingga halaman sembilan rata-rata berukuran 32 x 19,7 cm sedangkan ukuran lembar pelindung sama seperti halaman terakhir dalam naskah ini. Jumlah baris halaman yang ditulisi konsisten, yakni tujuh belas baris, kecuali pada halaman terakhir atau halaman sebelas yang terdiri dari tiga baris. Cara penomoran ditulis dengan menggunakan pensil, mungkin dilakukan oleh petugas perpustakaan. Penulisan nomor halaman terletak pada pojok kanan atas kertas. Penomoran ini hanya ditulis untuk penomoran ganjil, yakni 1, 3, 5, 7, 9, dan 11.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal dan juga memiliki cap kertas, yakni Pro Patria Eendragt Maakt Magt yang menggambarkan singa dalam lingkaran. Berdasarkan informasi yang didapat, kertas tersebut merupakan imitasi Belanda yang memiliki kurun waktu antara tahun 1667—1800 dan watermarks-nya dibuat oleh Perancis sekitar abad ke- 18. Kertas pada naskah ini berwarna coklat dan juga kotor. Kertas tersebut sudah lapuk sehingga mudah patah. Selain itu, kertas tersebut juga mengeluarkan aroma tak sedap menyerupai aroma jamu. Mungkin aroma itu merupakan sebab dari kelembapan kertas. Kelembapan tersebut terjadi karena naskah tersebut kurang terawat, misalnya diletakkan di tempat yang kering. Selain itu kertas-kertas pada naskah ini sudah terlepas dari pangkal penjilidannya, sehingga harus berhati-hati dalam membuka lembaran kertas. Jadi, walaupun sampul naskah dalam keadaan baik belum tentu keadaan kertas naskah pun sama seperti sampulnya.
Tiap halaman ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan dan polanya tidak ditemui dalam naskah ini. Adapun ukuran margin pada penulisan naskah ini berbeda-beda tiap halamannya. Misalnya pada halaman pertama margin atas berukuran 4,6 cm, margin bawah berukuran 3,9 cm, margin kiri berukuran 5,4 cm dan margin kanan berukuran 4,7 cm, sedangkan pada halaman dua margin atas berukuran 4,3 cm, margin bawah berukuran 3,7 cm, margin kiri berukuran 5 cm dan margin kanan berukuran 1,2 cm. Begitu pula dengan halaman berikutnya memiliki ukuran yang berbeda.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini tebal dan cukup jelas terbaca serta berukuran sedang. Namun, pada dua halaman terakhir tulisan menjadi besar dan ada kerenggangan dalam penulisannya. Hal ini mungkin disebabkan oleh tangan penyalin yang sudah letih dalam menyalin naskah, sehingga tulisannya tak serapi halaman sebelumnya. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam kecokelatan. Warna tersebut mungkin disebabkan oleh kelapukan kertas naskah ini..
Pada naskah ini terdapat catchword yang diletakkan di pojok kiri bawah kertas dan berada pada setiap halaman ganjil kecuali halaman tiga. Hal ini disebabkan mungkin penyalin lupa mencantumkan catchword pada halaman tersebut. Dalam naskah ini tidak ditemukan koreksi, pungtuasi, rubrikasi, dan kolofon.
Teknik penjilidan naskah ini adalah dilem. Teknik ini kurang efektif karena kertas-kertas yang ditulisi dalam naskah ini mudah terlepas karena penjilidan yang tidak kuat. Punggung naskah ini telah diisolasi. Penanggalan dan tempat penjilidan tidak ditemukan dalam naskah ini.
Berikut ini adalah kutipan isi naskah pada bagian awal dan bagian akhir.
• Awal teks
Bismillahirrahmanirrahim/ Subhanallah walhamdulillahi wa laa ilahaa ilallahu Allahu wallahu akbar walaa haula/ Wa laa kuwata illabillahil’ aliyyiladziim wa bihi nash(ta)’iin ya Allahu illai’aa/ Ini peri tatakala menyatakan hikayat Nur Muhammad Rasul Allah Shallallahu’alaihi/ wasalam.

• Akhir teks
Demikianlah segala/ perempuan yang buat kebaikan pada suaminya berapa/ yag sudah mati dahulu (ke) akhirat seperti Fatimah anak baginda Rasulullah/ Salallahualaihi Wasalam itulah yang tiada akan siksa api neraka. [pada hari]// Pada hari kiamat itulah yang Maha Besar pahalanya/ kepada Allah Subhanah wata’aala illahailallahu/ Muhammad Rasul Allah Shallallahu’alaihi wassalam.

6. ML 406
Naskah Hikayat Nur Muhammad di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) yang berkode ML 406 merupakan naskah yang digabungkan dengan teks Hikayat Nabi Bercukur. Naskah kode ini oleh PNRI digabungkan dalam sebuah penjilidan dengan naskah ML 404 yang berjudul Jimat, ML 405 yang berjudul Hikayat Nabi Bercukur, dan ML 407 yang berjudul Sembahyang. Keempat naskah ini digabung menjadi satu. Bahan sampul dari empat naskah yang digabungkan ini merupakan karton yang dilapisi kertas bercorak marmer berwarna cokelat. Ukuran sampul pada naskah ini adalah 20x 16,8 cm dengan bagian rusuk setebal 3 cm dan memiliki tiga pasang pengikat di masing-masing sisi. Perlu diketahui bahwa pengikat tersebut berwarna hijau tua. Ukuran pengikat di sisi sebelah kiri sampul memiliki ukuran yang lebih pendek daripada sisi lainnya.
Pada setiap naskah yang digabungkan ini dilindungi dengan kertas HVS berwarna putih yang berguna untuk memisahkan antara satu naskah dengan naskah lain dan juga untuk melindungi masing-masing naskah.
Naskah ini memiliki tanda pada kertas berupa garis-garis tipis vertikal yang ukuran rata-ratanya adalah 8,6 cm × 9,2 cm × 8,6 cm × 9 cm. Margin pada naskah ini sulit untuk ditentukan karena kondisi kertas dan tulisan yang kurang rapi. Jumlah halaman yang ditulisi dalam naskah ini adalah tiga puluh empat halaman dan ditulis dengan tinta hitam, sedangkan jumlah halaman pelindung naskah ini terdiri dari tiga halaman, yakni satu halaman di bagian depan dan dua halaman di bagian belakang. Jarak antarbaris tulisan dalam naskah yang kondisinya cukup memprihatinkan ini kurang dapat ditentukan secara jelas, tetapi dapat diperkirakan jarak antarbaris rata-rata kurang dari 0,5 cm.
Pada naskah ini tidak terdapat pola penggarisan. Tulisan dalam naskah ini memakai aksara Jawi yang terlalu rapat penulisannya, meskipun cukup rapi dan masih dapat dibaca. Warna kertas pada naskah yang hanya memiliki satu kuras di antara halaman 15 dan 16 dengan empat jahitan ini telah berubah menjadi kuning kecokelatan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh usia naskah yang cukup tua dan perawatan yang kurang memadai, sehingga mempengaruhi kondisi kertas tersebut, yakni banyak yang robek dan berlubang di bagian tengah kertas serta keropos di bagian pinggirnya. Beberapa halaman dalam naskah ini memiliki aroma yang kurang sedap, yaitu pada halaman 1, 2, 3, 30, 31, 32, 33, dan 34. Di samping itu, beberapa halaman pun telah terlepas dari jahitan. Selain itu dalam naskah ini terdapat catchword yang sepertinya ditulis oleh petugas PNRI dengan tinta berwarna biru. Dalam naskah ini juga ditemukan coretan, yakni pada halaman 15, 16, 20, dan 30. Perlu diketahui bahwa naskah ini tidak memiliki kolofon ataupun rubrikasi.

7. W 76
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 31,5 x 19,4 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna merah dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna cokelat. Keadaan sampul naskah kurang baik karena agak terpisah dengan punggung naskah.
Jumlah pelindung naskah ini adalah empat lembar, yaitu dua lembar pada halaman awal dan dua lembar pada halaman akhir. Ukuran lembar pelindung adalah 31,2 x 19,4 cm. Jumlah halaman yang ditulisi adalah 160 halaman. Ukuran halaman rata-rata adalah 31 x 19,4 cm. Jumlah baris halaman yang ditulisi adalah sembilan belas baris. Cara penomoran ditulis dengan menggunakan pensil, mungkin dilakukan oleh petugas perpustakaan. Penulisan nomor halaman ganjil terletak pada pojok kanan atas kertas, sedangkan penulisan nomor genap pada pojok kiri atas kertas, dan penulisan nomor ini menggunakan huruf latin.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal dan juga memiliki cap kertas, yakni Concordia Resparval Crescunt. Berdasarkan informasi yang didapat, kertas tersebut merupakan imitasi Belanda yang memiliki kurun waktu antara tahun 1656—1800 dan watermarks-nya dibuat oleh Perancis sekitar abad ke- 18. Kertas pada naskah ini agak lapuk sehingga mudah patah, tetapi tidak terlalu parah kerusakannya. Selain itu, kertas tersebut juga mengeluarkan aroma tak sedap menyerupai aroma jamu. Mungkin aroma itu merupakan sebab dari kelembapan kertas. Kelembapan tersebut terjadi karena naskah tersebut kurang terawat, misalnya diletakkan di tempat yang kering. Selain itu kertas-kertas pada naskah ini sudah terlepas dari pangkal penjilidannya, sehingga harus berhati-hati dalam membuka lembaran kertas. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penjilidan terutama sampul ini juga dalam keadaan yang kurang baik. Oleh karena itu diketahui bahwa penjilidan antara sampul dan kertas tergolong tidak baik karena rusak.
Tiap halaman ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan yakni menggunakan penggaris karena ada garisan pensil pada beberapa halaman. Adapun ukuran margin pada penulisan naskah ini berbeda-beda tiap halamannya. Misalnya pada halaman pertama margin atas berukuran 4 cm, margin bawah berukuran 4,9 cm, margin kiri berukuran 1,4 cm dan margin kanan berukuran 5,9 cm, sedangkan pada halaman dua margin atas berukuran 3,5 cm, margin bawah berukuran 5 cm, margin kiri berukuran 5,5 cm dan margin kanan berukuran 1,6 cm. Begitu pula dengan halaman berikutnya memiliki ukuran yang berbeda.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini agak tebal dan cukup jelas terbaca serta berukuran sedang. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam dan merah. Pada naskah ini terdapat catchword yang diletakkan di pojok kiri bawah kertas dan berada pada setiap halaman ganjil.Dalam naskah ini rubrikasi yang ditulis dengan menggunakan tinta merah yang menandakan nama tokoh, kata-kata dalam bahasa Arab, dan konjungsi, misalnya Muhammad SAW, Wassalam, syahdan, adapun, dan sebagainya. Selain rubrikasi ditemukan kolofon yang terdiri dari enam baris. Dalam kolofon itu dijelaskan bahwa naskah diselesaikan pada hari Sabtu, bulan Rabiuawal pada pukul lima sore. Selain itu perlu diketahui pula bahwa naskah ini merupakan kumpulan dari beberapa cerita cerita ini ditulis pada halaman 1—110.

2.3 Perbandingan Naskah Hikayat Nur Muhammad ML 96 dan W 75
Setelah melakukan inventarisasi dan pendeskripsian naskah, penulis memutuskan untuk membandingkan naskah ML 96 dan W 75. Kedua naskah dipilih penulis karena selain merupakan varian, penulis menganggap bahwa cerita dalam naskah ini cukup akurat dan terbebas dari bidah jika dibandingkan dengan naskah Hikayat Nur Muhammad lainnya yang mengandung unsur tersebut. Di satu sisi penulis ingin membandingkan naskah ini dengan tujuan untuk mengulas isi naskah ini sebelum naskah ini diabaikan. Sebab, dilihat dari keadaannya, naskah ini cukup memprihatinkan, seolah tidak terawat. Oleh karena itu, perbandingan naskah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dokumen penelitian mengenai Hikayat Nur Muhammad.
Perbandingan naskah ini akan disusun di dalam tabel. Berikut ini adalah tabel perbandingan naskah tersebut.

Keterangan Naskah Hikayat Nur Muhammad berkode W 75 Naskah Hikayat Nur Muhammad berkode ML 96
Awal Naskah Dimulai dengan Bismillahirrahmanirrahin Dimulai diawali dengan penjelasan mengenai Nur Muhammad sebanyak satu halaman.
Isi Cerita Cerita mengenai awal mula penciptaan Nur Muhammad yang kemudian diperintahkan oleh Allah untuk berenang pada tujuh laut dan mengislamkan air, angin, api dan Selain itu diceritakan pula mengenai ajaran nabi Muhammad terhadap anaknya, Fatimah. Cerita mengenai awal mula penciptaan Nur Muhammad, perintah Allah agar Nur Muhammad berenang pada tujuh laut, mengislamkan ais, angin, api, ajaran Rasulullah terhadap anaknya, Fatimah, dan menjelaskan mengenai jalan kehidupan kita di akhirat.
Jumlah Halaman dan Baris pada naskah Terdiri dari sebelas halaman dan setiap halaman terdiri dari tujuh belas baris, kecuali halaman terakhir hanya terdapat tiga baris. Terdiri dari delapan belas halaman dan setiap halaman terdiri dari lima belas baris, kecuali halaman pertama dan halaman terakhir, yakni enam belas baris dan dua belas baris.
Perbedaan dalam Diksi serta Penyusunan Kata yang Digunakan • Pada naskah ini digunakan kata sembahyang ketika menjelaskan rukun Islam yang ketiga.
• Empat negeri yang disebutkan susunannya adalah air, tanah, api, angin.
• Menggunakan kata berbesar-besar dan berbesar. Hal ini terdapat pada kutipan di bawah ini:
Maka angin itu gembiranya berbesar-besar dirinya .(HNM, hlm. 3)

...
Kata Nur Muhammad, “hai angin,{6/ mengapa engkau besarkan dirimu itu?” (HNM, hlm. 3)

• Perbedaan dalam penyusunan pronomina, yakni pada kutipan di bawah ini:
Sahut Nur Muhammad, “aku seorang hamba Allah, engkau seorang hamba Allah.” (HNM, hlm. 4)


• Pada naskah ini digunakan kata salat dalam menjelaskan rukun Islam yang ketiga.
• Empat negeri yang disebutkan susunannya adalah air, api, angin, tanah.
• Menggunakan kata berseri-seri dan berseri. Hal ini terdapat pada kutipan di bawah ini:
Maka angin itu gembiranya berseri-seri dirinya (HNM, hlm. 5)
...
Kata Nur Muhammad, “Hai angin mengapa engkau berseri dirimu itu?” (HNM, hlm.5)

• Perbedaan dalam penyusunan pronomina, yakni pada kutipan dibawah ini:
Sahut Nur Muhammad, “engkau seorang hamba Allah, akupun {14}/ seorang hamba Allah.” (HNM, hlm. 6).

2.4 Metode Penelitian Terhadap Naskah Hikayat Nur Muhammad
Dalam melakukan penelitian terhadap naskah Hikayat Nur Muhammad (HNM) terutama naskah yang berkode W 75 dan ML 96 digunakan metode dasar dalam kajian filologi, yakni metode tekstologi dan kodikologi. Metode tekstologi mencakup penafsiran dan pemahaman teks dan juga penyajian edisi teks atau penyuntingan teks secara ilmiah atau kritis. Lain halnya dengan metode kodikologi adalah metode yang menjelaskan pendeskripsian kondisi fisik naskah HNM.
Selain itu metode yang digunakan untuk meneliti naskah ini adalah metode landasan. Metode ini dipilih karena adanya penafsiran bahwa terdapat naskah yang lebih unggul kualitasnya daripada naskah yang lain, misalnya dari isi ceritanya. Selain itu metode ini digunakan sebagai perbandingan antara naskah yang satu dengan naskah yang lainnya, sehingga ditemukan suatu perbedaan yang dilakukan secara sengaja maupun tak disengaja oleh penulis naskah tersebut.
Melalui metode landasan ini diperoleh bahwa naskah HNM berkode W 75 dijadikan sebagai naskah landasan dari naskah berkode ML 96. Hal ini disebabkan oleh usia naskah W 75 lebih tua daripada usia naskah ML 96. Selain itu, jika dilihat dari aspek penampilan naskah yang mencakup bahasa serta kejelasan dan keefektifan cerita, W 75 lebih unggul dari ML 96, sebab dalam naskah HNM berkode ML 96 terdapat penambahan cerita pada bagian awal dan akhirnya, sehingga ada kemungkinan bahwa penyalin telah memasukkan gagasan baru dalam naskah tersebut. Dengan kata lain, naskah HNM ML 96 memiliki bentuk cerita yang tidak seutuhnya sama dengan W 75 karena adanya penambahan cerita sebagai bentuk kreativitas penyalin. Oleh karena itu, dapat dikatakan naskah HNM W 75 adalah naskah yang asli tanpa penambahan cerita jika dibandingkan dengan ML 96.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa dalam membandingkan kedua naskah tersebut akan ditemukan perbedaan-perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat terlihat dari kata-kata yang digunakan, susunan kalimat atau gaya bahasa, maupun urutan-urutan peristiwa dalam naskah tersebut. Perbedaan yang kemungkinan disebabkan oleh kesalahan penulis ini akan disajikan dalam makalah ini.








BAB 3
SUNTINGAN TEKS HIKAYAT NUR MUHAMMAD

3.1 Ringkasan Isi Teks
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa naskah Hikayat Nur Muhammad (HNM) berkode W 75 dan ML 96 memiliki cerita yang sama yang terdiri dari dua unsur pokok cerita, yakni mengenai asal mula Nur Muhammad dan nasehat Muhammad kepada anaknya Fatimah tentang perempuan.
Pada awal kedua naskah tersebut diceritakan bahwa Allah Swt menciptakan Nur Muhammad sebelum terjadinya dunia ini dan sebelum adanya nabi Adam. Setelah diciptakan, Nur Muhammad sujud kepada Allah Swt selama lima puluh tahun dan setelah itu Allah menyuruh Nur Muhammad untuk bangkit dan mengislamkan umatnya melalui rukun Islam yang diawali dengan kalimat syahadat. Selain menciptakan Nur Muhammad, Allah juga menciptakan makhluk lain, yakni seekor burung yang sangat indah yang anggota tubuhnya adalah kerabat dekat Muhammad Rasulullah, yakni Hasan dan Husain, Abu Bakar Assidiq, Umar bin Khattab, Fatimah Azzahra, Aisyah, dan Hamzah bin Almuthalib.
Allah menciptakan tujuh laut, yakni Laut Ilmu, Laut Latif, Laut Sabar, Laut Akal, Laut Pikir, Laut Rahman, dan Laut Cahaya. Lalu Allah Swt menyuruh nabi Muhammad untuk berenang di ketujuh laut tersebut selama sepuluh ribu tahun lamanya. Selain menciptakan laut, Allah juga menciptakan empat elemen yang ada dalam kehidupan ini, yakni air, angin, api, dan tanah. Muhammad Rasulullah disuruh oleh Allah Swt untuk mengislamkan mereka. Air, angin, dan api pada awalnya sangat sombong dengan apa yang mereka miliki dan tidak mengakui kekuasaan Allah. Setelah Muhammad Rasulullah mendatangi mereka dan menyadarkan mereka atas kebesaran Allah, mereka pun akhirnya masuk Islam.
Selain itu nabi Muhammad juga memberikan nasihat kepada anaknya Fatimah mengenai bagaimana perempuan menjadi seorang istri yang baik bagi suaminya dan masuk ke dalam surga. Nabi Muhammad pun menjelaskan bahwa barang siapa istri yang durhaka kepada suaminya, akan dimasukkan oleh Allah ke dalam neraka jahanam untuk selamanya. Tak hanya itu Muhammad menjelaskan bahwa perempuan yang mendapatkan siksa kubur itu karena adanya lima perkara yang tidak dilakukannya kepada suaminya.

3.2 Pertanggungjawaban Transliterasi
Saat mentransliterasikan naskah Hikayat Nur Muhammad agar menjadi suatu naskah yang mudah dipahami isinya perlu diterapkan prinsip-prinsip transliterasi. Prinsip-prinsip inilah yang akan menghasilkan hasil suntingan yang baik dan benar. Prinsip-prinsip transliterasi pada naskah ini antara lain:
a) Naskah ini berbentuk hikayat sehingga di dalamnya terdiri dari beberapa paragraf dan dialog;
b) Penulisan transliterasi ini menggunakan pungtuasi yang disesuaikan dengan kesatuan kalimat.
c) Kata yang berasal dari bahasa Arab atau Alquran ditransliterasikan sesuai dengan EYD dan ditulis dengan huruf miring;
d) Tanda kurung (...) digunakan untuk menambahkan huruf, angka ataupun kata.
Contohnya: ... setelah sudah Nur Muhammad men(d)engar fiman Allah ...
Maka ia berenang kepada Laut Latif sepuluh ribu tahun (lamanya)/ lalu keluar pula dari sana.
e) Tanda kurung siku [...] digunakan untuk mengurangi huruf, angka atau kata.
Contohnya: ...”Hai, Nur Muhammad kunika[ra]hkan tujuh [la]/ laut...
...”Hai, yang amat bercahaya barang sekehendaknya kau ku perlakukan// [lakukan]” maka kata Nur Muhammad...
f) Tanda satu garis miring atau / digunakan untuk pergantian baris dalam naskah.
Contohnya: Ini peri tatkala menyatakan Hikayat Nur Muhammad Rasulullah Salallahualaihi/ wasalam...
g) Tanda dua garis miring atau // digunakan untuk pergantian halaman dalam naskah.
Contohnya: ... itulah yang tiada akan siksa api neraka. [pada hari]// Pada hari kiamat itulah yang mohon besar pahalanya/
h) Penomoran halaman diletakkan di sebelah kiri transliterasi, sedangkan penomoran baris diletakkan di sebelah kanan yang ditandai dengan {...}.
Contohnya: 1. Bismillahirrahmanirrahiim{1}/ Subhanallah walhamdulillah walaa illaha illallahu wallahuakbar walaa haula{2}/ walaa kuwata illa billahil’aliyil’adziim wa bihi nas(ta)’iin billaii’aa{3}/...
i) Kata ulang yang ditulis dengan angka dua akan ditransliterasikan sesuai dengan EYD.
Contohnya: indah2 menjadi indah-indah, berbesar2 menjadi berbesar-besar.
j) Huruf /k/ mewakili huruf ( ق ), ( ك ), dan ( ء ).
Contohnya:وقتو menjadi waktu
تتڪل menjadi tatkala
ڪبجيێڪن menjadi kebajik[k]an
k) Kosakata yang diperkirakan menyulitkan pemahaman akan dijelaskan artinya dalam daftar kata sukar dan akan ditulis berdasarkan abjad. Kata-kata sukar yang ada dalam trnsliterasi akan ditulis dengan huruf tebal. Adapun beberapa kamus yang digunakan untuk mencari pengertian kata-kata tersebut, antara lain sebagai berikut:
• Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005) yang disusun oleh Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
• Kamus Bahasa Melayu Nusantara (KBMN, 2003) yang disusun oleh Datuk Paduka Haji Mahmud.
• Kamus Dewan (KD, 1970) yang disusun oleh Teuku Iskandar.
l) Untuk memperbaiki kesalahan yang ada dalam teks baik kata maupun kalimat digunakan catatan kaki.


• Penulisan konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin
أ A ظ zh
ب Ba ع ’
ت Ta غ gh
ث Tsa ڠ ng
ج J ف f
ح H ڧ p
خ Kha ق q
چ Ca ك k
د D ک ga
ذ Dz ل l
ر Ra م m
ز Z ن n
س S و w
ش Sy ھ h
ص Sh ي y
ض Dh پ/ ڽ ny
ط Th ء k

• Penulisan vokal
a: أ e: أى
i: ي o: أو
u: و
3.3 Transliterasi Teks
1. Hikayat Nur Muhammad W 75
1. Bismillahirrahmanirrahiim{1}/ Subhanallah walhamdulillah walaa illaha illallahu wallahuakbar walaa haula{2}/ walaa kuwata illa billahil’aliyil’adziim wa bihi nas(ta)’iin billaii’aa{3}/ Ini peri tatkala menyatakan Hikayat Nur Muhammad Rasulullah Sallahualaihi
{4}/ wasalam semata sekalian belum jadi; ia sudah jadi, arasyi dan kursi belum jadi{5}/ ia sudah jadi, langit dan bumi belum jadi; ia sudah (jadi), laut dan darat belum jadi{6}/ ia sudah jadi, Adam pun belum terbit, ia sudah jadi, kalam belum menyurat{7}/ dan Luh pun belum tersurat.
Seperti sabda Rasulullah Sallahualaihi wasalam{8}/ “genta nabi Adam bina lama awal dina nabi setelah ada nabi dan Adam antara air dan tanah.”{9}/ Sabda nabi Sallahu’alaihi wasalam, “pertama dijadikan Allah taali cahayaku, maka cahaya{10}/ itupun sujudlah, dengan firman Allah taali menyuruhkan sujud itu. Demikian {11}/ firman Allah taali, “hai cahaya Nur Muhammad sujudlah engkau dengan firmanku lima puluh {12}/ tahun.” Setelah sudah Nur Muhammad men(d)engar firman Allah demikian bunyi, maka sujudlah lima puluh{13}/ tahun lamanya.
Maka firman Allah taali, “hai kekasihku Nur Muhammad, bangkitlah engkau dengan{14}/ firmanku.” Maka bangkitlah cahaya Nur Muhammad dengan firman Allah taali. Maka firman Allah{15}/ taali, “hai Nur Muhammad dadaku dengan umatmu. Pertama syahadat, dan kedua {16}/ puasa, dan ketiga sembahyang dan kelima waktu pada sehari selama (semalam), dan keempat {17}//
2. memberi zakat, dan kelima naik haji ke Baitulharam.
Maka kemudian daripada itu cahayaku{1}/ itu, maka dijadikan Allah taali seekor burung maha indah-indah rupanya. Sebermula kepala{2}/ burung itu Hasan dan Husain dan leher burung itu Fatimah Azzahra. Lengan{3}/ burung itu Abu Bakar Nasidiq dan lengannya yang kiri itu Umar bin (K)hattab. Dan ekor{4}/ burung itu Hamzah bin Almuthalib dan belakang burung itu Abas Radhiallahanhu. Dan kaki{5}/ burung itu Aisyah dengan hatinya.
Maka firman Allah taali [taali], “hai Nur Muhammad kau kunika[ra]hkan tujuh [la]{6}/ laut. Pertama Laut Ilmu dan kedua Laut Latif; dan ketiga Laut Subur dan keempat{7}/ Laut Akal; dan kelima Laut Fikir; dan keenam Laut Rahmat dan ketujuh Laut{8}/ Cahaya. Maka firman Allah taali kepada Nur Muhammad, “pergilah engkau kepada segala laut itu{9}/ dan berenanglah engkau kepada suatu laut itulah berenang sepuluh ribu tahun lamanya.
Setelah{10}/ sudah Nur Muhammad men(d)engar firman Allah taali demikian itu, maka Nur Muhammad pun pergilah{11}/ kepada laut itu. Pertama Nur Muhammad berenang kepada Laut Ilmu sepuluh ribu tahun lamanya{12}/ Lalu keluar pula dari sana. Maka ia berenang pula kepada Laut Latif sepuluh ribu tahun (lamanya){13}./ Lalu keluar pula dari sana. Maka ia berenang pula kepada Laut Akal sepuluh ribu tahun{14}/ lamanya. Lalu keluar dari sana. Maka berenang pula kepada Laut Fikir sepuluh ribu tahun{15}/ lamanya. Lalu keluar dari sana. Maka berenang pula kepada Laut Rahman sepuluh ribu tahun{16} lamanya. Lalu keluar dari sana. Maka berenang pula kepada Laut Cahaya _____ {17}//
3. lamanya.
Dijadikan bagai diempat negri dunia itu air, tanah, api, angin. Maka firman Allah taali kepada Nur{1}/ Muhammad, “hai Nur Muhammad empat negri kujadikan bagimu _____ kelihatan. Hai Nur Muhammad pergilah engkau kepada{2}/ empat negri (itu) setelah olehmu.
Maka Nur Muhammad pun pergilah kepada angin maka angin itu melihat Nur Muhammad.{3}/ Maka angin itu gembiranya berbesar-besar dirinya. Maka kata Nur Muhammad, “Assalamualaikum, ya angin.”{4}/
Maka disahut angin, “Waalaikumsalam. Hai yang amat bercahaya, siapa engkau?”
Maka sahut{5}/ Nur Muhammad, “aku pun seorang hamba Allah. Engkau pun seorang hamba Allah.” Kata Nur Muhammad, “hai angin,{6/ mengapa engkau besarkan dirimu itu?”
Maka sahutnya angin barang kehendak kuperlakukan{7}./
Maka kata Nur Muhammad, “hai angin yang hamba Allah itu tiada dapat berlakukan sekehendaknya.{8}/ Maka dilihatnya dirimu adakah bercela atau tiadakah apa ada celaku.” Maka kata Nur{9}/ Muhammad, “hai angin sungguhnya pun engkau tiada kelihatan kepada orang baik. Engkau hamba{10}/ orang berlayar.
Maka kata angin, “engkaulah yang tiada bercela”.
Kata Nur Muhammad Rasulullah, [as]{11}/ “astagfirullahalladziim yang hamba itu penuh dengan cela jua wahdahula syar{12}/ ikallahu wa ashhaduanna Muhammad Rasulullahu Salallahualaihi Wasalam.”
Maka kata angin, “hai{13}/ yang amat bercahaya–cahaya percayalah aku dengan engkau dan masukkan agama aku kepada{14}/ agama engkau dan ajarilah aku kalimat syahadat.”
“Maka engkau ucaplah dengan demikian{15}/ kata ya [na] wahdahulaa ilahailallah wa ashhaduanna Muhammad Rasulullah.”
Maka Nur{16}/ Muhammad ini ketika _____ kepada angin. api Maka dilihatnya Nur Muhammad api itu [mene(n)tu]{17}//
4. mene(n)tukan segala alam dengan gembiranya berbesarlah dirinya. Maka kata Nur Muhammad{1}/ “Assalamualaikum, ya api.”
Maka sahut api itu, “Waalaikumsalam yang amat bercahaya{2}/ siapa engkau?”
Sahut Nur Muhammad, “aku seorang hamba Allah, engkau seorang hamba Allah.”
Maka berkata{3}/ pula Nur Muhammad, “hai api mengapa engkau gembira sangat berbesarkan dirimu.”
Maka kata api, “barang{4}/ sekehendaknya aku perlakukan.”
Maka kata Nur Muhammad, “hai api yang hamba itu tiada didapat berlakukan salah{5}/ sekehendaknya dan lihatlah adakah engkau bercela atau tiadakah?”
Maka sahut api, “hai yang amat [ber]{6}/ bercahaya apa celaku?” Maka sahut Nur Muhammad, “hai api membunuh engkau itu air dan [mehadi] {7}/ menjadikan engkau itu angin.”
Maka kata api itu, “engkau karangan yang tiada bercela.”
Maka{8}/ (kata) Nur Muhammad, “astagfirullahalladzim. Yang hamba itu sahaja penuh dengan cela jua melainkan{8}/ Allah taali jua yang tiada bercela. Ashwahdahulaa syarikalahu wa ashhaduana Muhamad Rasul{9}/Allah.
Maka kata api, “percayalah aku [kepada] engkau dengan masuk agamalah aku kepada engkau. Ajarkan olehmu kalimat syahadat{10}/ akan daku.
Maka kata Nur Muhammad, “hai api ucap olehmu kalimat laailaha(i)lallahu wa ashhaduanna Muhammad{12}/ Rasulullah.
Maka Nur Muhammad pun pergilah ia kepada air. Maka dilihat Nur Muhammad air itu{13}/ amat gembiranya berbesarkan dirinya. Maka kata Nur Muhammad, “Assalamualaikum, ya air.”
Maka sahut{14}/ air, “Waalaikumsalam. Hai yang amat bercahaya, siapa engkau?”
Kata Nur Muhammad, “engkau seorang{15}/ hamba Allah. Aku seorang hamba Allah yang hamba-Nya. Maka kata Nur Muhammad, “hai air mengapa maka ____ gembira {16}/ -nya maka engkau membesarkan dirimu.”
Maka sahut air, “hai amat bercahaya barang sekehendaknya kau kuperlakukan{17}//
5. [lakukan] Maka kata Nur Muhammad, “yang hamba ini tiada dapat berlakukan sekehendak dirinya.” Maka{1}/ Nur Muhammad berkata, “hai air, lihatlah pada dirimu adakah engkau bercela itu tiadakah?”
Maka kata air,{2}/ “apa ada celaku?” Maka kata air, “engkau karangan yang tiada bercela.”
Maka sahut Nur Muhammad, “astagfirullah{3}/ alaalailadzim. Yang hamba ini sa[ha]ja penuh dengan cela jua yang tiada bercela yang ash{4}/ wahdahulaa syariikalah waashhaduana Muhammad Rasulullah.”
Maka kata air, “percayalah aku{5}/ akan engkau. Masukanlah aku (kepada) agama engkau. Ajarilah aku kalimat syahadat.”
Maka kata Nur Muhammad, “ucap{6}/ olehmu ashhaduanlaa ilahailalla Muhammad Rasulullah siangku rusak, bumi dan bintang{7}/ di langit tujuh. Maka malaikat keluar di dalam Nur illai membawa[h] kentung[k]an yang [da]{8}/ durhaka kepada suaminya.
“Ya anakku Fatimah, barang siapa perempuan mencuri (h)arta. [sua]{9}/ suaminya, suatu ... jua pun besarnya olehnya berbuat jahat pada{10}/ suaminya tiada diperolehnya kebajikan dunia dan akhirat senantiasa dimasukkan Allah{11}/ taali kepada neraka selama-lamanya. Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya anakku{12}/ Fatimah barangsiapa durhaka kepada suaminya, sudah ditahan suaminya,{13}/ maka Allah taali suruhkan malaikat yang bernama Malik Zabanah hamba (a)gungkan perempuan{14}/ itu ke dalam neraka jahanam.” Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “barangsiapa perempuan{15}/ pula seperti _____ Fatimah sekalipun, jika tiada ia bermohon pada suaminya, puasanya{16}/ itu _____ apa gunakan tiada diterima Allah taali puasanya perempuan itu bermula{17}//
6. Ada seorang perempuan di[ra]tanya pada baginda Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya nabi Allah,{1}/ jika suaminya itu aniaya pada istrinya betapa hukumannya?” Maka ujar Rasulullah{2}/ Sallahualaihi wasalam bersabda, “hai perempuan itu, karena ia bernikah daripada Allah subhanawataala{3}/ akan perempuan itu seg(e)ralah kamu hendak dihalalkan oleh istrinya . Jika tiada mau{4}/ menghalalkan sebeg[ah]una oleh istrinya kepada suaminya, maka Allah taali mereka akan{5}/ perempuan itu sehari-hari ia durhaka pada Allah subhanawataala bermula.
Maka ujar{6}/ Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya anakku Fatimah, barang siapa perempuan dicium{7}/ oleh suaminya dengan manis mukanya dan suka hatinya, suda(h)sanya ia laailahailallahu{8}/ Muhammad Rasulullah seribu kali dengan suka hatinya suaminya, maka sekalian dosanya{9}/ diampunkan Allah taali segala dosanya, seperti daun kayu yang luruh daunnya{10}/ dirapu(h) rintangannya. Demikianlah pahalanya. Ya anakku Fatimah, pahalanya orang dicium{11}/ suaminya dengan suka hatinya
Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “hai{12}/ anakku Fatimah, barang siapa perempuan disuruh suaminya, maka seg(e)ra ia berbangkit{13}/ dengan manisnya mukanya, terlebih besar pahalanya daripada orang orang naik haji{14}/ ke Baitulharam. Lagipun ia dimasukkan ke dalam surga cinta An-Naim.{15}/ Demikianlah pahalanya perempuan yang seg(e)ra berbangkit panggil suaminya.{16}/ Ya anakku Fatimah, barang siapa perempuan menyucurkan air mandi jenabat{17}//
7. Kepada suaminya terlebih pahalanya daripada orang mengali(h)kan[g] kepada Allah seratus{1}/ kali pahalanya senama orang menyembelih kurban bermula. Jika perempuan itu{2}/ mati mengundang, sudah lepas daripada dosanya, maka dinamai oleh [mala]{3}/ malaikat syahid namanya. Perempuan itu orangnya tiada oleh ia berdosa{4}/ sama dengan orang sebela(h) Allah. Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya anakku Fatimah,{5}/ barang siapa perempuan melihat muka suaminya, manisnya mukanya, suka hatinya{6}/ pada sehari-hari, ia seperti bertapa seribu tahun. Demikianlah pahalanya bermalaikat mula.{7}/ Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya anakku Fatimah, barang siapa{8}/ be[r]lajar ilmu kepada suaminya, maka Allah taali kasih kepada perempuan itu yang be[r]lajar{9}/ ilmu suaminya itu, maka dibalikkan Allah subhanawataala dengan surga Jannah Annaim, artinya{10}/ surga yang tujuh pengikat ma(h)ligai daripada emas bertatahkan rotan, menikam nilam{11}/ pualam nisfu ragam be(r)diri menyirakan tempat perempuan itu. Demikiannyalah dilisankan{12}/ Allah taali pahalanya orang be(r)lajar ilmu kepada suaminya.
Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi{13}/ wasalam, “hai kamu segala perempuan, barang siapa bersuaminya tiada g[ah]una di dalam dunia (da){14}/ datang ke akhirat, maha besar dosanya. Hai perempuan yang tiada dika[ha]win, seg(e)ralah kamu (ber)g[ah]una{15}/ karna terlalu amat besar pahalanya kepada Allah taali.”
Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam,{16}/ “ya anakku Fatimah, barangsiapa perempuan dikasih oleh suaminya dan tiada ada lepaskan{17}//
8. tiada dilaksanakan, Allah taali memberi kebaikan lagi baiknya perempuan itu dunia akhirat.
Maka [ujar]{1}/ ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya anakku Fatimah, bermula barang siapa perempuan berkata-kata{2}/ dengan sopannya dan tertib pada suaminya lagi ia barang kemana perginya, maka ia bermohon kepada{3}/ suaminya kepada hari kiamat, maka diampun Allah sekalian dosanya perempuan itu bermula.{4}/ Perempuan itulah akan isi surga. Ia pun menjadi penghulu bidadari sekalian di dalam surga melihat{5}/ terlalu amat bercahaya-cahaya mukanya cerit[er]a daripada Malik ridoi Allah indah.” Maka ujar Malik ridhoi Allah{6}/ ini, “maka hamba men(d)engar daripada Rasulullah Sallahualaihi wasalam barang siapa lagi-lagi satu barang{7}/ istrinya yang Malik dengan sekalian dan dengan sukanya pahalanya maha besar pada Allah taali{8}/ dan kepada Rasulullah Sallahualaihi wasalam, jika perempuan itu dahulu mati daripada suaminya,{9}/ maha besar pahalanya pada hari kiamat bermula. Jika ia beranak laki-laki setelah sudah mati{10}/ anaknya dahulu daripada ibunya dan bapa(k)nya, terlalu besar pahalanya. Rahman namanya{11}/ pada hari kiamat anaknya itulah mohonkan dahulu sekali dosanya ibu dan bapa(k)nya{12}/ kepada Allah taali.
Maka ujar arti ridho Allah, “ini hamba men(d)engar daripada Rasulullah Sallahualaihi wasalam{13}/ barangnya [pa] perempuan membuangkan anaknya di dalam perut maha besar di sana, maha amat dua{14}/ diperolehnya langit Allah, barang kehendaknya punya tiada diperlakukan Allah taali bermula.{15}/ Barangnya [pa] perempuan membubuh nur[u] satu pada tubuh suaminya, berjalan daripada{16}/ orang baik tipu-tipu bawanya mencium bau nur semata itu. Maka orang sekalian{17}//
9. mengucapkan nabi Sallahualaihi wasalam maka dinika[ra]hkan Allah taali akan perempuan itu{1}/ bercahaya-cahaya moganya terlebih daripada cahaya matahari dan bulan, pun terlebih cahayanya{2}/ pada hari kiamat zaman lamanya dan ia pun menjadi penghulu bidadari sekalian{3}/ di dalam surga bermula. Jika perempuan itu membubuh dirinya terusnya,{4}/ maka ia berjalan pada orang baik. Tiada ia menatapinya pada suaminya{5}/ dan suka hatinya suaminya, maka besar dosanya perempuan itu serasa{6}/ ia berbuat jahat maha besar dosanya pada hari kiamat. [Senantia]{7}/ Senantiasa dimasukkan Allah taali ke dalam neraka jahanam beribu-ribu [ta]{8}/ tahun lamanya bermula. Jika perempuan itu membubuh dirinya{9}/ terusnya setelah sudah memakai bawaan-bawaan itu, maka ia menata doa kepada{10}/ Allah taali. Maka perempuan itu berkata, “ya Allah, ya tuhanku, ya Rabbi,{11}/ ya sole(h), ya sidi(q), ya mulia, berilah apalah barang kehendak suami{12}/ hamba. Maka perempuan itu isinya surga henti Annaim. Maka u{13}/ jar Sallahu’alaihi wasalam, “demikianlah ya anakku Fatimah. Maka{14}/ inilah perempuan yang tiada siksa kubur. Pada perempuan oleh Allah taali{15}/ di dalam kuburnya bercahaya-cahaya.”
Maka ujar Fatimah, “ya ayahanda berapa{16}/ perkara perempuan yang tiada (a)kan siksa kubur.
Maka ujar Rasulullah{17}//
10. Sallahu’alaihi wasalam, “ya anakku Fatimah, adapun yang tanya hal gani{1}/ perempuan yang kena siksa [pu] kubur itu lima perkara [per]{2}/ pertama perempuan tiada mana henti barang kehendak suaminya{3}/ dan tiada menahan kasihannya akan suaminya dan kedua{4}/ perkara perempuan yang mengekalkan isi kehawaannya dengan{5}/ karna Allah taali dan ketiga perkara jika barang kata{6}/ suaminya tiada dahuluinya dan keempat perkara perkara [per]{7}/ perempuan itu yang buat keba(ng)kitan akan suaminya dan{8}/ kelima perkara perempuan itu, jika ia hendak pergi{9}/ berjalan, maka ia bermohon pada suaminya, dan jika{10}/ ada ia berbuat akan kebaikan pada suaminya itu{11}/ tiada ia akan lagi merasa siksa api neraka. Demikian{12}/ lah kemudian diri Allah Subhanawataala memasukkan ke dalam{13}/ surga barang kehendak suaminya diturutnya.”
Demikianlah segala{14}/ perempuan yang buat kebaikan pada suaminya berapa{15}/ yang sudah mati dahulu akhirat seperti Fatimah, anak baginda Rasul Allah{16}/ Sallahualaihi wasalam itulah yang tiada akan siksa api neraka. [pada hari]{17}//
11. pada hari kiamat itulah yang maha besar pahalanya{1}/ kepada Allah taali. Laa ilaha ilallahu{2}/ Muhammad Rasulullah Sallahu’alaihi wasalam{3}//

3.4 Daftar Kata-kata Sukar
1. Arasyi : 1. singgasana atau takhta; 2 surga tertinggi tempat takhta Tuhan.
2. Barang : 1. apa-apa sahaja; 2 sedikit banyak; 3. mudah-mudahan; agar semestinya; sewajarnya; 4. baik; walau.
3. Berbesarkan : membesarkan; melebih-lebihkan.
4. Bercela : mempunyai cela; ada celanya.
5. Berlakukan : melakukan sesuatu.
6. Bertapa : melakukan pertapaan.
7. Bertatahkan : bertatath (diberi atau dihiasi dengan permata, intan).
8. Gani : kaya
9. Genta : 1. loceng kecil-kecil (untuk perhiasan gelang kaki, leher lembu, dll.; 2. loceng besar.
10. Hamba : 1. abdi; budak belian; 2. saya.
11. Kalam : perkataan; kata (terutama bagi Allah)
12. Kebajikan : sesuatu yang mendatangkan kebaikan; perbuatan baik.
13. Kehawaannya : keinginannya.
14. Kursi : 1. Tempat duduk yang berkaki (biasanya berkaki empat), berpenyandar, dan ada kalanya yang mempunyai tempat meletakkan tangan di kanan kirinya; 2 Kedudukan atau jawatan (jabatan) dalam parlimen, kabinet, persidangan, pengurusan, dsb
15. Mahligai : 1. istana; 2. ruang dalam lingkungan istana tempat kediaman raja, permaisuri atau putra putri raja.
16. Membubuh : menaruh (meletakkan) sesuatu pada; memasang (memasukkan) pada.
17. Menikam : 1. menusuk; 2. melukai (hati, perasaan, dsb); menyakiti
18. Menyucurkan : memancurkan; mengalirkan.
19. Nilam pualam : batu permata laut yang sinarnya bercahaya berwarna biru.
20. Nisfu : setengah
21. Nur : cahaya
22. Penghulu : 1. kepala; ketua; 2. kepala adat; 3. kepala urusan agama Islam;
23. Peri : 1. hal; sifat; keadaan; 2 cara mengerjakan sesuatu; cara berbuat; laku.
24. Rabbi : tuhan.
25. Sahaja : memang demikian; sememangnya; sebenarnya.
26. Sebermula : mula-mula; pada mulanya.
27. Sekehendaknya: 1. satu kehendak; 2. semaunya; menurut kemauan sendiri.
28. Sidiq : benar; jujur.
29. Tatkala : ketika (itu); pada masa itu; waktu (itu).
















BAB 4
FUNGSI SASTRA, ASPEK AGAMA, DAN PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DALAM HIKAYAT NUR MUHAMMAD

4.1 Kategori Naskah serta Penelitian Terdahulu terhadap Naskah Hikayat Nur Muhammad
Naskah Hikayat Nur Muhammad (HNM) merupakan salah satu naskah klasik yang ditemukan sekitar pertengahan abad ke-18. Naskah HNM terdiri dari tujuh naskah dan semuanya tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari katalog, beberapa naskah HNM ini berasal dari Tanah Gayo, Aceh. Seperti yang kita ketahui Aceh disebut sebagai kota Serambi Mekah, sebab pengaruh Islam di provinsi ini dapat dikatakan sangat kuat.
HNM adalah naskah yang menceritakan mengenai asal mula Nur Muhammad hingga dia menjadi nabi dan diutus oleh Allah untuk berenang mengarungi tujuh lautan dan mengislamkan empat elemen yang ada di lingkungan manusia, yakni air, angin, api, dan tanah. Apabila dilihat dari isi ceritanya, HNM dapat dikategorikan dalam cerita hikayat kenabian, sebab hampir keseluruhan menceritakan nabi Muhammad SAW.
Hikayat kenabian tergolong dalam sastra Islam. Sastra Islam adalah sastra tentang orang Islam dan segala amal solehnya . Naskah ini ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu sehingga dapat disebut sebagai sastra Islam Melayu. Sastra Islam Melayu adalah sastra orang Islam yang ditulis di dalam bahasa Melayu dirantau ini . Sebagaimana telah dijelaskan Liaw Yock Fang dalam bukunya yang berjudul Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik Jilid 1 bahwa menurut R. Roolvink terdapat lima jenis sastra Islam, yakni cerita Alquran, cerita nabi Muhammad, cerita sahabat nabi, cerita pahlawan Islam, dan sastra kitab. Naskah HNM termasuk dalam cerita nabi Muhammad karena menceritakan nabi Muhammad sebagai Rasulullah SAW.
Pada buku Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik Jilid , Liaw Yock Fang mengutip pendapat Ismail Hamid yang menyatakan bahwa HNM juga dikenal sebagai Hikayat Kejadian Muhammad yang merupakan sebuah hikayat yang sangat populer dikalangan orang yang cenderung kepada ilmu tasawuf . Dalam buku itu, Liaw Yock Fang menjelaskan bahwa isi naskah ini beraneka ragam. Dua di antaranya, yaitu ML 378C dan ML 388 F sama isinya dengan sebuah naskah yang dicap dengan batu di Bombay. ML 406B mengandung sisipan tentang Nabi Bercukur, sedangkan ML 96 dan ML 642 (W 75) memasukkan cerita seperti Hikayat Nabi Mengajar Anaknya Fatimah dan cerita Patana Islam di dalamnya. ML 643A (W 76A) dan ML 644 agak menyimpang dari naskah yang dicap dengan batu di Bombay .
Perlu diketahui bahwa naskah HNM ini telah diteliti oleh beberapa ahli, misalnya seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yakni Ismail Hamid dan Liaw Yock Fang. Selain itu Muhammad Fanani telah meneliti semua naskah HNM yang terdapat di Perpustakaan Museum Pusat. Akan tetapi penelitiannya belum diterbitkan . Salah satu pendapatnya mengenai HNM, yakni naskah berkode ML 643A (W 76A) terdapat sebuah hikayat atau naskah yang agak luas isinya.
Seorang peneliti yang telah meneliti HNM adalah Nur Fauzan Ahmad. Menurutnya, HNM adalah sebuah hikayat yang menceritakan tentang Nur Muhammad sebagai awal penciptaan semesta ini . Ide ini didasari oleh ajaran Ibnu Araby, seorang ahli sufi falsafi wachdatul wujud. Ide awal paham Nur Muhammad ini adalah dari seorang tokoh sufi kontroversial Al Challaj bahwa Nur Muhammad merupakan jalan hidayah (petunjuk) dari semua nabi .
Dalam buku Kesusastraan Melayu Tradisional terdapat dua ahli yang membicarakan HNM, yakni Zalila Sharif dan Jamilah Haji Ahmad. Mereka menyatakan bahwa konsep Nur Muhammad telah melahirkan sebuah hikayat Melayu yang khusus membicarakan Nur Muhammad, yakni berjudul Hikayat Nur Muhammad mengatakan bahwa roh nabi Muhammad SAW diciptakan oleh Allah dalam bnetuk cahaya (Al-Nur) dan keistimewaan penciptaan cahaya tersebut melebihi segala kejadian yang lain di dunia ini . Selain itu, mereka juga mengatakan bahwa HNM adalah sebuah cerita yang disampaikan dalam bentuk simbolik. Pembicaraan hanya menggambarkan proses perkembangan Nur Muhammad yang mula-mula diciptakan Allah di alam maya ini .

4.2 Fungsi Sastra dalam Hikayat Nur Muhammad
Karya sastra dalam sejarah penciptaannya tidak akan pernah lepas dalam kehidupan manusia. Horatius mengemukakan istilah dulce et utile dalam tulisannya yang berjudul Ars Poetica . Dulce et utile merupakan penggabungan dari dua sifat, yakni sifat dulce dan sifat utile. Dulce adalah indah dan menghibur, sedangkan utile berguna dan mengajarkan sesuatu . Dengan kata lain, istilah tersebut menjelaskan bahwa sastra memiliki fungsi ganda, yakni menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi pembacanya .
Istilah tersebut berlaku untuk semua jenis karya sastra, terutama karya sastra klasik, seperti naskah. Dalam naskah, sifat dulce biasanya diwujudkan dengan kemerduan permainan bunyi (syair) dan gaya bahasa serta majas yang mampu memikat hati, menyejukkan perasaan, dan menimbulkan rasa keindahan terhadap seseorang yang membacanya. Sifat utile diartikan mengandung pengajaran dan keteladanan, terutama dalam kearifan hidup, hidup bermasyarakat, dan kehidupan beragama .
Fungsi sastra, yakni dulce et utile dapat ditemukan pada naskah Hikayat Nur Muhammad melalui isi ceritanya. Sifat dulce tercermin dalam diksi yang digunakan serta pengulangan kalimat. Diksi yang dipakai dalam HNM ini umumnya adalah simbolik. Dalam simbolik tersebut ditemukan cipta rasa keindahan dalam menuangkan pikiran melalui kata-kata, sehingga kata-kata tersebut memiliki maksud yang tersirat untuk menjelaskan suatu hal. Contoh simbolik dalam naskah ini, yakni seperti kutipan di bawah ini:
“ya anakku Fatimah, barang siapa{8}/ be[r]lajar ilmu kepada suaminya, maka Allah taali kasih kepada perempuan itu yang be[r]lajar{9}/ ilmu suaminya itu, maka dibalikkan Allah subhanawataala dengan surga Jannah Annaim, artinya{10}/ surga yang tujuh pengikat ma(h)ligai daripada emas bertatahkan rotan, menikam nilam{11}/ pualam nisfu ragam be(r)diri menyirakan tempat perempuan itu... (HNM, hlm.7)

Pada kutipan tersebut, penggunaan simbolik yakni surga yang tujuh pengikat ma(h)ligai daripada emas bertatahkan rotan, menikam nilam{11}/ pualam merupakan pendeskripsian mengenai Surga Jannah Annaim. Secara tersirat, surga tersebut digambarkan sebagai suatu tempat yang sangat indah. Hal ini ditandai dengan adanya metafora yang menunjukkan keindahan simbolik tersebut. Metafora ini ditunjukkan dengan kata emas bertatahkan rotan.
Selain itu dalam naskah ini Muhammad SAW digambarkan sebagai nur atau cahaya yang indah yang menunjukan kemuliaanya sebagai hamba Allah. Hal ini dapat diketahui melalui kutipan di bawah ini:
Maka kata angin, “hai{13}/ yang amat bercahaya–cahaya percayalah aku dengan engkau... (HNM, hlm. 3)

Kata yang amat bercahaya-cahaya menunjukkan bahwa Muhammad SAW sangat suci dan sangat mulia kedudukannya serta memiliki keindahan yang tidak terkira dibandingkan dengan ciptaan Allah. Adanya simbolik tersebut dapat berdampak kepada penafsiran dan imajinasi pembaca, yakni dalam menggambarkan sosok Muhammad Rasulullah. Di samping itu, metafora pun terdapat pada salah satu bagian cerita ini, khususnya ditunjukkan dalam dialog. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan di bawah ini:
... Maka angin itu gembiranya berbesar-besar dirinya. (HNM, hlm. 3)
...
Kata Nur Muhammad, “hai angin,{6/ mengapa engkau besarkan dirimu itu?” (HNM, hlm. 3)


Kata berbesar-besar hatinya dan besarkan dirimu merupakan metafora, karena makna yang diungkapkan adalah makna konotasi. Maksud dari kata tersebut tergantung pada konteks kalimatnya. Misalnya pada kata berbesar-besar hatinya maksudnya adalah merasa sangat senang, sedangkan kata besarkan dirimu maksudnya adalah sombong atau merasa dirinya lebih baik dari segalanya.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, sifat utile memberikan suatu pengajaran dan kearifan dalam hidup. Dalam naskah ini, sifat tersebut terlihat jelas ketika nabi Muhammad mengajarkan Fatimah mengenai apa saja yang dilakukan perempuan sebagai seorang istri. Hal ini dapat diketahui melalui beberapa contoh kutipan di bawah ini:
“hai{12}/ anakku Fatimah, barang siapa perempuan disuruh suaminya, maka seg(e)ra ia berbangkit{13}/ dengan manisnya mukanya, terlebih besar pahalanya daripada orang orang naik haji{14}/ ke Baitulharam. Lagipun ia dimasukkan ke dalam surga cinta An-Naim... (HNM, hlm. 7)
...
“ya anakku Fatimah, bermula barang siapa perempuan berkata-kata{2}/ dengan sopannya dan tertib pada suaminya lagi ia barang kemana perginya, maka ia bermohon kepada{3}/ suaminya kepada hari kiamat, maka diampun Allah sekalian dosanya perempuan itu bermula.{4}/ Perempuan itulah akan isi surga. (HNM, hlm. 8)
...
Demikianlah segala{14}/ perempuan yang buat kebaikan pada suaminya berapa{15}/ yang sudah mati dahulu akhirat seperti Fatimah anak baginda Rasul Allah{16}/ Sallahualaihi wasalam itulah yang tiada akan siksa api neraka. [pada hari]{17}// (HNM, hlm. 10).

Pada ketiga kutipan di atas Muhamaad SAW mengajarkan kepada Fatimah agar selalu berkelakuan baik kepada suaminya agar diampuni dosanya oleh Allah, dijauhkan dari siksa api neraka, dan dimasukkan ke dalam surga. Ajaran ini berlaku bagi perempuan yang akan memberikan kebaikan dunia dan akhirat. Melalui ajaran tersebut, kita dapat mengetahui bagaimana cara istri memperlakukan suaminya dengan baik, karena perlakuan tersebut merupakan ibadah yang akan mendapatkan pahala yang besar.

4.3 Aspek-aspek Agama yang Terkandung dalam Hikayat Nur Muhammad
Dalam naskah Hikayat Nur Muhammad ini terdapat ajaran tasawuf dan akidah, sebab naskah ini merupakan naskah keagamaan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa konsep ide mengenai Nur Muhammad ini awalnya didasari oleh ajaran seorang ahli sufi bernama Ibnu Araby (638 H/ 240 M) . Dia menjelaskan bahwa Nur Muhammad merupakan asal-usul kejadian semua makhluk hidup dan sumber yang terpancar daripada ilmu para nabi dan wali . Lalu ide ini ditegaskan oleh Abdul Karim Al-Jili(832H) yang menghubungkan konsep manusia yang sempurna. Ide ini akhirnya masuk dan meluas di kalangan sufi Melayu sejalan dengan masuknya agama Islam ke nusantara .
Para sufi tersebut akhirnya menyebarkan ajaran-ajaran tasawuf melalui konsep kenabian, yakni Muhammad SAW. Ajaran-ajaran tersebut dapat disebarkan melalui karya sastra, misalnya naskah, seperti Hikayat Nur Muhammad. Ajaran tasawuf yang ada dalam naskah tersebut merupakan pengetahuan sekaligus membuka kesadaran terhadap keyakinan kita terhadap Allah Swt. Dengan memahami ajaran tersebut, akan membuat kita senantiasa bertawakal kepada Allah Swt sebagai penguasa alam semesta. Dalam ajaran tasawuf ini ditemukan amanat serta pemahaman mengenai sifat-sifat orang yang saleh (beriman).
Salah satu bentuk ajaran tasawuf dalam naskah ini tercermin pada kutipan di bawah ini:
... Sabda nabi Sallahu’alaihi wasalam, “pertama dijadikan Allah taali cahayaku, maka cahaya{10}/ itupun sujudlah, dengan firman Allah taali menyuruhkan sujud itu. Demikian {11}/ firman Allah taali, “hai cahaya Nur Muhammad sujudlah engkau dengan firmanku lima puluh {12}/ tahun.”... (HNM, hlm. 1).
...
Maka firman Allah taali, “hai kekasihku Nur Muhammad, bangkitlah engkau dengan{14}/ firmanku. (ibid)
...
Maka kemudian daripada itu cahayaku{1}/ itu, maka dijadikan Allah taali seekor burung maha indah-indah rupanya. (HNM, hlm.2)
...
Kata Nur Muhammad, “engkau seorang{15}/ hamba Allah. Aku seorang hamba Allah yang hamba-Nya.(HNM, hlm. 4)
...
“ya anakku Fatimah, barang siapa{8}/ be[r]lajar ilmu kepada suaminya, maka Allah taali kasih kepada perempuan itu yang be[r]lajar{9}/ ilmu suaminya itu, maka dibalikkan Allah subhanawataala dengan surga Jannah Annaim...(HNM, hlm. 7).

Pada kelima kutipan di atas, telah menunjukkan bahwa Allah Swt adalah Maha Penguasa alam semesta. Hanya Dia-lah yang mampu menciptakan makluk yang dikehendaki-Nya. Pada kutipan di atas, Allah Swt telah menciptakan Nur Muhammad dan seekor burung yang indah. Kedua makhluk tersebut adalah tanda kekuasaan-Nya. Setelah melihat penciptaan tersebut terdapat sebuah amanat bahwa kita sebagai makhluk ciptaan Allah tidak sepantasnya berlaku sombong, karena kekuasaan hanya milik Allah yang Esa dan semua makhluk yang diciptakan-Nya adalah hamba Allah yang wajib beriman dan beribadah hanya kepada-Nya.
Pada kutipan terakhir ditunjukkan mengenai bagaimana sikap seorang muslim yang beriman, yakni ditunjukan melalui ajaran nabi terhadap Fatimah mengenai perempuan. Dalam kutipan tersebut terlihat bahwa Allah menjanjikan makhluk-Nya terutama seorang istri yang solehah, yang selalu berbuat baik kepada suaminya akan dimasukkan surga. Dengan kata lain, hanya Allah yang menentukan tempat yang pantas kita dapatkan ketika di akhirat nanti.
Dalam naskah ini juga dijelaskan mengenai akidah, yakni bahwa Allah memerintahkan kepada Nur Muhammad dan umat-Nya agar beriman kepadanya dan menjalani lima rukun Islam. Selain itu dalam naskah ini Allah memerintahkan agar semua makhluk ciptaan-nya beriman hanya kepadanya. Agama yang diakui sebagai agama yang mulia di sisi Allah adalah Islam. Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada Nur Muhammad untuk mengislamkan empat elemen ciptaan-Nya, yakni air, angin, api, dan tanah yang ditandai dengan mengucapkan kalimat syahadat. Dengan kata lain, mengucapkan kalimat syahadat telah menunjukkan bahwa makhluk Allah beragama Islam.

4.4 Pengaruh Kebudayaan Islam
Kebudayaan Islam telah masuk ke nusantara sejak berabad-abad yang lalu. Adanya kebudayaan Islam ini dipicu dari penyebaran Islam ke nusantara oleh para ulama. Kebudayaan Islam tersebut dapat dilihat melalui hasil-hasil karya sastra yang diciptakan oleh para pengarang Islam. Hasil-hasil karya tersebut biasanya berbentuk naratif mengenai kisah para nabi dan tokoh-tokoh Islam .
Seiring majunya ilmu pengetahuan, pengaruh kebudayaan Islam semakin kuat dalam kesusastraan Melayu, yakni munculnya naskah-naskah keagamaan sebagai salah satu bentuk karya sastra. Dalam karya sastra Islam Melayu ini terdapat beberapa ciri yang cukup menonjol, seperti terdapatnya mitos mengenai nabi-nabi serta tokoh-tokoh Islam, ciri kekitaban, serta munculnya pemikiran-pemikiran Islam.
Pada naskah Hikayat Nur Muhammad, terdapat mitos mengenai awal mula penciptaan Nur Muhammad hingga penciptaan seekor burung yang indah oleh Allah Swt. Dalam naskah ini juga diceritakan mengenai mitos nabi Muhammad yang berenang mengarungi tujuh lautan. Mitos ini umumnya dianggap sebagai peristiwa sejarah Islam yang digambarkan melalui tokohnya, yakni nabi.
Selain itu dalam naskah HNM ini diperoleh ciri kekitaban, yakni ditunjukkan melalui penceritaan nabi Muhammad dalam bentuk naratif yang secara keseluruhan hanya menceritakan mengenai agama. Penceritaan mengenai agama Islam ini didukung dengan adanya ajaran tasawuf serta akidah yang terdapat pada naskah ini. Di samping itu dalam naskah ini juga diceritakan mengenai ajaran nabi Muhammad kepada Fatimah yang menerangkan mengenai apa yang harus dilakukan seorang istri kepada suaminya sebagai bentuk tanggung jawabnya. Dengan kata lain, ajaran tersebut menjelaskan mengenai tata cara berumah tangga yang akan dilakukan oleh perempuan sebagai seorang istri.
Pada ajaran-ajaran yang ditemukan dalam naskah ini, baik tasawuf, akidah, maupun rumah tangga lebih banyak menyentuh persoalan agama. Misalnya saja dapat dilihat melalui kutipan di bawah ini:
“Ya anakku Fatimah, barang siapa perempuan mencuri (h)arta. [sua]{9}/ suaminya, suatu ... jua pun besarnya olehnya berbuat jahat pada{10}/ suaminya tiada diperolehnya kebajikan dunia dan akhirat senantiasa dimasukkan Allah{11}/ taali kepada neraka selama-lamanya. (HNM, hlm. 5)
...
“ya anakku Fatimah, barang siapa perempuan dicium{7}/ oleh suaminya dengan manis mukanya dan suka hatinya, suda(h)sanya ia laailahailallahu{8}/ Muhammad Rasulullah seribu kali dengan suka hatinya suaminya, maka sekalian dosanya{9}/ diampunkan Allah taali segala dosanya... (HNM, hlm. 6).
...
... jika{10}/ ada ia berbuat akan kebaikan pada suaminya itu{11}/ tiada ia akan lagi merasa siksa api neraka. (HNM, hlm. 10).

Pada kutipan di atas terlihat jelas bahwa seorang istri yang berbakti kepada suaminya akan diampunkan dosanya oleh Allah, terbebas dari api neraka serta dimasukkan ke dalam surga. Persoalan agama yang terjadi adalah dampak dari perbuatan seorang istri kepada suaminya, yakni apabila seorang istri berbuat jahat, dia akan dimasukkan ke dalam neraka, sedangkan seorang istri yang berbuat baik terhadap suaminya akan dimasukkan oleh Allah ke dalam surga. Hal ini selalu diajarkan dalam agama, khususnya Islam.
Selain itu pengaruh kebudayaan Islam juga ditandai dengan beberapa kosakata Arab, seperti taali, astagfirullahaladhzim, kalimat syahadat, serta doa yang digunakan. Doa tersebut terdapat pada awal naskah dan dimulai dengan Basmallah. Adanya doa dan kosakata Arab menandakan bahwa pengaruh Islam ditandai dengan masuknya bahasa Arab di nusantara ini, terutama dalam naskah.

4.5 Tanggapan Penulis
Menurut penulis, naskah ini cukup besar peranannya untuk mengetahui asal mula penciptaan Nur Muhammad, mitos-mitos apa saja yang terdapat di dalamnya, serta ajaran Rasulullah mengenai perempuan khususnya dalam hal berumah tangga. Perlu diketahui bahwa naskah ini tergolong naskah keagamaan yang tentunya tidak terlepas dari ajaran tasawuf dan juga akidah. Penceritan mengenai nabi Muhammad sebagai Rasulullah menjadi tokoh sentral dalam naskah ini.
Dengan memahami naskah ini, ternyata cukup banyak pengetahuan agama yang kita peroleh, seperti mengetahui kekuasaan Allah serta penempatan kehidupan kita di akhirat yang ditentukan oleh perilaku kita di dunia. Melalui naskah ini membuat kita semakin meyakini Allah Swt sebagai tuhan kita yang Maha Kuasa dan Maha Sempurna. Oleh karena itu, naskah ini sangat bermanfaat bagi kita.








BAB 5
KESIMPULAN

Hikayat Nur Muhammad termasuk naskah keagaaman yang tergolong dalam hikayat kenabian. Naskah ini menceritakan asal mula penciptaan Nur Muhammad, perintah Allah agar Nur Muhammad mengislamkan makhluk ciptaan-Nya dan berenang mengarungi tujuh lautan, serta ajaran nabi Muhammad kepada anaknya, Fatimah mengenai perempuan, khususnya seorang istri ketika berumah tangga.
Naskah ini memiliki fungsi ganda, yakni menghibur dan memberikan pengajaran. Kedua fungsi ini dapat dilihat langsung pada kutipan-kutipan naskah yang telah dijelaskan pada bab analisis.
Naskah ini tidak terlepas dari aspek-aspek agama Islam serta pengaruh kebudayaan Islam. Aspek-aspek Islam mecakup ajaran tasawuf dan akidah. Di samping itu pengaruh agama Islam dalam naskah ini sangat kuat. Hal ini ditandai dengan adanya ciri-ciri yang menonjol dalam karya sastra Islam dan juga munculnya kosakata Arab dalam naskah ini.
Berdasarkan transliterasi dan analisis diperoleh pemahaman mengenai konsep Nur Muhammad dalam naskah ini. Dengan kata lain, naskah ini sangat bermanfaat bagi kita sebagai bentuk pembelajaran kita untuk memnambah pengetahuan mengenai Islam.
Pada pembahasan dalam naskah ini, penulis berkesimpulan bahwa tujuan penyalin menyalin naskah ini adalah untuk memberitahukan kepada kita bagaimana penciptaan Nur Muhammad tersebut hingga dia menyebarkan agama Islam terhadap ciptaan Allah serta pengajaran mengenai rumah tangga. Selain itu, melalui naskah ini ada kemungkinan penyalin memiliki misi untuk menyebarkan agama Islam dengan memasukkan mitos-mitos mengenai nabi Muhammad.





























DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.3. Jakarta: Balai Pustaka.
Behrend, T. E., Titik Pudjiastuti. 1998. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Budianta, Melanie., dkk. 2006. Membaca Sastra. Jakarta: Indonesiatera.
Howard, Joseph H. 1966. Malay Manuscripts: a Bibliographical Guide. Kuala Lumpur: University of Malaya Library.
Hikayat Nur Muhammad. ML 96. Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Hikayat Nur Muhammad. W 75. Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Iskandar, Teuku. 1970. Kamus Dewan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Liaw Yock Fang. 1991. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Lubis, Nabilah. 1996. Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Forum Kajian Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah.
Sharif, Zalila, dan Jamilah Haji Ahmad. 1993. Kesusasteraan Melayu Tradisional. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia.
Sudjiman, Panuti. 1995. Filologi Melayu. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Sutaarga, Amir, dkk. 1972. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen P dan K.
Tim Penyusun Kamus. 2003. Kamus Bahasa Melayu Nusantara. Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Kebudayaan Brunei Darussalam.
http://staff.undip.ac.id/sastra/fauzan/2009/07/page/2/ (diunduh 24 Mei 2010).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar