Susi Rosiana Dewi, 07062930
Tyas Chairunisa, 0706293160
Vauriz Bestika, 0706293173
Pelanggaran Maksim
dalam Acara “Online” di TransTV
Pendahuluan
Sebuah interaksi sosial akan terjalin dengan baik jika pesertanya mematuhi syarat-syarat tertentu. Misalnya, dalam suatu percakapan, dituntut adanya relevansi, ketepatan, dan kebenaran mengenai informasi atau pesan yang disampaikan. Secara sederhana, terdapat kaidah-kaidah percakapan yang harus ditaati oleh peserta percakapan yang dalam kajian pragmatik disebut sebagai prinsip kerja sama (Kushartanti, 2007: 106).
Namun demikian, ada kalanya kekurangtepatan atau ketidaktepatan informasi atau pesan yang disampaikan oleh penutur kepada mitra tutur atau sebaliknya, dapat terjadi baik disengaja atau pun tidak. Dalam Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, disebutkan bahwa dalam wacana humor, kekurangtepatan informasi atau pesan menjadi hal yang terkadang dapat dikatakan sebagai ciri khas (Kushartanti, 2007: 109).
Pelanggaran Maksim dalam Acara “Online” yang Ditayangkan TransTV
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, agar pesan (message) dapat sampai dengan baik pada peserta tutur, komunikasi yang terjadi perlu memperhitungkan prinsip-prinsip berikut ini: (1) prinsip kejelasan (clarity), prinsip kepadatan (conciseness), dan prinsip kelangsungan (directness). Prinsip-prinsip tersebut secara lebih lengkap dituangkan dalam Prinsip Kerja Sama Grice (1975). Prinsip tersebut meliputi empat maksim, yaitu: (1) maksim kuantitas (maxim of quantity), (2) maksim kualitas (maxim of quality), (3) maksim relevansi (maxim of relevance), dan (4) maksim cara (maxim of manner) (Kushartanti, 2007: 106-109; Rahardi, 2005: 53-59; Cruse, 2004: 367-369).
Berikut ini akan dipaparkan sedikit mengenai keempat maksim tersebut, di antaranya:
1. Maksim Kuantitas
Di dalam maksim kualitas, penutur diharapkan memberikan informasi yang cukup, memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi tersbeut tidak boleh melebihi informasi yang dibutuhkan mitra tuur. Tuturan yang dianggap tidak mengandung informasi yang dibutuhkan oleh mitra tutur dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas.
2. Maksim Kualitas
Dengan maksim kualitas, seorang penutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta. Fakta tersebut harus didukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas.
3. Maksim Relevansi
Maksim relevansi menuntut masing-masing peserta suatu tuturan untuk memberikan kontribusi yang relevan mengenai hal yangdipertuturkan itu. Bertutur dengan tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap melanggar maksim relevansi. Maksim relevansi tidak selalu harus dipenuhi dan dipatuhi dalam suatu prinsip kerja sama. Hal tersebut dapat dilakukan apabila tuturan tersebut bertujuan untuk mengungkapkan maksud-maksud tertentu yang khusus sifatnya.
4. Maksim Pelaksanaan
Maksim pelaksanaan ini mengharuskan peserta tutur bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur. Peserta tutur yang tidak mempertimbangkan hal-hal tersebut dapat dikatakan melanggar maksim pelaksanaan.
Berdasarkan teori mengenai Prinsip Kerja Sama di atas, kami mengambil data dari acara televisi yang berjudul Online yang ditayangkan oleh Trans TV. Acara tersebut merupakan acara hiburan yang menampilkan bintang tamu untuk diwawancarai secara langsung oleh penontonnya melalui telepon. Data yang kami ambil berdurasi enam puluh menit—termasuk pariwara. Kami menganalisis pelanggaran yang terjadi pada percakapan antara pembawa acara, bintang tamu, penelepon, dan penonton di studio. Berikut pelanggaran maksim yang terjadi yang kami rangkum dalam tabel.
No. Jenis Pelanggaran Kutipan Keterangan
1. Maksim cara O : Judulnya mati suri? =
JK : Bukan, bukan, bukan... Bukan mati suri. Judulnya itu, judulnya... Judulnya “Cinta Terlarang”. Pelanggaran terjadi karena JK memberikan jawaban yang agak berbelit.
2. Maksim relevansi dan maksim kualitas O: Lagian lo nyanyi kayak kebagusan aje. Mohon maap ni sebelomnye ye =
JK : Ha.. //
O : Lo nyanyi depan senior...
J: Senior sapa?
- Pernyataan yang dilontarkan oleh O kurang relevan dengan pembicaraan sebelumnya yang menyangkut judul lagu yang dinyanyikan oleh JK.
- Tuturan O yang menyatakan dirinya adalah penyanyi senior melanggar maksim kualitas karena sekiranya hal tersebut tidak benar.
3. Maksim kualitas dan maksim cara O : Tau kan? =
JK : Tau. Itu biasanya, kalo misalnya ada kucing, anjing mati dikuburin dinyanyiin lagu “Hantu-hantu hatiku”. ‘Kan jadi hantu.
- Percakapan tersebut dikatakan melanggar maksim kualitas karena jawaban JK yang “mengiyakan”, justru memperlihatkan kekaburan pada perkataannya selanjutnya.
- Pelanggaran maksim cara karena JK menjawab O tidak secara langsung.
4. Maksim kualitas O : Ini dia The Perawan. O memanggil The Virgin dengan mengalihbahasakannya menjadi The Perawan.
5. Maksim kualitas dan kuantitas O: [...] Dara ayam ini takut banget ama yang namanya Jeng Kelin. O menyebut nama Dara—vokalis The Virgin¬—dengan menambahkan “ayam” di belakangnya.
6. Maksim kualitas dan kuantitas JK : Aku mau duduk sebelahnya Dara muda. Uuh... JK menyebut nama Dara dengan menambahkan “muda” di belakangnya. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan latar belakang akan lagu Rhoma Irama yang berjudul “Darah Muda”.
7. Maksim relevansi O : Aduh, rambutnya... Abis maen layangan ni? Pertanyaan O tidak memperlihatkan relevansi antara warna rambut M yang kuning muda dan warna rambut D yang merah tua dengan “main layangan”.
8. Maksim kuantitas JK : Eh, ini, dia dandan kayak begini soalnya apa... //
O : Oh iye, bukan ape-ape, rambutnye kayak benar kenur...
(Riuh suara tawa penonton)
JK : Eh, bukan! Ini The Vigrin dandannya begini soalnya hari ini tuh temanya [...] Pernyataan O memperlihatkan informasi yang berlebihan.
9. Maksim relevansi maksim kualitas JK : Ngerti trendsetter? Apa trendsetter?
O : Trendsentter itu yang bawain acara... //
J : Presenter itu, bukan trendsetter!
Jawaban yang diberikan O tidak sesuai dengan makna kata trendsetter sebenarnya.
10. Maksim kuantitas O : Nah, jadi rambut yang kayak begini nih diikutin ama anak-anak muda jaman sekarang, ya. =
JK : Diikutin ama anak-anak muda. Emang pada gila sih anak muda, yah...
(Riuh suara tawa penonton)
O : Tuh banyak rambutnya pada diwarna-warnain... JK memberikan informasi berlebihan dalam pernyataannya.
11. Maksim cara (Suara dering telepon)
JK : Eh, eh, ada, ada...
O : Entar dulu. Penonton dulu bilang. =
JK : Oh iya... //
O: Penontoon...
P : Wei...
O: Ada telepong. Ahahaha.
P : Digoyang asik... Digoyang asik... Digoyang asik... Proses yang dilakukan oleh pembawa acara baik, O maupun JK, untuk mengangkat telepon yang berdering harus beralih kepada P dahulu.
12. Maksim kualitas JK : Waktu itu ya, ada yang di twitter ‘kan nanya, pas ulang taun pake kalung ini ‘kan... =
O : He-eh. //
JK : Terus ditanya, ‘Kok kalungnya nggak dipake lagi? Dijual ya?’ Taunya masih ada. Hehehe.
[...] Ketika hendak mengangkat telepon, JK malah memulai topik percakapan baru dengan O karena JK melihat kalung yang digunakan O.
13. Maksim kualitas JK : Hus... Diem deh lo! Halo... This is Jeng Kelin speaking. What’s up, dude? Anything problem? Cup... cup... cup... Waah...
Ketika mengangkat telepon, JK memberikan salam yang terlalu panjang.
14. Maksim relevansi O : Sia... Siapa namanya?
Pl : Dari Mia, di Garut.
O dan J: Hah?
Pl : Dari Mia, di Garut.
O : Oh, sering gatel-gatel garut-garut mulu. //
JK : Garuk itu, garuk, garuk, garuk! Pernyataan O yang mempersamakan antara “Garut” dengan “garuk” merupakan pelanggaran terhadap maksim relevansi.
15. Maksim kualitas Pl: Dicium aja deh, biar ada bekasnya. //
JK : Ih, enak aja. Entar gue rabies. Gue cubit aja ya? // Pernyataan JK yang mengatakan dengan mencium O dapat menyebabkan rabies bukan hal yang sesuai dengan fakta.
16. Maksim kualitas O : Lo cium gue rabies? Gue ngobrol ama lo aja nih... //
JK: He-eh. //
O: Udah najis gue nih. // Pernyataan O yang mengatakan berbicara dengan JK adalah najis bukan hal yang sesuai dengan fakta.
17. Maksim kuantitas Pl : Mau ngobrol sama bintang tamunya dong... //
O dan J: Boleh... //
O : Bintang tamu? Boleh. //
JK : Sini Mitha sama...
O: Mau ngobrol sama bintang tamu boleh, mau nanyain yang udeh meninggal juge boleh.
JK : Hahahaha. Itu nggak ngomong. O dan JK mengeluarkan pernyataan yang berlebihan.
18. Maksim kualitas O: Dulu yang pemaen gitar itu pernah... //
JK: Matthew. //
O: Pernah maen Tersanjung tiga. Pernyataan yang dilontarkan O tidak sesuai dengan fakta bahwa gitaris Muse pernah main sinetron.
19. Maksim kualitas dan kuantitas O: Tuh gitaris, penyanyi. Lo suka Gaban. //
JK: Aku suka... //
O “menuduh” JK mengidolakan Gaban. Pernyataan O ini pun merupakan informasi yang berlebihan.
20. Maksim kualitas O: Kamu dapet lima ribu ya, Neng. =
JK: Lima ratus ribuu! // Pernyataan O merupakan informasi yang salah.
21. Maksim kuantitas Pl : Mau salam buat temen-temen aku yang ada di Unpad... //
O dan J : Unpad! //
M : Oh, anak Unpad? = Pernyataan M, O, dan JK merupakan informasi atau pesan yang berlebihan.
22. Maksim kualitas O : Kita ini suami-istri... // Pernyataan O tidak sesuai dengan fakta.
23. Maksim kualitas dan relevansi O : Tadinya mau nikah siri. Sirinya dipake nenek gue, ini orang jadinye.
Pernyataan O tidak sesuai dengan fakta dan mempersamakan antara “siri” dengan “sirih” yang sebetulnya tidak relevan.
24. Maksim kuantitas O: Ya. Itu anak gaul di Amerika.
JK: Sombong, sombong... // O dan JK memberikan informasi yang berlebihan.
25. Maksim kualitas dan relevansi O : Ngga, gue kenal deket sama Josh Gorbon
M: Ahahahaha...
JK: Josh Gorden.
O: Ahahahaha...
JK : Josh Gorden, bukan Josh Groban.
O dan JK memberikan informasi yang salah mengenai nama seorang penyanyi luar negri. Selain itu, pernyataan O yang mengatakan dirinya dekat dengan penyanyi tersebut tidak relevan dengan pembicaraan sebelumnya.
26. Maksim relevansi JK : Nih ‘kan, gayanya begini banyak yang niruin gitu ya. Sadar nggak kalo kalian jadi trendsetter?
M: Amin. =
D: Nggak. Jawaban yang diberikan M tidak sesuai dengan pertanyaan yang diajukan JK.
27. Maksim relevansi O: Sama kayak lo, lo ‘kan gila, tapi lo nggak sadar. //
Pernyataan O yang ditujukan pada JK tidak relevan dengan pembicaraan sebelumnya.
28. Maksim kuantitas JK : Saya mah sadar gila, hu-uh. Nah, terus kalo misalnya gaya begini, ada ini nggak, patokannya, modelnya ngeliat siapa gitu? Atau didandanin ama siapa gitu? =
O : Ya, kayak misalkan Jeng Kelin, patokannya sebelom kayak begini, pernah liat orang gila di Tomang nggak? // Pertanyaan JK yang didukung oleh pernyataan O merupakan informasi yang berlebihan.
29. Maksim kuantitas JK : Tapi ngakunya nih, si Dara muda nih doyannya nontonnya India...
(Riuh suara penonton)
JK : Indiahe, Indiahe... // Pernyataan JK mengandung informasi yang berlebihan.
30. Maksim kuantitas dan maksim relevansi O : Katanya India?
(D mengangguk)
O : Oh, muka lo kayak Kajol. //
D : Ahaha.
M: Ahahaha...
O : Tere kusuman, kusuman kuhee...
M dan D : Ahahaha...
O : Gitu ya lagunya ya? Ada ya lagunya?
D : Lagu siapa?
O : Ada. Lagu itu... Itu lagunya Naginal yang jadi si... =
M : Uler... =
D: Nagin! Nagin! =
JK : Nagiin! //
M: Nagin, Nagin, Nagin. Tau, Sri Devi.
O : Apa tuh Sri Devi? //
D : Bukan. Nagin bukan Sri Devi.
M : Apa dong?
D: Tau... //
JK : Ini bekas India gimana sih sebenernya?
D: Hahaha. Percakapan tersebut mengandung informasi yang berlebihan dan akhirnya menjadi tidak relevan. Pada awalnya hanya menanyakan asal keturunan D, namun akhirnya berlanjut sampai mengenai film India.
31. Maksim cara D : Aku ini baru pertama kali diperawanin ini rambutnya. //
JK : Baru diperawanin?
D: Baru diwarnain. Hehe. Cara D menjawab pertanyaan JK dapat menyebabkan kekaburan makna awal dari pertanyaan JK.
32. Maksim kuantitas JK: Kayak masuk ke goa, suaranya ‘Aoo aoo aoo...’ gitu lagi... // Pernyataan JK yang sedang mengangkat telepon menjadi informasi yang berlebihan.
33. Maksim kuantitas, kualitas, dan relevansi O: Tuti, asal kentut, mati.
Pernyataan O tersebut tidak relevan dan juga merupakan hal yang tidak berdasarkan fakta serta tidak mengandung relevansi dengan nama penelepon kedua.
34. Maksim kuantitas JK: Eh, aku tau masa. Dara ini ada lagunya...
O: Gimana lagunya?
JK: ‘Dara muda yang sangat memabukkan diriku...’ //
D: Hahaha... //
O: Salah, salah, salah. Sebentar... Sok tau, ye! Sok tau! Bukan gitu lagunya... //
JK: ‘Dara muda yang sangat memabukkan diriku...’ //
O: Bukan! //
JK: Gimana dong lagunya?
O: Bukan begitu lagunya... //
JK: Salah ya? Gimana dong lagunya? =
O: ‘Darah muda, darahnya para remaja...’ // Percakapan tersebut menjadi informasi yang berlebihan dari semula yang mengaitkan nama Dara dengan lagu Rhoma Irama.
35. Maksim relevansi D: Mbak Tuti apa kabar?
Pl: Baik. Dara makin cakep deh. =
D dan O: Makasih... //
JK: Dara, bukan Olga. Pernyataan terima kasih O yang membarengi D merupakan hal yang kurang sesuai karena Pl menujukan pernyataannya pada D.
36. Maksim Cara JK : //Hoo.. okay, kalo gitu mendingan sekarang kita main-main aja deh,, ya?// (suara Dara tertawa)
O : //Itu tu,=
JK : =Kenapa?=
O: =Itu tu, Sebentar, sebelum main-main, kita Tanya. Percakapan tersebut melanggar maksim cara, penutur O menjawab ajakan JK dengan jawaban yang justru membuat JK bertanya lagi. Jawaban kedua dari O adalah pernyataan alasan O tidak mau main-main saat itu juga.
37. Maksim Kuantitas O : Mitha, pernah pake rok ga sayang?
M : Pernah.
O : Pake clanaa mulu.
M : Pernah.
O : Pernah?
M : SMP, SMA, SM, SD. Percakapan ini terkesan tidak langsung mengenai topik. Hal ini terlihat adanya pengulangan yang dilakukan oleh penanya (O). si penjawab (M), hanya mengatakan satu patah kata yang membuat si penanya ragu atas jawabannya sehingga mengulang pertanyaannya.
38. Maksim Kualitas O : Pengin tau Sayang, Rantang Jengkol apa? (bertanya kea rah Mitha dan Dara)
M : Apa? Pelanggaran yang terjadi adalah karena si penjawab (M), justru bertanya kembali setelah ditanya oleh si penanya (O).
39. Maksim Kuantitas O : //Iya. Yuli mau nanya ama sapa, Yul?
Pl : Mau ini komenin, itu peragaannya, kayaknya Mitha ga pantes banget deh. percakapan di samping mengalami pelanggaran maksim kuantitas karena si penjawab (P) memberi pernyataan yang tidak sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.
40. Maksim Relevansi JK : //Mau salam, Bu?
Pl : E, Olga.
O : Siaaap. Percakapan ini mengalami pelanggaran maksim relevansi. Penutur (Pl) menjawab pertanyaan (JK) dengan memanggil penutur (O). hal ini dimungkinkan penutur (Pl) yang tidak focus terhadap lawan bicaranya
41. Maksim Relevansi Pl : Iya, salam-salam dong buat keluarga aku, yang ada di daerah Petamburan.=
JK : = A a, siapa lagi?
Pl : Iya, yang lagi nonton.//
JK : //Siapa?
Pl : Buat keluarga aku di Petamburan.= Pelanggaran terhadap maksim relevansi sangat terlihat saat penutur (Pl) menjawab pertanyaan (JK) dengan pernyataan yang tidak ada hubungannya sama sekali.
42. Maksim Cara Pl : //Bisa kirimin AC ga ke rumah?
O : Apa?
Pl : Bisa kirimin AC ga ke rumah?
JK : Tu minta AC, katanya.=
O : =Minta AC ?= Pelanggaran Maksim cara yang ada pada percakapan tersebut terlihat jawaban dari penutur (O) yang terkesan terbelit-belit. Hingga penutur (JK) pun membantunya mendengarkan perkataan dari (Pl). Penutur (O) yabg tidak langsung kepada permasalahan, dimungkinkan karena penutur (O) yang tidak jelas mendengar ucapan (Pl), atau (O) benar-benar tidak memahami apa yang dikatakan (Pl).
43. Maksim kuantitas M : Sambil berdiri diperagain?
O : Sambil berdiri terus lari-larian.=
Pada percakapan tersebut terjadi pelanggaran maksim kuantitas, sebab jawaban yang diberikan O terlalu berlebihan. Seharusnya jawaban dari pertanyaan M cukup dengan kata ya sambil berdiri-berdiri.
44. Maksim relevansi O : Ada yang ngajarin gak? Nih, potongan rambutnya harus gini. Kayak gini-gini. Terusnya yang lain kayak gini atau gimana?//
(suara organ dan riuh suara penonton)
JK : Waduh, buntung dong!
Pada percakapan tersebut terjadi pelanggaran maksim relevansi yang dilakukan oleh JK, sebab apa yang dikatakan JK tidak sesuai dengan apa yang ditanyakan O.
45. Maksim kuantitas JK : Ehe.. awet ya?=
O : Awet.=
(riuh suara penonton dan suara organ)
M : Awet. Tapi kalo style rambut atau apa sih, Dara gayanya sendiri, Mita gayanya sendiri.
Meskipun pertanyaan JK telah dijawab oleh O, M tetap menjawab pertanyaannya untuk memperkuat jawaban tersebut. Akan tetapi jawaban yang diberikan M terlalu berlebihan, karena dia menjelaskan mengenai hal yang tidak ditanyakan oleh JK.
46. Maksim kuantitas O : Lo ngarang. Pasti Lo ngarang nih?
JK : Enggak! Bener tadi sebelum hilang gitu upload-nya. Jadi, Mita yang perempuan beneran cocoknya jadi laki, yang laki beneran cocoknya jadi perempuan.//
Jawaban yang diberikan JK dapat dikatakan berlebihan. Mungkin ini ditujukan agar tidak terjadi kesalahpahaman sehingga dia memberikan jawaban dengan penjelasan yang cukup panjang. Padahal, jawaban sudah dianggap cukup dengan mengatakan enggak!
47. Maksim relevansi O : Ya, ini sekarang ada siapa lagi nih yang dibaca nih?=
JK : Nah, siapa tuh? Tuh, hilang lagi twitter-nya. Nih, bener deh aku gak bohong. Naah..//
Pada percakapan tersebut terjadi pelanggaran maksim relevansi, sebab antara pertanyaan O dengan JK tidak terjadi kerelevanan. Hal ini diketahui ketika O bertanya, JK balik bertanya dan kemudian apa yang diucapkannya itu tidak relevan dengan pertanyaan O.
48. Maksim kuantitas O : Kamu punya twitter g, sayang? (kepada Mita dan Dara)
M : Aku gak punya. Gak punya. Banyak banget yang masuk ke twitter, tapi aku gak punya.
Pelanggaran maksim kuantitas dilakukan oleh M, karena dia memberikan jawaban yang berlebihan. Padahal dengan mengatakan aku gak punya sudah cukup dipahami oleh O.
49. Maksim relevansi O : Apaan tuh? (0,5) O, kalo cincin mahal gak?//
JK : Buat apa?
Pada percakapan tersebut terjadi pelanggaran maksim relevan karena ketika O bertanya, jawaban JK adalah pertanyaan yang sama sekali tidak memiliki kesinambungan.
50. Maksim relevansi JK : Kok, dia tahu ya?//
O : Kira-kira mahal gak?
Penyebab pelanggaran maksim ini sama seperti penjelasan di atas.
51. Maksim kuantitas O : Kira-kira mahal gak?
M : Gak mahal. Pintar-pintar komplain aja. Apa yang kita punya, kita komplain. Gitu aja.
Pada percakapan tersebut, pertanyaan O cukup dijawab dengan gak mahal. Namun, M memberikan jawaban yang berlebihan yang sebenarnya tidak dipertanyakan oleh O. Mungkin hal ini dilakukan untuk memperjelas jawaban M.
52. Maksim relevansi O : Hehe... kaget ya?//
JK : Maju!//
Percakapan antara O dan JK tersebut tidak memiliki kesinambungan (tidak relevan).
53. Maksim cara JK : Pernah ada gak yang nyaru gitu. Eh, Mita! Mita! Tahunya bukan Mita, gitu.
M : Belum sih, ya.
JK : Belum pernah ya?
M : Ya, belum. Soalnya aku unik.=
Pada percakapan tersebut terjadi pelanggaran cara, sebab
jawaban yang diberikan M seolah tidak diyakini oleh JK, sehingga JK bertanya kembali. Padahal jika dilihat jawaban yang diberikan oleh M sudah tepat, yakni belum sih, ya.
54. Maksim kuantitas JK : Belum pernah ya?
M : Ya, belum. Soalnya aku unik.=
Pelanggaran maksim pada percakapan tersebut terjadi karena jawaban yang diberikan M melebihi batasan jawaban yang seharusnya cukup dijawab dengan ya, belum.
55. Maksim kualitas O : Iya belum tahu dalamnya. Ngomong apa? (menuju JK) Diem-diem nanti gue santet Lo!// (Mita dan Dara tertawa)
JK : Aah? Apa?//
O : Gue ngomong baik-baik. Ntar tiba-tiba aja lumpuh kaki Lo, ya!=
JK : Ah, jangan dong! (penonton tertawa).
Ketika O berkata Gue ngomong baik-baik. Ntar tiba-tiba aja lumpuh kaki Lo telah menunjukkan bahwa perkataan tersebut melanggar maksim kualitas, karena O mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai dengan perbuatannya. Dengan kata lain terdapat pertentangan dalam ucapannya itu, yakni ngomong baik-baik dengan ntar tiba-tiba lumpuh kaki Lo.
56. Maksim relevansi D : Sukanya (0,5) ya, bisa kenal sama banyak orang lainlah, gitu. banyak yang ikutin. Jadi kita kenal sama orangnya.//
O : Eh, maaf nih. Jadi beli celana gak nih?
Pada percakapan tersebut terjadi pelanggaran maksim relevansi, sebab yang diungkapkan O, yakni berupa pertanyaan sama sekali tidak ada hubungannya dengan apa yang diungkapkan D.
57. Maksim relevansi JK : Emang selama ini ngapain tuh?=
O : Biar gue yang sampaikan Mas Dhani. //
Pelanggaran maksim relevansi pada percakapan tersebut terjadi karena jawaban yang diungkapkan oleh O sangat tidak sesuai dengan pertanyaan JK.
58. Maksim relevansi JK : Ini kenapa sih?//
P : Asyik... asyik... asyik...
Sama seperti penjelasan di atas, yakni jawaban yang diberikan oleh P sama sekali tidak ada hubungannya dengan pertanyaan JK.
59. Maksim cara Pl : Aku mau tanya sama bintang tamunya Mita. Boleh gak ya?
JK : Bintang tamunya Mita? (bareng O) Bintang tamunya Mita siapa ya? (sambil tertawa).=
M : (tertawa) Siapa? Online ya?=
JK : Adanya bintang tamunya Online.
O : Bintang tamunya Mita?// Boleh deh.
JK : Berarti ada yang lebih ya?
M : Berarti kalian, mungkin.//
Pelanggaran maksim cara terjadi karena adanya kekeliruan dalam memberikan pertanyaan, yakni kekeliruan yang dilakukan oleh Pl bintang tamunya Mita. Karena karena adanya kesadaran logika JK yang menyadari kekeliruan tersebut, sehingga dia bertanya ulang. Begitu juga dengan Mita. Hal ini setidaknya telah menimbulkan keambiguan.
60. Maksim relevansi Pl : Di Lidah, dekat gigi, di kuping, apa gak sakit tuh rasanya Mbak Mita?
O : Lebih baik sakit ini. Di sini daripada sakit hati.=
JK: Oh, pengalaman, pengalaman, pengalaman. (riuh penonton) Ada yang curhat colongan.//
M : Pertama sih sakit, tapi lama kelamaan udah gak. Seikarang udah gak.
Pertanyaan yang diajukan Pl adalah untuk M. Akan tetapi terlebih dahulu dijawab oleh O dan kemudian dijawab juga oleh M. Jika dilihat, jawaban yang diberikan O sedikit menyimpang dengan pertanyaan Pl.
61. Maksim kuantitas JK: Wah... (sambil menghitung) satu, dua, tiga = empat.
Pl : Banyak sekali.
JK: Dua lagi mana?
M : Ini ada dua-dua, kiri, kanan, di lidah satu, di sini satu.
Pelanggaran maksim kuantitas yang dilakukan oleh M terletak pada jawaban yang ia berikan kepada JK. Pertanyaan yang diajukan oleh JK seharusnya cukup dijawab dengan memberitahukan letak dua tindikan yang dimiliki M dan tidak diketahui JK. Namun, ternyata M memberitahukan letak semua tindikan yang dimilikinya, padahal JK tidak menanyakan semua letak tindikannya. Mungkin hal tersebut dilakukan untuk memperjelas informasi yang akan diberikan kepada JK.
Kesimpulan
Dalam prinsip kerja sama Grice terdapat empat maksim, yakni maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim cara, dan maksim relevansi. Keempat maksim ini tentunya dapat ditemukan pada setiap percakapan. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa setiap percakapan harus memenuhi keempat maksim tersebut dengan benar. Hal ini disebabkan dalam suatu percakapan ditemukan pelanggaran maksim. Pelanggaran maksim tersebut biasanya terjadi karena ketidaksengajaan yang dilakukan oleh penutur, sehingga ada kemungkinan percakapan tersebut mengandung humor.
Percakapan yang terjadi dalam acara Online Trans TV ternyata cukup banyak ditemukan pelanggaran maksim yang dilakukan oleh presenter, bintang tamu maupun penonton. Pelanggaran maksim yang paling banyak ditemukan dalam percakapan acara tersebut adalah pelanggaran maksim relevansi dan kuantitas. Kedua pelanggaran tersebut dapat dijadikan sebagai pelanggaran yang dominan terjadi pada acara tersebut. Berdasarkan tabel di atas, pelanggaran maksim sering dilakukan oleh presenter dan bintang tamu, yakni Mita The Virgin.
Dampak adanya pelanggaran terhadap keempat maksim dalam percakapan tersebut, yakni:
1. pelanggaran maksim kuantitas yang dapat menimbulkan ketidakefektifaan atau berbelit-belitnya percakapan karena kontribusi yang berlebihan;
2. pelanggaran maksim kualitas yang dapat menimbulkan kesalahan informasi karena kurangnya pemahaman;
3. pelanggaran maksim relevansi yang dapat menimbulkan kegagalan komunikasi dalam percakapan karena tidak adanya ketersambungan percakapan antara penutur dengan mitra tuturnya;
4. Keempat, pelanggaran maksim cara yang dapat menimbulkan kesalahpahaman komunikasi karena ambiguitas pemaknaan konteks percakapan.
Sumber Acuan
Cruse, Alan. 2004. Meaning in Language: An Introduction to Semantics and Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.
Kushartanti, dkk. (Penyunting). 2006. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Lampiran
Transkripsi berikut ini merupakan pertuturan yang terjadi antara Olga Syahputra (O), Jeng Kelin (JK), Mita The Virgin (M), Dara The Virgin (D), penonton (P), dan penelepon (Pl) di acara Online yang ditayangkan oleh Trans TV edisi 23 Februari 2010. Acara dengan durasi enam puluh menit ini tayang setiap hari Senin sampai Jumat pada pukul 13:30.
(Musik)
(Riuh suara penonton)
JK : Ehm. Tuhaan... Berikan aku hidup satu kali la..gi.. hanya un..tuk men..
O : Apa lo nyanyi? Tuhan berikan aku hidup satu kali lahi? =
JK : Yaa... //
O : Lo idup sekali aja bikin ngerepotin dunia.. //
(Riuh suara penonton)
O : Ngapain lo idup kalo cuma ngerepotin orang? //
JK : Heh, Olgaku. Heh.. //
O : Itu lagu apaan sih? Lagu apaan? //
JK : Olgaku sayang... //
O : Itu judul lagunye apee? //
JK : Itu emang judul lagunya begitu... //
O : ‘Tuhan berikan aku hidup satu kali lagi....’ Judulnya apa? //
JK : ‘La... gi...’
O : Judulnya mati suri? =
JK : Bukan, bukan, bukan... Bukan mati suri. Judulnya itu, judulnya... Judulnya “Cinta Terlarang”.
O : Oh, “Cinta Terlarang”. ‘Tuhan berikan aku hidup satu kali lagi’ =
JK : ‘Satu kali lagi...’ //
O : Oh, mati suri itu berarti...
JK : Ih... diomelin loh. Nanti diomelin sama yang punya lagu loh.
O : Lagian lo nyanyi kayak kebagusan aje. Mohon maap ni sebelomnye ye =
JK : Ha.. //
O : Lo nyanyi depan senior...
JK : Senior sapa?
(Riuh suara penonton)
O : Bukan apa-apa...
(Suara gaduh)
O : Ahahahaha.
JK : Mampus... Sukurin! //
O : Ahaha. Bukannya begitu. Lo nyanyi depan gue, penyanyi. Lo tau kan lagu gue kan, “Hancur hatiku”.
JK : Oh, ya ya ya... //
O : Tau kan? =
JK : Tau. Itu biasanya, kalo misalnya ada kucing, anjing mati dikuburin dinyanyiin lagu “Hantu-hantu hatiku”. ‘Kan jadi hantu.
O : Ahahaha.
JK : ‘Hantu, hantu...’ Bener!
O : Udah, lo jangan nyanyi depan gue deh. Kalo lo bagus, baru...
JK : Yee, bagus suara aku. Kalo ga... //
O : Suara apaan bagus? Ngomong aje... //
JK : Eh ga bakalan... //
O : Ngomong aje cempereng! //
JK : Kalo, kalo nggak percaya, tanya nih nanti sama, sama tamunya. Dia mau aku jadiin aku pokalis loh. //
O : Ini dia “The Perawan”.
JK : “The Virgin”. “The Virgin” nih...
(Musik)
(Suara riuh tawa dan tepuk tangan penonton)
JK : Ahahaha...
O : Sekadar pemberitahuan, pemberitahuan pemirsa Online di mana pun berada, si Mitha, Dara ayam ini takut banget ama yang namanya Jeng Kelin. Katanya, badut badut karena mukanya kayak badut.
JK : Aku disangka baduut...
O : Iye. Die pernah trauma waktu kecil... //
JK : Ooh... //
O : Ketakutan...
(Riuh suara tawa, sorak, dan tepuk tangan penonton)
O : Udah... Duduk //
JK : Aku mau duduk sebelah... //
O : Udaah! //
JK : Aku mau duduk sebelahnya Dara muda. Uuh...
O : Jangan! Makanya anak kecil suka ngeliat lo sawan ya kayak gini nih...
(Penonton tertawa dan bersorak)
JK : Heh! Uh...
O : Apa kabar? =
M : Baik, Kakak. Baik. //
O : Aduh, rambutnya... Abis maen layangan ni?
M : Ahahaha.
(Riuh suara tawa penonton)
JK : Eh, ini, dia dandan kayak begini soalnya apa... //
O : Oh iye, bukan ape-ape, rambutnye kayak benar kenur...
(Riuh suara tawa penonton)
JK : Eh, bukan! Ini The Vigrin dandannya begini soalnya hari ini tuh temanya trendsetter. Nah, ngerti nggak tuh?
O : Waah...
(Riuh suara penonton)
O : Oh, tau. Trendsetter... //
JK : Ngerti trendsetter? Apa trendsetter?
O : Trendsentter itu yang bawain acara... //
JK : Presenter itu, bukan trendsetter!
O : Oh, trendsetter itu kayak misalkan Online nih... //
JK : He-eh... //
O : Trus dibilang ginih, ‘Penontoon... Ada telepong...’
JK dan P : Angkat dong!
O : Nah, itu namanya trendsetter.
JK : Haa... trendsetter... //
O : Ya itu dialah! //
JK : Bukan senter!
O : Hahaha. Nah, jadi rambut yang kayak begini nih diikutin ama anak-anak muda jaman sekarang, ya. =
JK : Diikutin ama anak-anak muda. Emang pada gila sih anak muda, yah...
(Riuh suara tawa penonton)
O : Tuh banyak rambutnya pada diwarna-warnain...
JK : Ha, semua kayak The Virgin tuh di luar situ tuh...
(Riuh suara tawa, sorak, dan tepuk tangan penonton)
(Suara dering telepon)
JK : Eh, eh, ada, ada...
O : Entar dulu. Penonton dulu bilang. =
JK : Oh iya... //
O : Penontoon...
P : Wei...
O : Ada telepong. Ahahaha.
P : Digoyang asik... Digoyang asik... Digoyang asik...
O : Mau ke mana?
JK : Waktu itu ya, ada yang di twitter ‘kan nanya, pas ulang taun pake kalung ini ‘kan... =
O : He-eh. //
JK : Terus ditanya, ‘Kok kalungnya nggak dipake lagi? Dijual ya?’ Taunya masih ada. Hehehe.
(Riuh suara penonton)
O : Masih ada...
JK : Haloo...
O : Lo, kalung lo... //
JK : Hah?
O : Kalung lo mane? =
JK : Ada. //
O : Mane?
JK : Di dalem hatiku...
(Riuh suara tawa dan sorak penonton)
O : Ah! Gue sih ye sisa-sisa masih gue simpen. Ini emang elu, elu dikasih kalung, lo, lo jual buat bayar kontrakan. //
JK : Buat modal.
(Riuh suara tawa dan sorak penonton)
JK : Halo... //
O : Tuh kan, orang susah gue tau die. //
JK : Halo... //
O : Makan... //
JK : Halo... This is Jeng Kelin... //
O : Makan aje minta di tetangga... //
JK : Hus... Diem deh lo! Halo... This is Jeng Kelin speaking. What’s up, dud? You anything problem? Cup... cup... cup... Waah...
O : Online...
JK : What’s up...
Pl : What’s up, dude?
O : What’s up! Siapa namanya?
Pl : What’s up, dude?
O : Sia... Siapa namanya?
Pl : Dari Mia, di Garut.
O dan JK : Hah?
Pl : Dari Mia, di Garut.
O : Oh, sering gatel-gatel garut-garut mulu. //
JK : Garuk itu, garuk, garuk, garuk!
O : Mau ngomong ama siapa Mia? =
Pl : Enggak, aku mau ngomong sama Olga dulu.
JK : Ha...
O : Oh, boleh.
Pl : Aku gemes banget sama Olga. Pinginnya... //
JK : Hah?
(Riuh suara penonton)
O : Mia... //
(Sorak penonton)
JK : Sukurin! Sukurin! Sukurin!
O : Pada sirik banget sih!
Pl : Minta tolong dong
O : Lo sirik aja ama gue... Apa sayang?
Pl : Ehm, Jeng Kelin tolong cubit pipinya Olga. //
JK : Tolong cubit? //
Pl : Menggoda banget pipinya. //
JK : Dicubit? Dicubit apa dicium?
Pl : Dicium aja deh, biar ada bekasnya. //
JK : Ih, enak aja. Entar gue rabies. Gue cubit aja ya? //
(Riuh suara tawa dan sorak penonton)
O : Heh, apa lo bilang? =
JK : Raa... Ra... //
O : Lo cium gue rabies? Gue ngobrol ama lo aja nih... //
JK : He-eh. //
O : Udah najis gue nih. //
JK : Hahaha.
(Riuh suara tawa dan sorak penonton)
Pl : Olga... Olgaa...
O : Iya, Mia.
Pl : Olga...
O : Apa sayang?
Pl : Mau ngobrol sama bintang tamunya dong... //
O dan JK : Boleh... //
O : Bintang tamu? Boleh. //
JK : Sini Mitha sama...
O : Mau ngobrol sama bintang tamu boleh, mau nanyain yang udeh meninggal juge boleh.
JK : Hahahaha. Itu nggak ngomong.
(Riuh suara tawa penonton)
JK : Majuu... Maju... //
M : Iya, iya, iya... //
O : Maju, sayang.
JK : Ah, kok Dara jauh-jauh sih?
Pl : Halo, Mitha sama Dara. =
M : Halo juga. //
O : Sst... //
M : Hahahaha.
JK : Duh... Duh...
Pl : Trendsetter-nya tuh dari mana sih? Terinspirasi dari tokoh apa?
M : Hah? Oh? =
Pl : Idola kalian apa? =
O : Idola kalian apaan?
M : Idola, aku suka sama Matthew, Muse.
O : Apaan tuh? //
M dan D : Hahaha.
JK : Apaan tuh?
(Riuh suara penonton)
M : Gitarisnya Muse. Hehehe.
JK : Oh, gitarisnya Muse?!
O : Gitaris? //
JK : Ooh...
O : Ya Allah, gue pikir nama makanan. Apa gitu... //
M : Hehehe. //
JK : Namanya Meti? =
M : Matthew. Matthew.
JK : Matthew.
O : Matthew. Matthew.
JK : Oh, ya ya ya.
O : Dulu yang pemaen gitar itu pernah... //
JK : Matthew. //
O : Pernah maen Tersanjung tiga.
M : Hahaha.
D : Hahaha.
O : Iya.
JK : Terus, mau nanya apa lagi?
Pl : Kalo si Dara?
O : Dara? Sukanya... =
D : Aku sukanya sama... //
O : Sama siapa?
D : Ashley Simpson. //
O : Siapa tuh? =
JK : Penyanyi, ada. //
D : Penyanyi.
O : Oh, penyanyi. =
JK : Penyanyi luar negri. //
O : Tuh gitaris, penyanyi. Lo suka Gaban. //
JK : Aku suka... //
(Riuh suara tawa penonton dan The Virgin)
M : Ahaha. Gaban!
O : Mbak Mia, sayang, cakep, kamu dapet... //
Pl : Iya, kenapa Olga? //
O : Kamu dapet lima ribu ya, Neng. =
JK : Lima ratus ribuu! //
O : Eh, salah, lima ribu! Maaf. //
JK : Lima ratus ribu! //
O : Lima ratus ribu. Maaf, ya...
Pl : Iya, makasih, ya. //
O : Makasih, ya, Sayang. //
JK : Dadaah... //
Pl : Iya, dadaah... //
O : Eh, salam nggak? Mau salam nggak? Mia, mau salam nggak? Hei!
M : Hei... Hahaha. //
Pl : Mau, mau, mau.
JK : Oh, mau?
O : Mau!
Pl : Mau salam buat temen-temen aku yang ada di Unpad... //
O dan JK : Unpad! //
M : Oh, anak Unpad? =
Pl : Iya. Terus sama Olga, sama Jeng Kelin. //
O : Iya, makasih ya, Sayang. //
JK : Hee... Makasih... //
Pl : Biar nambah akrab deh, akur-akur deh. //
(Riuh suara penonton)
JK : Hihihi...
O : Nggak mau ah...
JK : Aa... aah...
O : Kita ini suami-istri... //
JK : He-eh. //
M : Ooh... //
O : Belom tau. Kita ini suami-istri... =
JK : He-eh, suami-istri... =
O : Nah, keluarga kita namanya keluarga Laknat =
JK : Keluarga Laknat.
M dan D : Ahahaha.
(Riuh suara tawa penonton)
Pl : Olga...
JK : Ya, ya kenapa? //
O : Ya, Sayang, kenapa? =
Pl : Nikah, nikah, nikah yang ini dong, nikah asli, jangan nikah siri.
M : Ahaha.
O : Ooh...
(Riuh suara penonton)
JK : Kita digosipin. //
O : Tadinya mau nikah siri. Sirinya dipake nenek gue, ini orang jadinye.
(Riuh suara tawa dan sorak penonton)
JK : Dadaah... =
O : Makasih ye, dadah...
JK : Dadaah...
O : Udeh dadah... Penontoon...
P : Wooi...
O : Jeng Kelin sini dong.
JK : Nggak ah, mau deket-deket ini... mau deket... //
O : Entar ‘kan kita nggak tau mau diapain ama penonton. Eh, penontoon...
P : Wooi... //
O : Iklaan...
P : Cium Dara...
D : Aahh...
(Musik)
O : Onlinee...
JK dan P : What’s up, dude?
O : Sekarang The Virgin harus ngomong, ye. Kalo Olga bilang ‘Online’, lo bilang, ‘What’s up, dude?’ =
M : Iya. //
O : Ya. Itu anak gaul di Amerika.
JK : Sombong, sombong... //
(Suara riuh penonton)
O : Lu ngga, lu ngga pernah ke Amerika sih...
M dan D : Hahaha.
(Penonton juga tertawa)
O : Ngga, gue kenal deket sama Josh Gorbon
M : Ahahahaha...
JK : Josh Gorden.
O : Ahahahaha...
JK : Josh Gorden, bukan Josh Groban.
O : Cobe ye. Onlinee...
M dan D : What’s up, dude?
(Suara riuh penonton)
JK : Manis sekali yaa...
O : Eh, ‘what’s up’-nya yang ‘What’s up, dude?’
M : Oh, yang semangat! Semangat! //
O : Lebay deh. Ngeri banget suara lu... //
D : Hahaha.
M : Lagi, lagi. //
O : Online...
M dan D : What’s up, dude?
O : Naah... //
JK : Yee...
(Riuh suara penonton)
JK : Tapi dia kayak teriakin maling. //
O : Iye, makanye... //
JK : ‘What’s up, dude?’ gitu...
D : Ahahaha.
O : Tapi nggak pa pa, gayanya Slank.
JK : He-eh, gitu... Nih...
(Suara riuh penonton)
O : Tanya lagi artisnya!
JK : Nih ‘kan, gayanya begini banyak yang niruin gitu ya. Sadar nggak kalo kalian jadi trendsetter?
M : Amin. =
D : Nggak.
JK : Nggak sadar?
D : Nggak. =
M : Nggak, nggak. //
JK : Masa?
(Riuh tawa penonton)
JK : Sadarnya apa?
M : Nggak.
JK : Nggak sadar?
M : Nggak. //
O : Sama kayak lo, lo ‘kan gila, tapi lo nggak sadar. //
D : Ahaha.
JK : Saya mah sadar gila, hu-uh. Nah, terus kalo misalnya gaya begini, ada ini nggak, patokannya, modelnya ngeliat siapa gitu? Atau didandanin ama siapa gitu? =
O : Ya, kayak misalkan Jeng Kelin, patokannya sebelom kayak begini, pernah liat orang gila di Tomang nggak? //
M dan D : Ahaha. //
O : Nah, itu.
(Riuh suara penonton)
M : Patokan? Kalo patokan sih banyakan kita browsing dari Jepang style.//
O : Sadaap... //
JK : Ooh... Dari Jepang?
JK : Tapi ngakunya nih, si Dara muda nih doyannya nontonnya India...
(Riuh suara penonton)
JK : Indiahe, Indiahe... //
O : Katanya India?
(D mengangguk)
O : Oh, muka lo kayak Kajol. //
D : Ahaha.
M : Ahahaha...
O : Tere kusuman, kusuman kuhee...
M dan D : Ahahaha...
O : Gitu ya lagunya ya? Ada ya lagunya?
D : Lagu siapa?
O : Ada. Lagu itu... Itu lagunya Naginal yang jadi si... =
M : Uler... =
D : Nagin! Nagin! =
JK : Nagiin! //
M : Nagin, Nagin, Nagin. Tau, Sri Devi.
O : Apa tuh Sri Devi? //
D : Bukan. Nagin bukan Sri Devi.
M : Apa dong?
D : Tau... //
JK : Ini bekas India gimana sih sebenernya?
D : Hahaha.
(Suara dering telepon)
O : Ya. Eh, sehari-hari gayanya kayak gini nggak nih?
M : Begini ajah. =
D : He-eh. =
M : Apa adanya.
JK : Kayak gini? //
O : Oh, gitu... //
JK : Tapi ‘kan dulu sebelom jadi artis pasti rambutnya nggak warna-warni gini ‘kan?
D : Aku ini baru pertama kali diperawanin ini rambutnya. //
JK : Baru diperawanin?
D : Baru diwarnain. Hehe.
(Riuh suara tawa penonton dan bintang tamu)
(Suara dering telepon)
O : Baru pertama kali di... dicat-cat... //
JK : Oh, baru pertama kali dicat-cat.
O : Bentar, ya, Neng.
JK : Haa...
O : Penontoon...
P : Wooii...
O : Ada telepong...
P : Angkaat! Digoyang asik... Digoyang asik... Digoyang asikk...
JK : Au, au, au... Majuaan... Hayooo, this is Jeng Kelin speaking. What’s up, dude? Anything problem? Cup... Cup... Cup...
(Riuh suara tawa penonton)
JK : Kayak masuk ke goa, suaranya ‘Aoo aoo aoo...’ gitu lagi... //
O : Hahahaha... Online...
JK : Wa a bud?
Pl : Online... What’s up, dude?
O : Ih, pinter.
JK : Yee...
(Riuh suara tepuk tangan pembawa acara dan penonton)
O : Siapa ini?
Pl : Tuti...
O : Tuti? Tutii...
JK : Tuttiii...
O : Tuti, asal kentut, mati.
(Riuh suara tawa penonton dan bintang tamu)
O : Ya, Tuti di mana, Tuti? =
JK : Tuti di mana?
Pl : Jakarta. //
O : Jakarta... =
JK : Di Jakarta...
O : Tuti mau nanya sama siapa, Tuti? Dara atau Mitha? Atau dua-duanya? =
Pl : Sama Dara deh... //
O : Sama Dara... =
JK : Oh, sama Dara... Sini, Dara... =
O : Dara, sini, Sayang...
(Musik)
JK : Eh, aku tau masa. Dara ini ada lagunya...
O : Gimana lagunya?
JK : ‘Dara muda yang sangat memabukkan diriku...’ //
D : Hahaha... //
O : Salah, salah, salah. Sebentar... Sok tau, ye! Sok tau! Bukan gitu lagunya... //
JK : ‘Dara muda yang sangat memabukkan diriku...’ //
O : Bukan! //
JK : Gimana dong lagunya?
O : Bukan begitu lagunya... //
JK : Salah ya? Gimana dong lagunya? =
O : ‘Darah muda, darahnya para remaja...’ //
JK : Ohh... Aa... //
O : ‘Yang selalu merasa gagah...’ Gituu... //
JK : Nadanya sama sih... ‘Dara muda yang selalu memabukkan diriku...’ Mirip nadanya.
O : Nggak, nggak, nggak. Nggak sama. Nggak sama... Iya... //
D : Hahaha...
O : Mau nanya apa, Mbak Tuti?
Pl : Dara, apa kabar nih?
D : Hah? =
O : Dara apa kabar?
D : Alhamdulillah, baik. =
JK : Baik.
O : Mbak Tuti apa kabar? Tanya lagi dong.
D : Mbak Tuti apa kabar?
Pl : Baik. Dara makin cakep deh. =
D dan O : Makasih... //
JK : Dara, bukan Olga.
O : Oh... //
Pl : Dara kenapa takut ama Jeng Kelin, yah? //
JK : Wah... He-eh... //
D : Kalo di tivi sih masih lucu, tapi pas aslinya kalo diem... //
O : Jelek ya? //
D : Takut... //
JK : He-eh. Takut... //
D : Tapi kalo gini-gini, takut. Serem... //
JK : Waaa...
D : Aah...
(Riuh suara tawa penonton)
D : Hahaha... //
J : Hantu kali...
Pl : Peluk dong Jeng Kelinnya.
O : Coba Jeng Kelin dipeluk... //
JK : Haa...
O : Kenapa sih takut ama Jeng Kelin?
D : Huuu...
O : Mungkin ini kali, dia nggak takut ama mukanya... //
JK : He-eh. //
O : Mungkin dia takut ama baunya...
D : Hahaha. //
(Riuh suara tawa penonton)
JK : Apa sih? Wangi! Niih... Huuu...
D : Hahaha. //
(Riuh suara tawa penonton)
JK : Tiap hari mandi. //
O : Tetep aja lo apek. Badan lo ‘kan kayak topo. Bau! //
D : Hahaha.
O : Mbak Tuti, mau salam-salam, Mbak Tuti?
Pl : Iyaa... //
O : Boleh. Sip... //
Pl : Buat semua temen UNJ deh... //
O dan JK : UNJ...
Pl : Iyaa... //
JK : Siapa lagi?
Pl : Sama kru Trans TV semuanya
O : Iya, sama-sama. Makasih, Sayang. =
JK : Makasih...
(Riuh suara tepuk tangan)
O : Kamu dapet lima ratu ribu ya... =
JK : Yaa, lima ratus ribuu... Hoo...
O : Oke, duduk atau iklan... =
JK : Balik lagi. Duduk lagi... //
O : Duduk lagi ya?
JK : Duduk pulang... =
O : Duduk pulang...
JK : Duduk dulu... //
O : Tanya lagi. Pertanyaannya apa?
(Riuh suara penonton)
JK : Nih, kalo... //
O : Cowoknya suka nggak lu dandanannya kayak begini nih?
M : Kebetulan Mitha masih jomblo...
(Riuh suara sorak penonton)
JK : Oh, masih jomblo? //
M : Mau daftar?
O : Mitha jomblo... //
JK : Mitha jomblo, kalo... //
O : Jangan dijawab! Penontoon... //
D : Hahaha.
M : Hahaha.
(Riuh suara tawa penonton)
O : Lupa ‘kan gue jadinya.
JK : Otak saya geblek. Otak saya... //
O : Penontoon...
P : Woii...
O : Iklan!
(Suara penonton dan musik)
O : kalo ngikutin dara.. mitha.. enak. Hehe.. masa’ orang gila diikutin.
(penonton tertawa)
JK : tapi Ga, tapi liat dong di tipi situ tadi, justru semakin gila semakin ditiruin, yang wajar-wajar malah ga ditiruin. (suara riuh penonton) He-e, bener.
O : Sebentar,=
JK : =Apa sih?
O : si.. Mita megang gitar..=
M : =iya ni.
O : coba lo jalan trus gitar lo taro’ di pundak, pasti orang bilang, wuih.. Berkelana Dua nih.. (suara penonton gaduh)
M : Hha.. Rhoma Irama.
JK : Rhoma Irama dong itu.
O : haha Rhoma Irama.. Nyanyi sedikit dong.=
D : =Nyanyi? Boleh.
O : e sedikit, yang lagu the virgin, begadang dua.
D : Begadang dua.. haha
(Mita dan Dara nyanyi)
O : Dah.. kalo dah pada begadang, ya? Nyanyi lagu dangdut, minum, gorengan, kacang ama keripik.
(penonton tertawa)
JK : pintal. Dulu begitu ya? =
O : =Begitu.
JK : Masa lalunya ya..?
O : Bukan, nongkrong. Main gitar di kuburan. Wuih, seru banget.//
JK : //Tapi, tadi ni belum dijawab.//
O : //Ya belum dijawab nih.//
JK : //Sama Dara.
O : Dara. Gimana, cowoknya komplain ga kalo dandanan Dara kayak begini ni. Rambut pake diwarna-warnain.=
JK : =e-eh.
O : Ini leher pake diiket-iket.=
JK : =Pake kalung.
O : Kayak bulldog jatohnya, kan git.
D : Eheheheh… enggak, ga komplain. Soalnya ga punya pacar.
O : Ga punya pacar?//
JK : //Uuuh, jadi masih pada jomblo dua-duanya?
D : Iya, kalo mau daftar boleh ketik..=
M : =di bawah ini. (sambil menunjuk ke arah bawah ala iklan promosi)
JK : Ooo, dia buka lowongan.//
O : //Ooo…Belom punya pacar. Masa sih cakep-cakep belum punya pacar?
D : Belom.
JK : Kalo sama yang gini, mau ga? (sambil menunjuk kea rah Olga)
D : ehehe…
JK : Ga mau?.. (Bertanya kepada Dara
O : Kita kan udah suami-istri,=
JK : =Oiya, jadi, ga boleh selingkuh ya?=
O := Ga boleh..//
JK : //Hoo.. okay, kalo gitu mendingan sekarang kita main-main aja deh,, ya?// (suara Dara tertawa)
O : //Itu tu,=
JK : =Kenapa?=
O : =Itu tu, Sebentar, sebelum main-main, kita Tanya.
JK : Apa?
O : Mitha, pernah pake rok ga sayang?
M : Pernah.
O : Pake clanaa mulu.
M : Pernah.
O : Pernah?
M : SMP, SMA, SM, SD.
JK : Ooo. Kalo itu mah apa boleh buat.//
O : //Kalo sekarang, kalo sekarang udah ga pernah pake rok ya?
M : Ooo, udah lama enggak.
O : Udah ga lama?=
M : =Udah lama.
O : Takut dilalerin kali ya, ato ga.
M : Hahahaha….
O : Kotor.. kan harus bersih kalo pake rok, mengkangkang.//
JK : //Udah, mendingan sekarang kita buktiin aja ni ya.. saatnya Rantang Jengkol..
(latar musik)
O : Pengin tau Sayang, Rantang Jengkol apa? (bertanya ke arah Mita dan Dara)
M : Apa?
O : Penonton, Rantang Jengkol apa? (bertanya ke arah penonton)
P : Berani Ditantang Jeng Kelin dan Olga..
JK : Baguuus..
O : Aaaaa…//
M : //hada apa eneh..?//
JK : //Jadi, berani ditantang kita berdua. //
O : //Penonton itu, e, anak panti asuhan gue.
Oke.
Ehehehe.. orang tuanya udah pada ga ada. Gua yang e, gua yang baya..=
JK : =Wa, nyumpain lho, emak bapaknya udah ga ada lho. Ni ya..//
O : //Ya uda langsung.
JK : Jadi…//
O : //Astaga, pantesan Tata Dado ngomel-ngomel. Dibawa-bawa.
JK : Jangan gitu dong, Bu. Pasti Ibu kangen ya, pengin pake bulu-bulu ya..//
O : //Eh, tapi..//
JK : //Ni ya, jadi pokoknya, karna Mitha ga pernah dandan perempuan,
O : Ya.
JK : sekarang mau kita ubah.//
P : //Masalalu..
JK : Kita mau balik nih. Jadi, e, Mitha dandan ala Dara yang girly, Dara dandan ala Mita yang tomboy.
O : Ooo.. tuker, tuker balik//
JK : //Ini, buat//
M : //Ini dipake?=
JK : =he-e. Ni buat Mith, ya, ni buat, e, buat dara, ni buat Mitha tu, tu yang pake bando-bando kayak peri-peri tu.//
D : //Hehe,, bawa pulang ya.
JK : Hnge.. ni pake jeket biar kayak Mita ni. Mita pake rok… hwaaa..
(suara riuh penonton)
JK : Ayo dipake roknya.. huu..
O : Ayo pake.
(penonton pun masih ramai)
JK : He em.
Hayo Dara, Dara juga dipake.=
D : =Tar dulu, tar dulu.
P : Pake, peka, pake.
D : Kegedean ini jaketnya.
JK : Ehehehe.
M : Akhirnya pake rok juga.
Ga muat si..
JK : Itu ada celananya soalnya.=
M : =O ada celananya.
JK : He-e
Iih, Mita cucok deh kalo kayak gini-gini, manis deh..
O : Yak.
M : Ya udah kalo pake ini, di sini aja. (sambil mengenakan rok di kepalanya)
JK : Yaaa, jangaaan.
O : Mitha, e,
D : Ini bukan kayak Mita.//
O : //Bentar,//
JK : //Kayak apa dong?
D : Kayak Glow. Hahaha..//
O : //Mita, Mita..
Mita, Mitha.. Sepatunya pake juga ya…
JK : Ne, pake gelang-gelangnya..
O : Tu.. pake, se.. coba,//
JK : //Mitha pake kalung dah.
O : Kalung.//
JK : //Biar cantik.//
O : //Digini’in.. (sambil melingkarkan bulu-bulu di leher Mitha)
M : Abis-abisan nih.
O : Seet, waah, Mita,,//
D : Pake sarung tangannya, pake sarung tangannya.//
O : Ga, pas Mita jalan, tar orang-orang pada bilang, “Ooo, banci Klender..”
P : Whahahaha…
JK :Weiiiiiiiii….
Hayo, (ada suara dering telepon)
(Mita berpose dengan kostumnya yang baru)
O : Ya Allah.. Ya Rabbi.
JK : Tadi Mita udah pose-pose, sekarang Dara yang pose ala Mita coba,//
D : //Ini Gelow.. bukan Mita.//
O :// Coba//
JK : //Coba.
D : Gelow ya..
O : Ya, ceritanya ketemu sama orang di Menteng lah.
JK : Ayo coba.//
D :// ketemu di Menteng
O : Wei What’s Up gitu nah.
M : Pake rok tapi dia gini..
Mau Bang?.. (Mita yang girly bergaya ke arah Dara yang bergaya tomboy)
O : Wah, luar biasa ya The Virgin ya. Ya silahkan duduk, duduk. (suara telepon bordering)
Eeh eh, Penontooon… ada telepooong…
P : Angkaaat.. Asek digoyang asek digoyang asek digoyang aseeek…
O dan JK : He he he he…
JK : Kayak dangdut koplo.
(Jeng Kelin menerima telepon)
Halooow, this is Jeng Kelin speaking what’s up you anything problem. Cup cup cup..
O : Online..?
Pl : What’s up dude...
O : Cakeep.//
JK : //Yee.
O : Siapa ini?
Pl : Yuli di Tambun.//
JK : //Yuli.//
O : //Yuli di Tambun?. Bekasi ya, Yul?
Pl : Iya betul.//
O : //Iya. Yuli mau nanya ama sapa, Yul?
Pl : Mau ini komenin, itu peragaannya, kayaknya Mita ga pantes banget deh.
P : Waaaa….
M : Setuju. Setuju.//
Pl : //Kayaknya ini ni..
JK : Ngeri ya?
Pl : He-e ngeliatnya ngeri banget.//
M : //Kayak kak Olga jaman dulu bukan?
P : Waaa…
JK : Ibu (menyebut Olga), jaman dulu begitu?..//
O :// Ho-oh, iyah, gue jadi inget waktu gue di rel.
Sini sayang.//
JK : //Sini maju.//
O : //Maju, maju Mita. Ya//
Pl : //Ya. Mau nanya sama ini dong, bintang tamu.
O : Boleh sayang. Ayak , apa Yul?=
Pl : =mau Tanya sama Mita.
M : Be Your Self ya ga Bu? Bener ga Bu?
Pl : Mita?=
M :=Ya.
Pl : E, kayaknya kenapa si rambutnya dipotong pendek terus?//
O : //Kenapa si, Bu?//
Pl : //Kenapa ga panjang?//
O : //Kenapa si, Bu? Urusan orang, Bu..
(suara riuh)
M : Karena ga suka panjang.//
O :// Karena ga suka panjang.//
JK : //ngeuu..//
O : //Karena kalo panjang ribet?//
M : //Bukan ribet.//
JK ://Ga pernah?//
M : //Dulu pernah panjang. Cuman bosen ,jadi ganti rambut.//
Pl : //Iya, dulu kayaknya pernah liat di internet, rambutnya panjang, cantik banget.
M : Betul.//
JK ://Wuuoooo.
M : Makasi Ibu, Makasi. Makasi Ibu.
O : A, Ibu suka main internet juga ya? Yul?//
Pl ://Iya.//
O : // Ciye, gaul gila lu.
Pl : Gaul juga dong.
O : Ya ha ha, gaul juga dong.
JK : Lucu ya dia ya?
O : Mau nanya apa lagi, Bu?//
JK : //Mau salam, Bu?
Pl : E, Olga.
O : Siaaap.
Pl : E, Bisa ga kayak gayanya Mita, tomboy?
JK : Aaa, susah itu. Waaa.
O : Gampang, Bu. Saya kan dulu anak R&B. Diskotik mana si, Bu, yang ga kenal saya, Bu.//
JK : //Eh, Bu (menyebut Olga), tadi bilangnya katanya gaya jaman dulu di rel, sekarang bilangnya gaya R&B.
(Olga pun bergaya)
JK : Ga pantes.
Pl : Kayaknya ga pantes, tu.
JK : Eh, gayanya tetep=
Pl : =Gayanya tetep kemayu.
JK : Tetep gini..( Jeng Kelin memeragakan sebuah gaya). Jarinya tetep begini.
Pl : Olga. Olga…
O : Apa Yul?
Pl : Ini tetep kemayu, tangannya tetep miring.
JK dan O : Ha ha ha..
JK : Ibu, mau salam ga, Bu?
Pl : Iya, salam-salam dong buat keluarga aku, yang ada di daerah Petamburan.=
JK : = A a, siapa lagi?
Pl : Iya, yang lagi nonton.//
JK : //Siapa?
Pl : Buat keluarga aku di Petamburan.=
JK : =He-e.//
Pl : //di Tangerang. Dia sering, tiap hari menonton Online.
O dan JK : Trima kasih..
O : Tengkiu ya..
JK : Kalo gitu Ibu//
Pl : //Dapet salam Olga.=
O : =Apa sayang? Salam balik.
Pl : Dari Hesti katanya.
O : Hesti. Masih hidup?
(Suara penonton riuh)
JK : Eh, kalo dia bisa salam, artinya masi idup. Kl,//
Pl : //Bisa kirimin AC ga ke rumah?
O : Apa?
Pl : Bisa kirimin AC ga ke rumah?
JK : Tu minta AC, katanya.=
O : =Minta AC ?=
JK := He-e.
O : Kenapa ke gue aje.//
Pl ://Iya, Olga kan mau jadi milyarder sekarang.
O dan P : Hooaaaa.
O : Bu, Ibu catet alamat Ibu, nanti saya kirimin ya, Bu.//
JK : //E-e lewat mana?//
Pl : //Jangan Boong.=
O :// Iye, ntar saya kirimin. AC kan, Bu?
Pl : Iya, tinggal nunggu tagihan, kan?
O dan JK : Iyahahaha…
O : Lucu ya si Ibu..
JK : Ya udah, Ibu dapet lima ratus ribu.//
O ://Nah tu, buat beli AC.
P :Yeeeiii….
O : Penontooon..
P : Oooiii…
O : Iklan.
P : Guling, gulingan..
JK : Guling-Gulingan?
(musik)
(Musik)
(Riuh suara penonton)
O : Online...
P : What’s up dude...
O : Saya tadi lagi iklan ngobrol sama The Virgin. Saya bangga dan saya senang.
JK : Kenapa, tuh?
O : Setiap ada Olga, saya selalu nonton. Saya seneng sama Olga.
P : Ciey... ye... (tepuk tangan).
O : Eh, iya. Dia selalu ngikutin gue kalo lagi malu-malu. Gimana cobe, Mita.
M : Enggak, gue gak bisa.=
D : Bisa... bisa...=
M : Gak, Cuma Olga yang bisa peragain //
(musik dan tepuk tangan)
O : Kalo lagi malu-malu gitu.
Mita dan Dara tertawa. Riuh suara penonton.
O : Coba peragain.
M : Sambil berdiri diperagain?
O : Sambil berdiri terus lari-larian.=
D : Coba sambil berdiri, atuh!
JK : Ayo, coba!//
O : Gak ada gue, lo ledekin gue.
Mita tertawa sambil memperagakan.
O : Udah, udah.=
JK : Udah deh. Tanya lagi aja ya!
O : Tanya lagi.
JK : Nah, nih kalo gaya, mmh (0,5) apa namanya gaya kalian ini ada yang ngatur gak? Ada tim khusus fashion styles-nya atau apa gitu?=
O : Ada yang ngajarin gak? Nih, potongan rambutnya harus gini. Kayak gini-gini. Terusnya yang lain kayak gini atau gimana?//
(suara organ dan riuh suara penonton)
JK : Waduh, buntung dong!
M : Kalo baju sih, ada style-nya. Terus ada wonder-loap dari Sukabumi. Awet.=
JK : Ehe.. awet ya?=
O : Awet.=
(riuh suara penonton dan suara organ)
M : Awet. Tapi kalo style rambut atau apa sih, Dara gayanya sendiri, Mita gayanya sendiri.
JK : O, kalo gini bukan keinginan masing-masing, apa disuruh, apa emang pengen sendiri?
M&D : Sendiri.
JK : Emang pengen sendiri kayak gitu?//
O : Ye, kayak Lo aja. Lo aja yang kayak gitu.(tertawa)//
JK : Ini bukan aku! Uu...
(riuh suara penonton dan suara organ)
O : Penonton...
P : Hoi!
O : Baca twitter berarti harus pakai apa?
P : M3 man.
O : Eh, mana. Mana?
JK : Udah ngerti belum? Eh belum juga. (sambil memegang blackberry). Nih ya. Ya, ya, hilang. Ya... Ya, aha! (seolah berhasil menemukan twitter lagi) Nih, dari /.../ Wah, hilang. Pokoknya tadi ada yang bilang ya ke Online Trans TV (sambil membunyikan bibirnya) cup. Kalo Mita, gak pantes pake gaya cewek, Olga gak pantes niruin gayanya Mita, lebih cocok jadi cewek. Katanya gitu.//
(suara organ dan penonton tertawa)
O : Lo ngarang. Pasti Lo ngarang nih?
JK : Enggak! Bener tadi sebelum hilang gitu upload-nya. Jadi, Mita yang perempuan beneran cocoknya jadi laki, yang laki beneran cocoknya jadi perempuan.//
(suara organ dan penonton tertawa lagi)
M : Belum tahu dalamnya.=
O : Iya belum tahu dalamnya. Ngomong apa? (menuju JK) Diem-diem nanti gue santet Lo!// (Mita dan Dara tertawa)
JK : Aah? Apa?//
O : Gue ngomong baik-baik. Ntar tiba-tiba aja lumpuh kaki Lo, ya!=
JK : Ah, jangan dong! (penonton tertawa).
O : Ya, ini sekarang ada siapa lagi nih yang dibaca nih?=
JK : Nah, siapa tuh? Tuh, hilang lagi twitter-nya. Nih, bener deh aku gak bohong. Naah..//
O : Gue gak ngerti ama yang beginian.//
JK : Nah, beneran nih. Pokoknya tadi tuh ya, ada yang bilang, katanya /.../
O : Tuh, gue males. Ya terus ada yang bilang. Ada yang bilang.
(semua tertawa)
JK : Iya. Ini twitter-nya hilang, soalnya. Bener.=
O : Untung twitter-nya yang hilang. Untung bukan nyawa Lo!=
JK : Iih, enak aja!
(semua tertawa)
JK : Eh, beneran. Ini twitter-nya hilang. Pokoknya yang aku ingat tadi /.../
O : Tuh, twitter-nya yang hilang tadi masih Lo bilang juga.//
(M&D tertawa)
JK : Oh, ya udah deh. Gak jadi bilang deh ah kalo gitu. Uuu...
(Diam sejenak)
JK : Aku mau tanya lagi deh, kalo gitu deh!//
O : Kamu punya twitter g, sayang? (kepada Mita dan Dara)
M : Aku gak punya. Gak punya. Banyak banget yang masuk ke twitter, tapi aku gak punya.
JK : Kalo Dara?
D : Aku juga gak punya.=
O : Aku juga gaik punya twitter. Gak punya facebook. Gak punya macam-macam deh.//
JK : Uuh.. (M&D tertawa)
(suara organ dan riuh suara penonton)
JK : Kalo aku punya. Kalo dia gak punya, mungkin privacy. Kalo Olga gak punya, karena Olga gaptek. (penonton tertawa)//
O : Tanya lagi?
JK : Ooh, banyak.
O : Apaan tuh? (0,5) O, kalo cincin mahal gak?//
JK : Buat apa?
O : buat tampil.=
JK : Buat dandan kayak gini kalo mau tampil?=
O : Buat tampil harus pake gini-ginian. Ini apa nih?
M : Weighs.
O : Itu kayak gantungan gulali juga, gitu ye!=
(riuh suara penonton)
JK : Gulali?
M : Hahaha... (tertawa terbahak-bahak).
JK : Kok, dia tahu ya?//
O : Kira-kira mahal gak?
M : Gak mahal. Pintar-pintar komplain aja. Apa yang kita punya, kita komplain. Gitu aja.
O : Kamu sayang, cantik Dara?
D : Sama, aku juga.=
O : Sama. Lo ikut-ikutan gue.
(penonton tertawa dan muncul suara organ)
O : Suka dukanya jadi artis, nih. Sukanya apa?=
JK : Jadi trendsetter.//
O : Jangan diganggu dulu!
JK : Astagfirullahaladzhim.//
O : Hehe... kaget ya?//
JK : Maju!//
O : Penontooon...
P : Yooi...
O : Iklan!//
P : Jorokin...
(musik)
O : Online...
P : What’s up dude...
O : Hari ini banyak banget yang nonton. Sekali lagi terima kasih banyak. Ini ada Endi, ada Ajib, ada Hesti yang lagi di Pulau Seribu lagi pada nonton.=
JK : Ini juga ada Dania lagi nonton.=
O : Ada Pitu juga anak-anak kampus yang nonton. Mungkin pada gak bisa ke kampus gak bisa jajan, Cuma bisa nonton doang.
(M&D tertawa)
O : Tanya lagi.=
JK : Tanya belum dijawab. Pertanyaan tadi, suka dukanya jadi trendsetter apa?=
O : Apa suka dukanya Mita, Dara?
M : Suka ya /.../
O : Seneng gitu ya?=
M : Ya, seneng//
O : Abis suka ngikutin kita. Kalo ngikutin yang baik-baik, gak papa ya.=
M : Ya.=
O : Ya, kalo ngikutin yang gak baik-baik?//
JK : Pernah ada gak yang nyaru gitu. Eh, Mita! Mita! Tahunya bukan Mita, gitu.
M : Belum sih, ya.
JK : Belum pernah ya?
M : Ya, belum. Soalnya aku unik.=
JK : Huwa... wow...=
M : Geer banget ya? Pede. Hahaha...
(riuh penontonn)
O : Iya kalo muji diri sendiri gak papa ye.=
M : Kalau bukan kita, sipa lagi?
O : Betul!//
JK : Dara, coba!//
O : Lo, nyelak mulu. Coba Dara!
D : Apanya?
JK : Suka dukanya.=
O : Tadi pertanyaannya apa, apa. Jawab sendiri deh! (D tertawa)
D : Sukanya (0,5) ya, bisa kenal sama banyak orang lainlah, gitu. banyak yang ikutin. Jadi kita kenal sama orangnya.//
O : Eh, maaf nih. Jadi beli celana gak nih?
(riuh suara penonton).
O : Terus tanya lagi?
JK : Impian yang belum tercapai apa?=
O : Apa sih?
M : Satu, dua, tiga (bersama dengan D) album!
JK : Emang selama ini ngapain tuh?=
O : Biar gue yang sampaikan Mas Dhani. //
JK : Ooh..//
O : Bikinkan aku album lagi biar nurut /.../
JK : Mas Dhani/.../
O : Sama gue.//
JK : Aku juga minta dibikinin almbum.
(riuh suara penonton)
JK : Oho, gak boleh ya?
(bunyi dering telepon)
O : Ada telepon. Mas Dhani mau bikin lagu apa? Cicit cuit?
(semua tertawa)
O : Udah deh, jangan mimpi.=
JK : Eh, gak papa.
(M&D tertawa)
O : Penontoon...
P : Oiy!
O : Ada teleppong!
P : Angkat dong!//
JK : Ini kenapa sih?//
P : Asyik... asyik... asyik...
(riuh suara penonton)
JK : Ada apa, Bu? Hari ini Ibu gak konsentrasi.=
O : Iya, ada apa? Ibu kayak ada pikiran.
(riuh penonton)
JK : Hello, this is Jeng Kellin speaking.//
O : Astagfirullah.//
JK : What’s up do you anything problem? Cup..(bunyi gendang) belom... //
O : Hehe.. kayak film Tom and Jerry. Dung...dung...dung... //(penonton tertawa)
JK : Kayak nyolong apa, gitu.//
O : Online...
Pl : What’s up dude...
O : Siapa ini?
Pl : Dengan Rismawati di Priuk.
O : Wow, di Priuk.=
JK : O, Rismawati di Priuk.
O : Mau nanya sama siapa nih, Risma?
Pl : Aku mau tanya sama bintang tamunya Mita. Boleh gak ya?
JK : Bintang tamunya Mita? (baraeng O) Bintang tamunya Mita siapa ya? (sambil tertawa).=
M : (tertawa) Siapa? Online ya?=
JK : Adanya bintang tamunya Online.
O : Bintang tamunya Mita?// Boleh deh.
JK : Berarti ada yang lebih ya?
M : Berarti kalian, mungkin.//
O : Ya, sekarang terserah orang mau bilang apa. Sekarang terserah.//
JK : Gak papa ya?
O : Iya, itu urusan orang deh. Hidup gue itu, hidup gue!
(M&D tertawa)
M : Ya, kenapa Bu?
Pl : Mbak Mita.
O&M : Ya.
Pl : Aku mau nanya dong.
M : Ya.=
O : Ya, boleh. Kalo nelepon mesti nanya.
Pl : Kalo aku lihat Mbak Mita, banyak sekali yang ditindik-tindik ya?
M : Ya, bener.
Pl : Di Lidah, dekat gigi, di kuping, apa gak sakit tuh rasanya Mbak Mita?
O : Lebih baik sakit ini. Di sini daripada sakit hati.=
JK : Oh, pengalaman, pengalaman, pengalaman. (riuh penonton) Ada yang curhat colongan.//
M : Pertama sih sakit, tapi lama kelamaan udah gak. Seikarang udah gak.
Pl : O, gitu ya?
JK : Ada berapa sih, tindikannya?//
Pl : Kalo makan ada yang ngeganjel-ganjel gak rasanya?
M : Gak sih. Gak ngeganjel.=
O : Asal dia jangan makan batu aja, baru ngeganjel.
(penonton tertawa dan bunyi organ)
Pl : Itu Mbak Mita, selain di kuping, di bibir, kira-kira ada gak yang ditindik di tempat tertutup? Kayak di pusar, gitu?
M : Oh, gak ada. Gak ada.
Pl : Gak ada ya?
M :Gak ada cuman ini aja.
JK : Ada berapa?//
Pl : Kalo Dara ada gak?
O : Dara.
D : Aku tindikannya ada dua aja di kuping.
JK : Aku mau nanya //
Pl : Gak kayak Mbak Mita di dekat lidah?
D : Gak, takut.
JK : Ada berapa sih tindikannya?
M : Tindikan aku jumlahnya ada enam.
JK : Wah... (sambil menghitung) satu, dua, tiga = empat.
Pl : Banyak sekali.
JK : Dua lagi mana?
M : Ini ada dua-dua, kiri, kanan, di lidah satu, di sini satu.
JK : Ho...//
Pl : Kalo Olga, Olga berani gak digituin?
(P tepuk tangan dan D tertawa)
O : Aku gak berani.//
JK : Olga nanti// ditindik Bu. Di mata, nyatok bawah.
Pl : Kalau Jeng Kellin? Oh, jadi mau kayak Olga ya?
JK : Takut Bu. Gak berani juga.//
O : Jadi ditindik-tindikin, Bu?//
JK : Jadi matanya kerlip-kerlipan Bu.//
O : Ya, Ibu mau salam-salam, sayang?
Pl : Aku gak mau salam-salam. Aku mau minta lagunya The Virgin aja, boleh?
O : Oh, boleh dong.=
JK : O, boleh.
O : Yang mana, Bu?
Pl : Yang Cinta Terlarang, ya.
O : Cinta Terlarang.=
JK : Cinta Terlarang, baik.
O : Ok, nanti dinyanyiin ya, Bu. Insya Allah ya, Bu.
M : Yang mana lagi, Bu?=
O : Mau yang mana lagi?
M : Belahan Jiwa?
O : Belahan Jiwa, sebujur bangkai /.../
(semua tertawa)
JK : Udah Ibu? Ibu dapat lima ratus ribu!
O : Ibu terima kasih.
JK : Da, Ibu.=
O : Woi, luar biasa ya siang ini. Olga, Jeng Kellin, The Virgin bisa menghibur pemirsa yang ada di rumah. Tema hari ini luar biasa ya temanya.=
JK : Trendsetter.
M : Trendsetter.
O : Betul. Sekali lagi terima kasih banyak buat seluruh pemirsa yang ada di manapun berada. Ya, mohon maaf kalo misalnya ada yang nelepon gak bisa-bisa, besok coba lagi, mudah-mudahan rezekinya ya. Mohon maaf salah-salah kata dan perbuatan. Tolong dimaafkan.
JK : Dada...
O : Wassalamualaikum.
JK : The Virgin!
O : Ya, The Virgin.
M : Ayo, kita nyanyi!
JK : Oh, nyanyi ya!
The Vigin menyanyikan lagu Belahan Jiwa.
*** selesai***
Jumat, 28 Mei 2010
Makalah Metode Pengajaran Bahasa
Tyas Chairunisa
0706293160
Metode Pengajaran Bahasa
Pengajaran Bahasa melalui Keterampilan Menulis
Pendahuluan
Sekarang ini cukup banyak warga asing yang belajar bahasa Indonesia. Tujuan mereka mempelajari bahasa ini misalnya untuk mempermudah komunikasi dalam lingkungan Indonesia. Dalam mempelajari bahasa ini dibutuhkan pengajaran bahasa yang dapat digunakan sebagai sarana untuk memperlancar penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan dan kehidupan sehari-hari bagi warga asing. Dengan kata lain, pengajaran bahasa berperan penting dalam pembelajaran bahasa Indonesia terhadap warga asing.
Pengajaran bahasa terdiri dari empat keterampilan, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan membaca, keterampilan berbicara, dan keterampilan menulis. Keempat keterampilan tersebut diterapkan dalam pengajaran bahasa sebagai pola pembelajaran bahasa. Adapun hal yang perlu diketahui dalam pengajaran bahasa, yakni pentingnya membuat suatu silabus. Silabus dirancang dengan memperhatikan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh peserta didik. Pencapaian yang ingin didapat oleh peserta didik tentunya dikaitkan dengan kompetensi-kompetensi yang ada dalam silabus. Dalam silabus tersebut dicantumkan topik pelajaran apa yang akan diajarkan oleh peserta didik yang diuraikan dalam beberapa pertemuan, tujuan pengajaran yang berkaitan dengan hasil yang ingin dicapai oleh peserta didik, durasi waktu yang digunakan dalam pengajaran yang mencakup jumlah pertemuan dan lama waktu pengajaran tiap pertemuan, bahan ajar yang digunakan, serta latihan dan tugas yang dapat digunakan sebagai evaluasi pengajaran.
Dalam makalah ini, penulis akan mencantumkan silabus dengan menggunakan keterampilan menulis sebagai keterampilan utama sekaligus sebagai tujuan akhir yang ingin dicapai oleh peserta didik. Melalui pengajaran ini, peserta didik akan mendapatkan pengajaran menulis dan juga mempraktikkannya secara langsung sebagai salah satu bentuk latihan dan tolak ukur pencapaian dari pembelajaran bahasa. Penulis memilih keterampilan tersebut sebagai keterampilan utama karena keterampilan ini dapat dikatakan sebagai keterampilan yang mencakup ketiga keterampilan lainnya, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Melalui keterampilan menulis ini diharapkan peserta didik memiliki kemahiran menulis baik dalam teks verbal maupun teks nonverbal.
Silabus pengajaran ini ditujukan untuk kelas peserta didik atau siswa asing yang berasal dari Korea, Jepang, dan Australia berusia 20—30 tahun. Kelas pengajaran ini terdiri dari lima belas siswa. Siswa asing tersebut merupakan pertukaran mahasiswa yang berkuliah di jurusan ekonomi dan karyawan asing yang bertugas di Indonesia. Melalui pengajaran ini siswa akan memperoleh keterampilan menulis, terutama menulis yang berkaitan dengan ekonomi, misalnya dapat menulis artikel sederhana tentang ekonomi, mendeskripsikan tabel, grafik, dan diagram, kemudian menarasikannya.
Dalam pengajaran tersebut dibutuhkan sebuah metode sebagai bentuk pendekatan dalam penyampaian teori-teori yang akan diajarkan. Metode yang digunakan penulis dalam pengajaran bahasa ini adalah metode komunikatif. Metode ini digunakan karena dianggap efektif, sebab sangat menekankan situasi pengajaran yang tentunya berkaitan dengan konteks. Konteks ini merupakan hubungan antara pengajar dengan siswa, sebab dalam mengajar dibutuhkan komunikasi terhadap keduanya agar pembelajaran dalam pengajaran ini lebih mudah dicerna oleh siswa dan tujuan pengajaran pun dapat dicapai. Dengan menggunakan metode ini, pendekatan pengajaran menjadi cermat, terperinci, rasional, serta menggunakan berbagai sumber untuk bahan pengajaran. Melalui metode ini diharapkan siswa dapat mahir serta terampil dalam menulis berdasarkan wawasan yang mereka miliki, terutama berkaitan dengan ekonomi.
Materi yang akan diajarkan dalam pengajaran ini diawali dengan pembacaan dan pemahaman teks, lalu menjelaskan kata-kata yang sulit dipahami. Setelah itu materi dilanjutkan dengan menentukan ide pokok, kalimat utama, fakta-fakta yang ada dalam teks, membuat rangkuman atau ikhtisar, laporan bacaan, serta memparafrasekan teks. Selain itu diajarkan pula pendeskripsian grafik, tabel ataupun diagram kemudian dinarasikan. Di samping itu, siswa akan diajarkan membuat bagan dari sebuah teks begitu pula sebaliknya. Pembuatan bagan tersebut merupakan keterampilan menulis teks nonverbal, sedangkan mendeskripsikan atau menarasikan merupakan keterampilan menulis teks verbal. Setelah memahami materi-materi yang diajarkan, siswa tersebut harus mampu menulis teks dalam bentuk verbal dan nonverbal.
Rencana waktu pengajaran yang akan dilakukan adalah dua bulan. Jumlah pertemuan dalam pengajaran adalah dua kali seminggu dengan masing-masing pertemuan dilakukan selama 90 menit. Jangka waktu dua bulan dianggap cukup untuk mengajarkan serta menerapkan keterampilan menulis bagi siswa asing tersebut.
Bahan utama dalam pengajaran ini yang sangat penting adalah teks. Teks tersebut berupa teks yang berkaitan dengan ekonomi yang terdapat pada surat kabar, majalah, atau artikel dari internet, dan juga buku. Dengan kata lain, teks yang digunakan disebut sebagai bahan lepas, karena teks tersebut diambil dari beberapa sumber, seperti yang telah disebutkan.
Pada awalnya teks tersebut digunakan sebagai pembahasan suatu materi. Setelah pembahasan selesai, siswa akan diberi tugas dan juga latihan dari jenis teks yang serupa. Apabila siswa masih menemukan kebingungan dalam mengolah teks, materi akan di-review kembali dengan menggunakan teks yang sama atau yang jenisnya serupa sampai siswa tersebut paham. Latihan yang akan dilakukan siswa dalam pengajaran ini seminimal mungkin dilakukan pada setiap pertemuan, sedangkan tugas diberikan setelah dua kali pertemuan.
Contoh latihan yang akan diberikan ketika pengajaran, yakni pengajar memberikan bahan yang akan diolah oleh siswa. Pengolahan bahan dapat dilakukan dengan cara menulis dan menganalisis bahan berdasarkan jenis karangannya. Selain itu siswa pun wajib untuk mengerjakan tugas, kemudian dipresentasikan. Presentasi tugas dilakukan pada pertemuan kesembilan dan keempat belas.
Silabus Keterampilan Menulis
Deskripsi : Pengajaran ini memberikan pemahaman serta kemahiran menulis secara efektif dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kemahiran menulis diterapkan dalam empat jenis karangan, yaitu deskripsi, narasi, eksposisi, dan argumentasi. Pengajaran ini lebih mengarah terhadap penulisan yang berkaitan dengan bidang ekonomi.
Jumlah pertemuan/ minggu : 2 kali pertemuan/ minggu
Waktu pengajaran : Selasa 11.00—12.30
Kamis 11.00—12.30
Teknik pengajaran : materi, diskusi, latihan, presentasi
Tujuan instruksional umum :
1. Peserta ajar dapat memahami serta mahir menulis dalam segala bentuk penulisan.
2. Peserta ajar dapat menafsirkan serta mengembangkan karangan berdasarkan gambar berupa tabel, grafik atau diagram.
Minggu
Pertemuan Pokok Bahasan Subpokok Bahasan Tujuan Intruksional Khusus Kegiatan Bahan
1 1 Perkenalan peserta didik
- Peserta mampu memperkenalkan diri serta menceritakan latar belakangnya dalam bahasa Indonesia. Memperkenalkan diri satu-persatu di depan kelas dengan melakukan sedikit perbincangan mengenai peserta didik -
2 Menulis teks verbal Pemahaman kata-kata sulit dan frase Peserta mampu memahami kata-kata dan frase yang dianggap sulit maknanya. Membaca suatu teks, menandai kata-kata serta frase yang sulit, berdiskusi menjelaskan makna kata-kata tersebut Bahan lepas; KBBI
2 3 Menulis teks verbal ketatabahasaan Peserta mampu memahami unsur-unsur yang membangun suatu paragraf berdasarkan kasus tertentu. Berdiskusi dalam menentukan ide pokok, kalimat utama, kalimat efektif, menentukan fakta, dan pendapat dan juga latihan Keraf, 1994: 34—48, Arifin dan Tasai, 2004: ;Bahan lepas
4 Menulis teks verbal ketatabahasaan s.d.a Latihan dan mengembangkan suatu paragraf dari satu ide, pemberian tugas Bahan lepas
3 5 Menulis teks verbal Membuat parafrase Peserta mampu membuat rangkuman, laporan bacaan, dan parafrase dari teks. Menjelaskan rangkuman, ikhtisar, laporan bacaan, dan parafrase, mendiskusikan isi teks, latihan merangkum. Keraf, 1994: 261—267, 283—300, Arifin dan Tasai, 2006: 99—107, bahan lepas
6 Menulis teks verbal Membuat parafrase s.d.a Mendiktekan sebuah teks, membuat laporannya, memparafrasekan artikel, pemberian tugas Bahan lepas
4 7 Menulis teks verbal Deskripsi dan narasi Peserta mampu menafsirkan, mendeskripsikan dan menarasikan sesuatu dari gambar atau data (tabel, grafik, diagram) Pembahasan tugas penjelasan deskripsi dan narasi, latihan membuat deskripsi dari sebuah gambar Marahimin, 2005: 45—49, 96—106, bahan lepas berupa gambar dan data (tabel, grafik, diagram)
8 Menulis teks verbal Deskripsi dan narasi s.d.a Membuat deskripsi/ narasi dari data (tabel, grafik, diagram), mengisi teks rumpang yang berkaitan langsung dengan gambar dan data (tabel, diagram, grafik); pemberian tugas Bahan lepas berupa teks dan gambar dan data (tabel, grafik, diagram)
5 9 Menulis teks verbal Deskripsi dan narasi s.d.a Siswa mempresentasikan tugas yang telah dikerjakan dengan menggunakan bahasa Indonesia Bahan lepas, OHP/ LCD
10 Menulis teks verbal Eksposisi dan argumentasi Peserta mampu menulis karangan eksposisi dan argumentasi dikaitkan dengan bidang ekonomi Penjelasan mengenai eksposisi dan argumentasi, perbedaannya, pemahaman teks, dan latihan menulis eksposisi Marahimin, 2005: 193—201, bahan lepas
6 11 Menulis teks verbal Eksposisi dan argumentasi s.d.a Membaca sebuah teks, mengkritisinya, mengubahnya dalam bentuk karangan argumentasi; pemberian tugas Bahan lepas
12 Menulis teks verbal Jenis karangan Peserta mampu membuat dan empat jenis karangan dari sebuah studi kasus Pembahasan tugas; pengembangan empat jenis karangan dari satu tema mengenai ekonomi bisnis Bahan lepas
7 13 Menulis teks nonverbal Membuat teks nonverbal berupa bagan dan grafik Siswa mampu mengubah teks menjadi sebuah bagan dan grafik Mendiskusikan sebuah teks dalam bentuk bagan atau grafik, latihan mengubah teks ke dalam bentuk bagan atau grafik. Bahan lepas
14 Menulis teks nonverbal Membuat teks nonverbal berupa bagan dan grafik s.d.a Membentuk sebuah bagan atau grafik dari teks yang rumpang lalu mempresentasikannya Bahan lepas
8 15 Rekapitulasi materi yang telah diajarkan
16 ujian
Bahan bacaan
Keraf, Gorys. 1994. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—Flores: Nusa Indah.
Marahimin, Ismail. 2005. Menulis Secara Populer. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Zaenal Arifin, E. dan Tasai, Amran. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo.
Penutup
Berdasarkan penjelasan mengenai pengajaran bahasa terhadap siswa asing diketahui bahwa pengajaran ini sangat penting bagi mereka. Hal ini disebabkan oleh empat ketrampilan yang harus dipahami dan dipelajari oleh siswa, sehingga mereka mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama dikaitkan dengan komunikasi.
Pembuatan silabus juga sangat penting dalam pengajaran bahasa, karena materi yang tercantum di dalamnya dapat digunakan sebagai salah satu proses pembelajaran terhadap peserta didik. Pada silabus tersebut, penulis lebih menekankan keterampilan menulis, sebab keterampilan ini dianggap telah mencakupi tiga keterampilan lainnya.
Sumber Acuan
Douglas Brown, H. 2008. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. Ed. Kelima. Jakarta: Kedutaan Besar Amerika Serikat.
Richards, Jack C. and Rodgers, Theodore S. 1994. Approaches and Methods in Language Teaching. New York: University of Cambridge.
0706293160
Metode Pengajaran Bahasa
Pengajaran Bahasa melalui Keterampilan Menulis
Pendahuluan
Sekarang ini cukup banyak warga asing yang belajar bahasa Indonesia. Tujuan mereka mempelajari bahasa ini misalnya untuk mempermudah komunikasi dalam lingkungan Indonesia. Dalam mempelajari bahasa ini dibutuhkan pengajaran bahasa yang dapat digunakan sebagai sarana untuk memperlancar penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan dan kehidupan sehari-hari bagi warga asing. Dengan kata lain, pengajaran bahasa berperan penting dalam pembelajaran bahasa Indonesia terhadap warga asing.
Pengajaran bahasa terdiri dari empat keterampilan, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan membaca, keterampilan berbicara, dan keterampilan menulis. Keempat keterampilan tersebut diterapkan dalam pengajaran bahasa sebagai pola pembelajaran bahasa. Adapun hal yang perlu diketahui dalam pengajaran bahasa, yakni pentingnya membuat suatu silabus. Silabus dirancang dengan memperhatikan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh peserta didik. Pencapaian yang ingin didapat oleh peserta didik tentunya dikaitkan dengan kompetensi-kompetensi yang ada dalam silabus. Dalam silabus tersebut dicantumkan topik pelajaran apa yang akan diajarkan oleh peserta didik yang diuraikan dalam beberapa pertemuan, tujuan pengajaran yang berkaitan dengan hasil yang ingin dicapai oleh peserta didik, durasi waktu yang digunakan dalam pengajaran yang mencakup jumlah pertemuan dan lama waktu pengajaran tiap pertemuan, bahan ajar yang digunakan, serta latihan dan tugas yang dapat digunakan sebagai evaluasi pengajaran.
Dalam makalah ini, penulis akan mencantumkan silabus dengan menggunakan keterampilan menulis sebagai keterampilan utama sekaligus sebagai tujuan akhir yang ingin dicapai oleh peserta didik. Melalui pengajaran ini, peserta didik akan mendapatkan pengajaran menulis dan juga mempraktikkannya secara langsung sebagai salah satu bentuk latihan dan tolak ukur pencapaian dari pembelajaran bahasa. Penulis memilih keterampilan tersebut sebagai keterampilan utama karena keterampilan ini dapat dikatakan sebagai keterampilan yang mencakup ketiga keterampilan lainnya, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Melalui keterampilan menulis ini diharapkan peserta didik memiliki kemahiran menulis baik dalam teks verbal maupun teks nonverbal.
Silabus pengajaran ini ditujukan untuk kelas peserta didik atau siswa asing yang berasal dari Korea, Jepang, dan Australia berusia 20—30 tahun. Kelas pengajaran ini terdiri dari lima belas siswa. Siswa asing tersebut merupakan pertukaran mahasiswa yang berkuliah di jurusan ekonomi dan karyawan asing yang bertugas di Indonesia. Melalui pengajaran ini siswa akan memperoleh keterampilan menulis, terutama menulis yang berkaitan dengan ekonomi, misalnya dapat menulis artikel sederhana tentang ekonomi, mendeskripsikan tabel, grafik, dan diagram, kemudian menarasikannya.
Dalam pengajaran tersebut dibutuhkan sebuah metode sebagai bentuk pendekatan dalam penyampaian teori-teori yang akan diajarkan. Metode yang digunakan penulis dalam pengajaran bahasa ini adalah metode komunikatif. Metode ini digunakan karena dianggap efektif, sebab sangat menekankan situasi pengajaran yang tentunya berkaitan dengan konteks. Konteks ini merupakan hubungan antara pengajar dengan siswa, sebab dalam mengajar dibutuhkan komunikasi terhadap keduanya agar pembelajaran dalam pengajaran ini lebih mudah dicerna oleh siswa dan tujuan pengajaran pun dapat dicapai. Dengan menggunakan metode ini, pendekatan pengajaran menjadi cermat, terperinci, rasional, serta menggunakan berbagai sumber untuk bahan pengajaran. Melalui metode ini diharapkan siswa dapat mahir serta terampil dalam menulis berdasarkan wawasan yang mereka miliki, terutama berkaitan dengan ekonomi.
Materi yang akan diajarkan dalam pengajaran ini diawali dengan pembacaan dan pemahaman teks, lalu menjelaskan kata-kata yang sulit dipahami. Setelah itu materi dilanjutkan dengan menentukan ide pokok, kalimat utama, fakta-fakta yang ada dalam teks, membuat rangkuman atau ikhtisar, laporan bacaan, serta memparafrasekan teks. Selain itu diajarkan pula pendeskripsian grafik, tabel ataupun diagram kemudian dinarasikan. Di samping itu, siswa akan diajarkan membuat bagan dari sebuah teks begitu pula sebaliknya. Pembuatan bagan tersebut merupakan keterampilan menulis teks nonverbal, sedangkan mendeskripsikan atau menarasikan merupakan keterampilan menulis teks verbal. Setelah memahami materi-materi yang diajarkan, siswa tersebut harus mampu menulis teks dalam bentuk verbal dan nonverbal.
Rencana waktu pengajaran yang akan dilakukan adalah dua bulan. Jumlah pertemuan dalam pengajaran adalah dua kali seminggu dengan masing-masing pertemuan dilakukan selama 90 menit. Jangka waktu dua bulan dianggap cukup untuk mengajarkan serta menerapkan keterampilan menulis bagi siswa asing tersebut.
Bahan utama dalam pengajaran ini yang sangat penting adalah teks. Teks tersebut berupa teks yang berkaitan dengan ekonomi yang terdapat pada surat kabar, majalah, atau artikel dari internet, dan juga buku. Dengan kata lain, teks yang digunakan disebut sebagai bahan lepas, karena teks tersebut diambil dari beberapa sumber, seperti yang telah disebutkan.
Pada awalnya teks tersebut digunakan sebagai pembahasan suatu materi. Setelah pembahasan selesai, siswa akan diberi tugas dan juga latihan dari jenis teks yang serupa. Apabila siswa masih menemukan kebingungan dalam mengolah teks, materi akan di-review kembali dengan menggunakan teks yang sama atau yang jenisnya serupa sampai siswa tersebut paham. Latihan yang akan dilakukan siswa dalam pengajaran ini seminimal mungkin dilakukan pada setiap pertemuan, sedangkan tugas diberikan setelah dua kali pertemuan.
Contoh latihan yang akan diberikan ketika pengajaran, yakni pengajar memberikan bahan yang akan diolah oleh siswa. Pengolahan bahan dapat dilakukan dengan cara menulis dan menganalisis bahan berdasarkan jenis karangannya. Selain itu siswa pun wajib untuk mengerjakan tugas, kemudian dipresentasikan. Presentasi tugas dilakukan pada pertemuan kesembilan dan keempat belas.
Silabus Keterampilan Menulis
Deskripsi : Pengajaran ini memberikan pemahaman serta kemahiran menulis secara efektif dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kemahiran menulis diterapkan dalam empat jenis karangan, yaitu deskripsi, narasi, eksposisi, dan argumentasi. Pengajaran ini lebih mengarah terhadap penulisan yang berkaitan dengan bidang ekonomi.
Jumlah pertemuan/ minggu : 2 kali pertemuan/ minggu
Waktu pengajaran : Selasa 11.00—12.30
Kamis 11.00—12.30
Teknik pengajaran : materi, diskusi, latihan, presentasi
Tujuan instruksional umum :
1. Peserta ajar dapat memahami serta mahir menulis dalam segala bentuk penulisan.
2. Peserta ajar dapat menafsirkan serta mengembangkan karangan berdasarkan gambar berupa tabel, grafik atau diagram.
Minggu
Pertemuan Pokok Bahasan Subpokok Bahasan Tujuan Intruksional Khusus Kegiatan Bahan
1 1 Perkenalan peserta didik
- Peserta mampu memperkenalkan diri serta menceritakan latar belakangnya dalam bahasa Indonesia. Memperkenalkan diri satu-persatu di depan kelas dengan melakukan sedikit perbincangan mengenai peserta didik -
2 Menulis teks verbal Pemahaman kata-kata sulit dan frase Peserta mampu memahami kata-kata dan frase yang dianggap sulit maknanya. Membaca suatu teks, menandai kata-kata serta frase yang sulit, berdiskusi menjelaskan makna kata-kata tersebut Bahan lepas; KBBI
2 3 Menulis teks verbal ketatabahasaan Peserta mampu memahami unsur-unsur yang membangun suatu paragraf berdasarkan kasus tertentu. Berdiskusi dalam menentukan ide pokok, kalimat utama, kalimat efektif, menentukan fakta, dan pendapat dan juga latihan Keraf, 1994: 34—48, Arifin dan Tasai, 2004: ;Bahan lepas
4 Menulis teks verbal ketatabahasaan s.d.a Latihan dan mengembangkan suatu paragraf dari satu ide, pemberian tugas Bahan lepas
3 5 Menulis teks verbal Membuat parafrase Peserta mampu membuat rangkuman, laporan bacaan, dan parafrase dari teks. Menjelaskan rangkuman, ikhtisar, laporan bacaan, dan parafrase, mendiskusikan isi teks, latihan merangkum. Keraf, 1994: 261—267, 283—300, Arifin dan Tasai, 2006: 99—107, bahan lepas
6 Menulis teks verbal Membuat parafrase s.d.a Mendiktekan sebuah teks, membuat laporannya, memparafrasekan artikel, pemberian tugas Bahan lepas
4 7 Menulis teks verbal Deskripsi dan narasi Peserta mampu menafsirkan, mendeskripsikan dan menarasikan sesuatu dari gambar atau data (tabel, grafik, diagram) Pembahasan tugas penjelasan deskripsi dan narasi, latihan membuat deskripsi dari sebuah gambar Marahimin, 2005: 45—49, 96—106, bahan lepas berupa gambar dan data (tabel, grafik, diagram)
8 Menulis teks verbal Deskripsi dan narasi s.d.a Membuat deskripsi/ narasi dari data (tabel, grafik, diagram), mengisi teks rumpang yang berkaitan langsung dengan gambar dan data (tabel, diagram, grafik); pemberian tugas Bahan lepas berupa teks dan gambar dan data (tabel, grafik, diagram)
5 9 Menulis teks verbal Deskripsi dan narasi s.d.a Siswa mempresentasikan tugas yang telah dikerjakan dengan menggunakan bahasa Indonesia Bahan lepas, OHP/ LCD
10 Menulis teks verbal Eksposisi dan argumentasi Peserta mampu menulis karangan eksposisi dan argumentasi dikaitkan dengan bidang ekonomi Penjelasan mengenai eksposisi dan argumentasi, perbedaannya, pemahaman teks, dan latihan menulis eksposisi Marahimin, 2005: 193—201, bahan lepas
6 11 Menulis teks verbal Eksposisi dan argumentasi s.d.a Membaca sebuah teks, mengkritisinya, mengubahnya dalam bentuk karangan argumentasi; pemberian tugas Bahan lepas
12 Menulis teks verbal Jenis karangan Peserta mampu membuat dan empat jenis karangan dari sebuah studi kasus Pembahasan tugas; pengembangan empat jenis karangan dari satu tema mengenai ekonomi bisnis Bahan lepas
7 13 Menulis teks nonverbal Membuat teks nonverbal berupa bagan dan grafik Siswa mampu mengubah teks menjadi sebuah bagan dan grafik Mendiskusikan sebuah teks dalam bentuk bagan atau grafik, latihan mengubah teks ke dalam bentuk bagan atau grafik. Bahan lepas
14 Menulis teks nonverbal Membuat teks nonverbal berupa bagan dan grafik s.d.a Membentuk sebuah bagan atau grafik dari teks yang rumpang lalu mempresentasikannya Bahan lepas
8 15 Rekapitulasi materi yang telah diajarkan
16 ujian
Bahan bacaan
Keraf, Gorys. 1994. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—Flores: Nusa Indah.
Marahimin, Ismail. 2005. Menulis Secara Populer. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Zaenal Arifin, E. dan Tasai, Amran. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo.
Penutup
Berdasarkan penjelasan mengenai pengajaran bahasa terhadap siswa asing diketahui bahwa pengajaran ini sangat penting bagi mereka. Hal ini disebabkan oleh empat ketrampilan yang harus dipahami dan dipelajari oleh siswa, sehingga mereka mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama dikaitkan dengan komunikasi.
Pembuatan silabus juga sangat penting dalam pengajaran bahasa, karena materi yang tercantum di dalamnya dapat digunakan sebagai salah satu proses pembelajaran terhadap peserta didik. Pada silabus tersebut, penulis lebih menekankan keterampilan menulis, sebab keterampilan ini dianggap telah mencakupi tiga keterampilan lainnya.
Sumber Acuan
Douglas Brown, H. 2008. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. Ed. Kelima. Jakarta: Kedutaan Besar Amerika Serikat.
Richards, Jack C. and Rodgers, Theodore S. 1994. Approaches and Methods in Language Teaching. New York: University of Cambridge.
Hikayat Nur Muhammad
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra merupakan suatu hal yang sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa kedudukan sastra pada kehidupan sehari-hari secara tidak langsung berkaitan dengan masyarakat. Sastra merupakan hasil karya seseorang berupa imajinasi dan kreativitas maupun berdasarkan fakta yang dibuat untuk menyampaikan sesuatu. Selain itu, sastra adalah bahasa (kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari) (KBBI, 2005: 1002). Dengan kata lain, bahasa dan sastra memiliki keterikatan yang tidak dapat dilepaskan, sebab bahasa dapat dijadikan sebagai medium dalam menyampaikan maksud dari sastra tersebut.
Dalam buku Membaca Sastra , sebagaimana dikatakan oleh Daices bahwa ia mengacu pada Aristoteles yang melihat sastra sebagai suatu karya yang “menyampaikan satu jenis pengetahuan yang tidak dapat disampaikan dengan cara yang lain”, yakni suatu cara yang memberikan kenikmatan yang unik dan pengetahuan yang memperkaya wawasan pembacanya . Sastra yang terlah diciptakan disebut karya sastra. Karya sastra terdiri dari tiga genre, yakni drama, puisi, dan prosa. Karya sastra tidak diciptakan dalam sesuatu yang hampa, melainkan dalam suatu konteks budaya dan masyarakat tertentu .
Karya sastra terbagi menjadi dua macam, yakni sastra lisan dan tulisan. Sastra lisan berupa folklor yang diciptakan dan diwariskan secara turun menurun secara lisan dan juga tidak dibukukan. Lain halnya dengan sastra tulisan yang muncul setelah manusia mengenal tulisan, sehingga karya yang dibuat dapat diabadikan melalui tulisan atau bahkan dibukukan. Dalam karya sastra tulisan ini biasanya terdapat pengaruh kebudayaan asing, seperti kebudayaan Budha, Hindu, dan Islam.
Pada zaman dahulu, sebelum ada percetakan, karya sastra tulisan hanya berupa naskah (manuskrip) yang ditulis tangan secara langsung oleh pemiliknya. Naskah yang ditulis oleh pengarang tersebut merupakan naskah asli. Naskah tergolong karya sastra lama. Naskah tersebut ada yang berupa hikayat, syair, adat-adat tradisional, surat-surat kerajaan, dan undang-undang. Naskah-naskah yang ada di Indonesia umumnya berbahasa Melayu. Akan tetapi beberapa di antara naskah tersebut menggunakan bahasa Jawa, bahasa Sunda, atau bahasa-bahasa lain yang ada di Indonesia. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, naskah-naskah tersebut diteliti. Penelitian naskah termasuk ke dalam kajian filologi. Naskah tersebut dianggap sebagai sumber primer yang dapat dijadikan sebagai bukti sejarah dalam penelitian, sehingga penelitian naskah tidak pernah lepas dari berbagai disiplin ilmu.
Pada makalah ini, penulis akan meneliti salah satu naskah jamak berbentuk hikayat yang bercerita tentang kenabian, yakni Hikayat Nur Muhammad. Naskah tersebut tergolong dalam naskah keagamaan, karena pengaruh Islam sangat kuat di dalamnya. Perlu diketahui bahwa Hikayat Nur Muhammad terdiri dari tujuh naskah. Naskah ini berkembang sekitar abad XVII—XIX yang menandakan bahwa pada saat itu agama Islam sudah masuk ke Indonesia, sehingga tak menutup kemungkinan bahwa dalam naskah ini terdapat pengaruh Islam.
Dalam makalah ini penulis memilih naskah Hikayat Nur Muhammad yang berkode W 75. Naskah dengan kode tersebut dipilih penulis sebagai objek penelitian karena selain membahas isinya, naskah ini ditransliterasi dengan tujuan untuk melestarikan serta menjaga keutuhan cerita dalam naskah tersebut agar tetap terpelihara. Hal ini dilakukan sebab kondisi naskah yang dapat dikatakan cukup memprihatinkan yang memacu penulis untuk memilih meneliti naskah tersebut.
Pada makalah ini penulis akan mengulas hal-hal apa saja yang terdapat dalam naskah ini, yakni fungsi naskah tersebut sebagai karya sastra dan juga beberapa aspek yang berkaitan dengan Islam. Aspek-aspek yang berkaitan dengan Islam terdiri dari akidah, tasawuf, serta amanat yang terkandung dalam naskah tersebut, sehingga dapat mempengaruhi pembaca. Selain itu, karena Hikayat Nur Muhammad merupakan naskah jamak, penulis juga akan membandingkan naskah tersebut dengan naskah yang berjudul sama, tetapi kode berbeda, yakni ML 96. penulis memilih naskah berkode ML 96 karena setelah dilihat dari isinya, naskah tersebut termasuk varian. Hal ini disebabkan adanya kesamaan cerita, yakni mengenai asal mula Nur Muhammad dan juga nasehat nabi Muhammad kepada anaknya Fatimah mengenai perempuan.
Melalui makalah ini diharapkan dapat diketahui bahwa setiap naskah yang diteliti tentu saja terdapat berbagai hal yang dapat diulas sebagai suatu kajian ilmiah dan menambah wawasan kita. Makalah ini juga diharapkan dapat menjadi suatu pengantar ilmiah untuk memperdalam serta memahami filologi dan juga mengembangkan pengetahuan mengenai karya sastra lama yang bermanfaat samapi sekarang.
1.2 Perumusan Masalah
Naskah yang diinventarisasikan dalam makalah ini terdiri dari tujuh naskah yang memiliki judul sama, yakni Hikayat Nur Muhammad (HNM). Namun, naskah yang akan dibahas isinya dan juga dibandingkan isinya, yakni naskah HNM berkode W 75 dan ML 96. Dalam naskah tersebut terdapat beberapa hal permasalahan yang dibahas dalam makalah ini. Permasalahan tersebut di antaranya:
1. Bagaimana penyajian edisi teks HNM berkode W 75 dan ML 96 sehingga mudah dipahami pembaca?
2. Bagaimana fungsi naskah tersebut sebagai karya sastra?
3. Bagaimana bentuk aspek-aspek agama yang terkandung dalam kedua naskah tersebut?
4. Bagaimana pengaruh agama Islam dalam naskah tersebut?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, tujuan makalah ini aalah untuk menjelaskan fungsi naskah tersebut sebagai salah satu bentuk karya sastra, menjelaskan aspek-aspek agama yang ada dalam naskah serta pengaruhnya bagi pembaca. Selain itu, dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai bagaimana pengaruh agama Islam yang terdapat dalam kandungan naskah HNM.
1.4 Metode Penelitian
Naskah ini merupakan naskah lama yang terkait dengan studi filologi. Untuk meneliti naskah tersebut, dalam makalah ini digunakan metode kualitatif, yakni dengan studi kepustakaan serta penelitian lapangan. Studi kepustakaan tersebut terdiri dari beberapa buku sebagai sumber rujukan, kamus ataupun situs internet. Penelitian lapangan dilakukan penulis untuk memperoleh informasi mengenai keberadaan serta keadaan fisik naskah tersebut.
1.5 Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari lima bab. Bab pertama adalah bab pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua merupakan pembahasan mengenai Hikayat Nur Muhammad (HNM). Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai inventarisasi naskah HNM yang mencakup jumlah naskah, kode, dan tempat keberadaannya. Selain itu dijelaskan pula deskripsi fisik semua naskah HNM. Setelah menjelaskan inventarisasi dan deskripsi, dilakukan perbandingan naskah HNM berkode W 75 dengan HNM berkode ML 96 dan juga metode penelitian yang digunakan dalam meneliti naskah tersebut.
Bab ketiga menyajikan edisi teks. Pada bagian ini terdapat ringkasan isi teks HNM dengan kode W 75, pertanggungjawaban transliterasi, transliterasi teks, serta daftar kata-kata yang sukar dipahami.
Bab keempat akan dijelaskan mengenai kategori naskah dan para ahli yang telah membahas naskah HNM. Selain itu, pada bab ini akan dijelaskan mengenai fungsi naskah sebagai karya sastra, aspek-aspek Islam yang ada di dalamnya, dan pengaruh agama Islam pada naskah tersebut.
Bab terakhir adalah bab kelima yang berisi mengenai kesimpulan dari seluruh uraian yang dijelaskan dalam naskah ini.
BAB 2
HIKAYAT NUR MUHAMMAD
2.1 Inventarisasi Naskah
Hikayat Nur Muhammad terdiri dari tujuh buah naskah dan semuanya terdapat di Jakarta, yakni di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Kode naskah ini ditemukan dalam sembilan katalog, di antaranya:
(1) Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara jilid 4 PNRI
Cs 119, ML 96, ML 378, ML 406, dan W 75
(2) Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat Departemen P&K
ML 96, ML 378 C, ML 388 F, ML 406 B, ML 642 (W.75), ML 643 A (W 76 A), dan ML 644 (Cs 119)
(3) Katalog Naskah-naskah Lama Melayu di Dalam Simpanan Muzeum Pusat I&II
Cs 119, ML 96, ML 378, ML 388 F, ML 406 (A+B), ML 408, dan W 75
(4) Katalog Manuskrip Melayu di Jerman Barat
Schoemann V.47
(5) Catalogus der Maleische Handschriften
Bat Gen. 96, Bat Gen 378 C, Bat Gen 388 F, Bat Gen 406 B, Collective V. d. W. 75, Collective V. d. W. 76 A, dan Collective C. St. 119
(6) Catalogue of Malay and Minangkabau Manuscript
Cod. Or. 1758
(7) Indonesian Manuscripts in Great Britain
MS. Jav. e. 2 dan MS. 37082
(8) Catalogue of Malay, Minangkabau, and South Sumatra Manuscripts in The Netherlands Volume One and Two
Cod. Or. 12.582
9) Malay Manuscript
Cod. Or. 1758 dan Schoemann V. 47
2.2 Deskripsi Naskah
Hikayat Nur Muhammad yang terdapat di PNRI berkode Cs 119, ML 96, ML 378, ML 388, ML 406, W 75, dan W 76. Bahasa yang digunakan dalam naskah ini adalah bahasa Melayu. Naskah ini lengkap karena tidak ada bagian yang hilang dalam cerita. Cerita naskah ini ditemukan dalam suatu kumpulan cerita yang dapat ditemukan pada naskah berkode ML. 378 C dan ML. 388 F. Deskripsi Naskah Hikayat Nur Muhammad berbeda-beda pada tiap kodenya. Berikut ini akan dijelaskan deskripsi naskah berdasarkan kodenya.
1. Cs 119
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 24,3 x 19,2 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna cokelat dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna merah. Sampul naskah tergolong baik karena masih bagus.
Jumlah pelindung naskah ini adalah tiga lembar, yaitu satu lembar pada halaman awal dan dua lembar pada halaman akhir. Ukuran lembar pelindung adalah 24 x 19 cm. Jumlah halaman yang ditulisi adalah 178 halaman. Ukuran halaman pertama dengan halaman lainnya berbeda karena kertas pada halaman kedua hingga seterusnya telah rapuh sehingga bagian kertas tersebut ada yang patah-patah. Ukuran halaman pertama, yakni 23,4 x 14,4 cm, sedangkan ukuran halaman kedua 23,4 x 18,4 cm dan begitu pula seterusnya ukuran halaman tak beraturan. Jumlah baris halaman yang ditulisi, yakni tiga belas baris. Penulisan nomor halaman terletak pada sudut kiri atas kertas. Penomoran ini hanya ditulis untuk penomoran ganjil.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal dan juga memiliki cap kertas yang termasuk ke dalam kelompok Seven Provinces LXXXV. Penamaan cap kertas naskah ini tidak dapat diketahui secara pasti, karena secara spesifik gambarnya tidak tercantum dalam katalog watermark. Berdasarkan informasi yang didapat dari katalog, kertas Eropa merupakan imitasi kertas Belanda yang memiliki kurun waktu 1656—1800 dan watermarks-nya dibuat oleh Perancis sekitar abad ke- 18. Kertas pada naskah ini berwarna coklat dan juga kotor. Kertas tersebut sudah sangat lapuk sehingga mudah patah serta mengeluarkan aroma tak sedap menyerupai aroma jamu. Mungkin aroma itu merupakan sebab dari kelembapan kertas. Kertas-kertas pada naskah ini sudah terlepas dari pangkal penjilidannya, sehingga harus berhati-hati dalam membuka lembaran kertas. Jadi, keadaan kertas naskah ini tidak sama seperti sampulnya.
Tiap halaman ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan naskah yang pada halaman 181 terdapat tulisan latin yang berbunyi “Government-eigendam / b 149 / Hikayat Noer Moehammad” adalah dengan pembolongan kertas yang memiliki jarak 2, 5 cm dari tepi penjilidan dan 2,5 cm dari tulisan penyalin. Adapun ukuran margin pada penulisan naskah ini berbeda-beda tiap halamannya. Misalnya pada halaman pertama margin atas berukuran 5,8 cm, margin bawah berukuran 5,8 cm, margin kiri berukuran 3,6 cm dan margin kanan berukuran 6 cm, sedangkan pada halaman dua margin atas berukuran 5,6 cm, margin bawah berukuran 6 cm, margin kiri berukuran 5,7 cm dan margin kanan berukuran 3,6 cm. Begitu pula dengan halaman berikutnya memiliki ukuran yang berbeda.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini cukup jelas terbaca, berukuran sedang, dan cukup rapi. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam. Dalam naskah ini pun terdapat rubrikasi yang ditulis dengan tinta merah yang menunjukkan kata-kata dalam bahasa Arab, penulisan angka, tokoh, dan peristiwa. Pada naskah ini terdapat catchword yang diletakkan di pojok kiri bawah kertas dan berada pada setiap halaman ganjil. Naskah ini pun juga memiliki kolofon, yakni terdapat pada halaman 177 yang kata terakhirnya tertulis baswun yang diperkirakan merupakan nama penyalin.
Teknik penjilidan naskah ini adalah sistem ikat dengan benang putih. Namun, karena kondisi naskah yang memprihatinkan, tali tersebut terlepas dari beberapa lembaran kertas. Punggung naskah ini tebal dan keras. Penanggalan dan tempat penjilidan tidak ditemukan dalam naskah ini.
2. ML 96
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 20 x 13,4 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna cokelat dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna kuning. Sampul naskah tergolong baik karena masih bagus.
Jumlah pelindung naskah ini adalah satu lembar, yaitu hanya terdapat pada halaman depan. Jumlah halaman yang ditulisi adalah delapan belas halaman. Ukuran halaman rata-rata 20 x 13 cm. Jumlah baris halaman yang ditulisi konsisten, yakni lima belas baris, kecuali pada halaman terakhir dari empat belas baris. Cara penomoran ditulis dengan menggunakan pensil, mungkin dilakukan oleh petugas perpustakaan. Penulisan nomor halaman terletak pada pojok kanan atas kertas dengan memakai huruf latin.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal, tetapi tidak memiliki cap kertas. Kertas pada naskah ini berwarna coklat dan juga kotor. Kertas tersebut agak lapuk sehingga mudah patah. Kondisi naskah ini dapat dikatakan lebih baik daripada naskah Cs 119 dan W 75. Selain itu diketahui bahwa naskah ini berasal dari Aceh.
Tiap halaman ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan dan polanya tidak ditemui dalam naskah ini. Adapun ukuran margin pada penulisan naskah ini berbeda-beda tiap halamannya. Misalnya pada halaman pertama margin atas berukuran 2 cm, margin bawah berukuran 2,5 cm, margin kiri berukuran 2,3 cm dan margin kanan berukuran 2 cm, sedangkan pada halaman dua margin atas berukuran 1,4 cm, margin bawah berukuran 1,2 cm, margin kiri berukuran 1,7 cm dan margin kanan berukuran 2,2 cm. Hal inipun juga terjadi pada halaman berikutnya memiliki ukuran yang berbeda.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini cukup jelas terbaca serta berukuran sedang. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam. Naskah ini tidak memiliki catchword. Selain itu dalam naskah ini tidak ditemukan koreksi, pungtuasi, rubrikasi, dan kolofon.
Teknik penjilidan naskah ini adalah sistem ikat, yakni dengan benang putih. Akan tetapi, terdapat perbaikan dengan selotip di beberapa halaman. Mungkin cara ini dilakukan agar kertas pada naskah tersebut tidak lepas dari penjilidannya. Punggung naskah ini tebal dan keras. Penanggalan dan tempat penjilidan tidak ditemukan dalam naskah ini.
3. ML 378 C
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 20 x 14,4 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna cokelat dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna cokelat. Sampul naskah tergolong baik karena masih bagus.
Jumlah pelindung naskah ini adalah dua lembar, yaitu satu lembar pada halaman awal dan satu lembar pada halaman akhir. Jumlah halaman yang ditulisi adalah 53 halaman. Ukuran Ukuran halaman rata-rata berukuran 20 x 14,5 cm sedangkan ukuran lembar pelindung sama seperti halaman terakhir dalam naskah ini. Jumlah baris halaman yang ditulisi konsisten, yakni lima belas baris. Perlu diketahui bahwa naskah ini merupakan naskah kumpulan yang terdiri dari tiga cerita dan Hikayat Nur Muhammad merupakan cerita kedua yang diawali dari halaman 15—24. Cara penomoran ditulis dengan menggunakan pensil, mungkin dilakukan oleh petugas perpustakaan. Penulisan nomor halaman terletak pada pojok kanan atas kertas yang ditulis dengan menggunakan huruf latin.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal. Meskipun kertas impor, dalam naskah ini tidak ditemukan cap kertas. Kertas pada naskah ini berwarna coklat dan juga kotor. Kertas tersebut sudah lapuk, bertambal, serta berlubang. Lubang-lubang yang ada pada naskah ini kecil-kecil hampir pada semua halaman. Kemungkinan lubang-lubang tersebut disebabkan oleh rayap. Walaupun keadaan kertas tidak baik, penjilidan naskah ini masih sangat baik. Selain itu diketahui bahwa naskah ini berasal dari Tanah Gayo (Aceh) dan diperoleh dari Kapitein Scheepens pada tahun 1902.
Tiap halaman yang ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan tampaknya menggunakan benda tumpul. Adapun ukuran margin pada penulisan naskah ini berbeda-beda tiap halamannya. Misalnya pada halaman pertama margin atas berukuran 3 cm, margin bawah berukuran 2,2 cm, margin kiri berukuran 3 cm dan margin kanan berukuran 1,2 cm, sedangkan pada halaman dua margin atas berukuran 3 cm, margin bawah berukuran 2,9 cm, margin kiri berukuran 1,4 cm dan margin kanan berukuran 3 cm. Hal ini juga terjadi pada halaman berikutnya.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini tebal dan cukup jelas terbaca serta berukuran sedang. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam kecokelatan. Warna tersebut mungkin disebabkan oleh kelapukan kertas naskah ini.
Pada naskah ini terdapat catchword yang diletakkan di pojok kiri bawah kertas dan berada pada setiap halaman ganjil. Dalam naskah ini juga terdapat rubrikasi yang ditulis dengan tinta merah yang menunjukkan peristiwa-peristiwa dalam cerita yang dianggap penting dan juga kata dalam bahasa Arab, misalnya awaluun makhluk, Nur Muhammad, dan berenanglah.
Naskah ini terdiri dari lima kuras. Teknik penjilidan naskah ini adalah diikat dengan benang putih. Punggung naskah ini tebal dan keras. Penanggalan dan tempat penjilidan tidak ditemukan dalam naskah ini.
4. ML 388 F
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 20,1 x 16,2 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna cokelat dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna kuning. Sampul naskah tergolong baik karena masih bagus.
Jumlah pelindung naskah ini adalah tiga lembar, yaitu satu lembar pada halaman awal dan dua lembar pada halaman akhir. Jumlah halaman yang ditulisi adalah 147 halaman. Ukuran halaman rata-rata 20 x 16 cm. Jumlah baris halaman yang ditulisi, yakni lima belas baris. Cara penomoran ditulis dengan menggunakan pensil, mungkin dilakukan oleh petugas perpustakaan. Penulisan nomor halaman terletak pada pojok kanan atas kertas untuk halaman genap dan pojok kiri atas untuk halaman ganjil. Naskah ini merupakan kumpulan dari tujuh cerita dan Hikayat Nur Muhammad merupakan cerita keenam yang ada pada halaman 100—115.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal dan juga memiliki cap kertas, tetapi cap kertas ini tidak dapat terlihat jelas karena tertutup oleh pekatnya tinta tulisan. Kertas pada naskah ini berwarna agak cokelat. Kertas tersebut agak lapuk, mudah patah, bahkan ada yang berlubang. Selain itu, kertas tersebut juga mengeluarkan aroma tak sedap menyerupai aroma jamu. Akan tetapi aroma yang dimunculkan tidak sepekat aroma yang muncul pada naskah berkode Cs 119 dan W 75. ada kemungkinan aroma itu merupakan sebab dari kelembapan kertas. Tiap halaman yang ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan tampaknya dilakukan dengan memakai penggaris, sehingga ukuran margin tiap halaman sama. Selain itu diketahui bahwa naskah ini berasal dari Tanah Gayo (Aceh) dan diperoleh dari Kapitein Scheepens pada tahun 1902.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini tebal dan cukup jelas terbaca serta berukuran kecil serta rapi. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam hitam. Pada naskah ini terdapat catchword yang diletakkan di pojok kiri bawah kertas dan berada pada setiap halaman ganjil. Naskah ini juga memiliki rubrikasi dengan tinta berwarna ungu yang menunjukkan kata-kata dalam bahasa Arab, nama tokoh, dan peristiwa yang dipentingkan, seperti Allah, Ar-rahman, firman Allah, Hasan dan Husain, Nur Muhammad, bernang, dan menjadi sepohon. Tak hanya rubrikasi, iluminasi dan ilustrasi pun terdapat dalam naskah ini. Iluminasi berupa motif batik, sedangkan ilustrasi adalah gambar bunga yang ada pada kolofon. Dalam kolofon tersebut dikatakan bahwa naskah tersebut ditulis pada bulan puasa dan diselesaikan pada pukul dua belas pada tahun 1872.
Naskah ini terdiri dari enam kuras. Teknik penjilidan naskah ini adalah diikat dengan benang putih. Punggung naskah ini tebal dan keras. Penanggalan dan tempat penjilidan tidak ditemukan dalam naskah ini.
5. W 75
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 32 x 21 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna cokelat dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna merah. Sampul naskah tergolong baik karena masih bagus.
Jumlah pelindung naskah ini adalah dua lembar, yaitu satu lembar pada halaman awal dan satu lembar pada halaman akhir. Ukuran lembar pelindung adalah 32 x 22 cm. Jumlah halaman yang ditulisi adalah dua belas halaman. Ukuran halaman pertama dengan halaman lainnya berbeda karena kertas pada halaman kedua hingga seterusnya telah rapuh sehingga bagian kertas tersebut ada yang patah. Ukuran halaman pertama hingga halaman sembilan rata-rata berukuran 32 x 19,7 cm sedangkan ukuran lembar pelindung sama seperti halaman terakhir dalam naskah ini. Jumlah baris halaman yang ditulisi konsisten, yakni tujuh belas baris, kecuali pada halaman terakhir atau halaman sebelas yang terdiri dari tiga baris. Cara penomoran ditulis dengan menggunakan pensil, mungkin dilakukan oleh petugas perpustakaan. Penulisan nomor halaman terletak pada pojok kanan atas kertas. Penomoran ini hanya ditulis untuk penomoran ganjil, yakni 1, 3, 5, 7, 9, dan 11.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal dan juga memiliki cap kertas, yakni Pro Patria Eendragt Maakt Magt yang menggambarkan singa dalam lingkaran. Berdasarkan informasi yang didapat, kertas tersebut merupakan imitasi Belanda yang memiliki kurun waktu antara tahun 1667—1800 dan watermarks-nya dibuat oleh Perancis sekitar abad ke- 18. Kertas pada naskah ini berwarna coklat dan juga kotor. Kertas tersebut sudah lapuk sehingga mudah patah. Selain itu, kertas tersebut juga mengeluarkan aroma tak sedap menyerupai aroma jamu. Mungkin aroma itu merupakan sebab dari kelembapan kertas. Kelembapan tersebut terjadi karena naskah tersebut kurang terawat, misalnya diletakkan di tempat yang kering. Selain itu kertas-kertas pada naskah ini sudah terlepas dari pangkal penjilidannya, sehingga harus berhati-hati dalam membuka lembaran kertas. Jadi, walaupun sampul naskah dalam keadaan baik belum tentu keadaan kertas naskah pun sama seperti sampulnya.
Tiap halaman ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan dan polanya tidak ditemui dalam naskah ini. Adapun ukuran margin pada penulisan naskah ini berbeda-beda tiap halamannya. Misalnya pada halaman pertama margin atas berukuran 4,6 cm, margin bawah berukuran 3,9 cm, margin kiri berukuran 5,4 cm dan margin kanan berukuran 4,7 cm, sedangkan pada halaman dua margin atas berukuran 4,3 cm, margin bawah berukuran 3,7 cm, margin kiri berukuran 5 cm dan margin kanan berukuran 1,2 cm. Begitu pula dengan halaman berikutnya memiliki ukuran yang berbeda.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini tebal dan cukup jelas terbaca serta berukuran sedang. Namun, pada dua halaman terakhir tulisan menjadi besar dan ada kerenggangan dalam penulisannya. Hal ini mungkin disebabkan oleh tangan penyalin yang sudah letih dalam menyalin naskah, sehingga tulisannya tak serapi halaman sebelumnya. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam kecokelatan. Warna tersebut mungkin disebabkan oleh kelapukan kertas naskah ini..
Pada naskah ini terdapat catchword yang diletakkan di pojok kiri bawah kertas dan berada pada setiap halaman ganjil kecuali halaman tiga. Hal ini disebabkan mungkin penyalin lupa mencantumkan catchword pada halaman tersebut. Dalam naskah ini tidak ditemukan koreksi, pungtuasi, rubrikasi, dan kolofon.
Teknik penjilidan naskah ini adalah dilem. Teknik ini kurang efektif karena kertas-kertas yang ditulisi dalam naskah ini mudah terlepas karena penjilidan yang tidak kuat. Punggung naskah ini telah diisolasi. Penanggalan dan tempat penjilidan tidak ditemukan dalam naskah ini.
Berikut ini adalah kutipan isi naskah pada bagian awal dan bagian akhir.
• Awal teks
Bismillahirrahmanirrahim/ Subhanallah walhamdulillahi wa laa ilahaa ilallahu Allahu wallahu akbar walaa haula/ Wa laa kuwata illabillahil’ aliyyiladziim wa bihi nash(ta)’iin ya Allahu illai’aa/ Ini peri tatakala menyatakan hikayat Nur Muhammad Rasul Allah Shallallahu’alaihi/ wasalam.
• Akhir teks
Demikianlah segala/ perempuan yang buat kebaikan pada suaminya berapa/ yag sudah mati dahulu (ke) akhirat seperti Fatimah anak baginda Rasulullah/ Salallahualaihi Wasalam itulah yang tiada akan siksa api neraka. [pada hari]// Pada hari kiamat itulah yang Maha Besar pahalanya/ kepada Allah Subhanah wata’aala illahailallahu/ Muhammad Rasul Allah Shallallahu’alaihi wassalam.
6. ML 406
Naskah Hikayat Nur Muhammad di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) yang berkode ML 406 merupakan naskah yang digabungkan dengan teks Hikayat Nabi Bercukur. Naskah kode ini oleh PNRI digabungkan dalam sebuah penjilidan dengan naskah ML 404 yang berjudul Jimat, ML 405 yang berjudul Hikayat Nabi Bercukur, dan ML 407 yang berjudul Sembahyang. Keempat naskah ini digabung menjadi satu. Bahan sampul dari empat naskah yang digabungkan ini merupakan karton yang dilapisi kertas bercorak marmer berwarna cokelat. Ukuran sampul pada naskah ini adalah 20x 16,8 cm dengan bagian rusuk setebal 3 cm dan memiliki tiga pasang pengikat di masing-masing sisi. Perlu diketahui bahwa pengikat tersebut berwarna hijau tua. Ukuran pengikat di sisi sebelah kiri sampul memiliki ukuran yang lebih pendek daripada sisi lainnya.
Pada setiap naskah yang digabungkan ini dilindungi dengan kertas HVS berwarna putih yang berguna untuk memisahkan antara satu naskah dengan naskah lain dan juga untuk melindungi masing-masing naskah.
Naskah ini memiliki tanda pada kertas berupa garis-garis tipis vertikal yang ukuran rata-ratanya adalah 8,6 cm × 9,2 cm × 8,6 cm × 9 cm. Margin pada naskah ini sulit untuk ditentukan karena kondisi kertas dan tulisan yang kurang rapi. Jumlah halaman yang ditulisi dalam naskah ini adalah tiga puluh empat halaman dan ditulis dengan tinta hitam, sedangkan jumlah halaman pelindung naskah ini terdiri dari tiga halaman, yakni satu halaman di bagian depan dan dua halaman di bagian belakang. Jarak antarbaris tulisan dalam naskah yang kondisinya cukup memprihatinkan ini kurang dapat ditentukan secara jelas, tetapi dapat diperkirakan jarak antarbaris rata-rata kurang dari 0,5 cm.
Pada naskah ini tidak terdapat pola penggarisan. Tulisan dalam naskah ini memakai aksara Jawi yang terlalu rapat penulisannya, meskipun cukup rapi dan masih dapat dibaca. Warna kertas pada naskah yang hanya memiliki satu kuras di antara halaman 15 dan 16 dengan empat jahitan ini telah berubah menjadi kuning kecokelatan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh usia naskah yang cukup tua dan perawatan yang kurang memadai, sehingga mempengaruhi kondisi kertas tersebut, yakni banyak yang robek dan berlubang di bagian tengah kertas serta keropos di bagian pinggirnya. Beberapa halaman dalam naskah ini memiliki aroma yang kurang sedap, yaitu pada halaman 1, 2, 3, 30, 31, 32, 33, dan 34. Di samping itu, beberapa halaman pun telah terlepas dari jahitan. Selain itu dalam naskah ini terdapat catchword yang sepertinya ditulis oleh petugas PNRI dengan tinta berwarna biru. Dalam naskah ini juga ditemukan coretan, yakni pada halaman 15, 16, 20, dan 30. Perlu diketahui bahwa naskah ini tidak memiliki kolofon ataupun rubrikasi.
7. W 76
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 31,5 x 19,4 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna merah dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna cokelat. Keadaan sampul naskah kurang baik karena agak terpisah dengan punggung naskah.
Jumlah pelindung naskah ini adalah empat lembar, yaitu dua lembar pada halaman awal dan dua lembar pada halaman akhir. Ukuran lembar pelindung adalah 31,2 x 19,4 cm. Jumlah halaman yang ditulisi adalah 160 halaman. Ukuran halaman rata-rata adalah 31 x 19,4 cm. Jumlah baris halaman yang ditulisi adalah sembilan belas baris. Cara penomoran ditulis dengan menggunakan pensil, mungkin dilakukan oleh petugas perpustakaan. Penulisan nomor halaman ganjil terletak pada pojok kanan atas kertas, sedangkan penulisan nomor genap pada pojok kiri atas kertas, dan penulisan nomor ini menggunakan huruf latin.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal dan juga memiliki cap kertas, yakni Concordia Resparval Crescunt. Berdasarkan informasi yang didapat, kertas tersebut merupakan imitasi Belanda yang memiliki kurun waktu antara tahun 1656—1800 dan watermarks-nya dibuat oleh Perancis sekitar abad ke- 18. Kertas pada naskah ini agak lapuk sehingga mudah patah, tetapi tidak terlalu parah kerusakannya. Selain itu, kertas tersebut juga mengeluarkan aroma tak sedap menyerupai aroma jamu. Mungkin aroma itu merupakan sebab dari kelembapan kertas. Kelembapan tersebut terjadi karena naskah tersebut kurang terawat, misalnya diletakkan di tempat yang kering. Selain itu kertas-kertas pada naskah ini sudah terlepas dari pangkal penjilidannya, sehingga harus berhati-hati dalam membuka lembaran kertas. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penjilidan terutama sampul ini juga dalam keadaan yang kurang baik. Oleh karena itu diketahui bahwa penjilidan antara sampul dan kertas tergolong tidak baik karena rusak.
Tiap halaman ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan yakni menggunakan penggaris karena ada garisan pensil pada beberapa halaman. Adapun ukuran margin pada penulisan naskah ini berbeda-beda tiap halamannya. Misalnya pada halaman pertama margin atas berukuran 4 cm, margin bawah berukuran 4,9 cm, margin kiri berukuran 1,4 cm dan margin kanan berukuran 5,9 cm, sedangkan pada halaman dua margin atas berukuran 3,5 cm, margin bawah berukuran 5 cm, margin kiri berukuran 5,5 cm dan margin kanan berukuran 1,6 cm. Begitu pula dengan halaman berikutnya memiliki ukuran yang berbeda.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini agak tebal dan cukup jelas terbaca serta berukuran sedang. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam dan merah. Pada naskah ini terdapat catchword yang diletakkan di pojok kiri bawah kertas dan berada pada setiap halaman ganjil.Dalam naskah ini rubrikasi yang ditulis dengan menggunakan tinta merah yang menandakan nama tokoh, kata-kata dalam bahasa Arab, dan konjungsi, misalnya Muhammad SAW, Wassalam, syahdan, adapun, dan sebagainya. Selain rubrikasi ditemukan kolofon yang terdiri dari enam baris. Dalam kolofon itu dijelaskan bahwa naskah diselesaikan pada hari Sabtu, bulan Rabiuawal pada pukul lima sore. Selain itu perlu diketahui pula bahwa naskah ini merupakan kumpulan dari beberapa cerita cerita ini ditulis pada halaman 1—110.
2.3 Perbandingan Naskah Hikayat Nur Muhammad ML 96 dan W 75
Setelah melakukan inventarisasi dan pendeskripsian naskah, penulis memutuskan untuk membandingkan naskah ML 96 dan W 75. Kedua naskah dipilih penulis karena selain merupakan varian, penulis menganggap bahwa cerita dalam naskah ini cukup akurat dan terbebas dari bidah jika dibandingkan dengan naskah Hikayat Nur Muhammad lainnya yang mengandung unsur tersebut. Di satu sisi penulis ingin membandingkan naskah ini dengan tujuan untuk mengulas isi naskah ini sebelum naskah ini diabaikan. Sebab, dilihat dari keadaannya, naskah ini cukup memprihatinkan, seolah tidak terawat. Oleh karena itu, perbandingan naskah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dokumen penelitian mengenai Hikayat Nur Muhammad.
Perbandingan naskah ini akan disusun di dalam tabel. Berikut ini adalah tabel perbandingan naskah tersebut.
Keterangan Naskah Hikayat Nur Muhammad berkode W 75 Naskah Hikayat Nur Muhammad berkode ML 96
Awal Naskah Dimulai dengan Bismillahirrahmanirrahin Dimulai diawali dengan penjelasan mengenai Nur Muhammad sebanyak satu halaman.
Isi Cerita Cerita mengenai awal mula penciptaan Nur Muhammad yang kemudian diperintahkan oleh Allah untuk berenang pada tujuh laut dan mengislamkan air, angin, api dan Selain itu diceritakan pula mengenai ajaran nabi Muhammad terhadap anaknya, Fatimah. Cerita mengenai awal mula penciptaan Nur Muhammad, perintah Allah agar Nur Muhammad berenang pada tujuh laut, mengislamkan ais, angin, api, ajaran Rasulullah terhadap anaknya, Fatimah, dan menjelaskan mengenai jalan kehidupan kita di akhirat.
Jumlah Halaman dan Baris pada naskah Terdiri dari sebelas halaman dan setiap halaman terdiri dari tujuh belas baris, kecuali halaman terakhir hanya terdapat tiga baris. Terdiri dari delapan belas halaman dan setiap halaman terdiri dari lima belas baris, kecuali halaman pertama dan halaman terakhir, yakni enam belas baris dan dua belas baris.
Perbedaan dalam Diksi serta Penyusunan Kata yang Digunakan • Pada naskah ini digunakan kata sembahyang ketika menjelaskan rukun Islam yang ketiga.
• Empat negeri yang disebutkan susunannya adalah air, tanah, api, angin.
• Menggunakan kata berbesar-besar dan berbesar. Hal ini terdapat pada kutipan di bawah ini:
Maka angin itu gembiranya berbesar-besar dirinya .(HNM, hlm. 3)
...
Kata Nur Muhammad, “hai angin,{6/ mengapa engkau besarkan dirimu itu?” (HNM, hlm. 3)
• Perbedaan dalam penyusunan pronomina, yakni pada kutipan di bawah ini:
Sahut Nur Muhammad, “aku seorang hamba Allah, engkau seorang hamba Allah.” (HNM, hlm. 4)
• Pada naskah ini digunakan kata salat dalam menjelaskan rukun Islam yang ketiga.
• Empat negeri yang disebutkan susunannya adalah air, api, angin, tanah.
• Menggunakan kata berseri-seri dan berseri. Hal ini terdapat pada kutipan di bawah ini:
Maka angin itu gembiranya berseri-seri dirinya (HNM, hlm. 5)
...
Kata Nur Muhammad, “Hai angin mengapa engkau berseri dirimu itu?” (HNM, hlm.5)
• Perbedaan dalam penyusunan pronomina, yakni pada kutipan dibawah ini:
Sahut Nur Muhammad, “engkau seorang hamba Allah, akupun {14}/ seorang hamba Allah.” (HNM, hlm. 6).
2.4 Metode Penelitian Terhadap Naskah Hikayat Nur Muhammad
Dalam melakukan penelitian terhadap naskah Hikayat Nur Muhammad (HNM) terutama naskah yang berkode W 75 dan ML 96 digunakan metode dasar dalam kajian filologi, yakni metode tekstologi dan kodikologi. Metode tekstologi mencakup penafsiran dan pemahaman teks dan juga penyajian edisi teks atau penyuntingan teks secara ilmiah atau kritis. Lain halnya dengan metode kodikologi adalah metode yang menjelaskan pendeskripsian kondisi fisik naskah HNM.
Selain itu metode yang digunakan untuk meneliti naskah ini adalah metode landasan. Metode ini dipilih karena adanya penafsiran bahwa terdapat naskah yang lebih unggul kualitasnya daripada naskah yang lain, misalnya dari isi ceritanya. Selain itu metode ini digunakan sebagai perbandingan antara naskah yang satu dengan naskah yang lainnya, sehingga ditemukan suatu perbedaan yang dilakukan secara sengaja maupun tak disengaja oleh penulis naskah tersebut.
Melalui metode landasan ini diperoleh bahwa naskah HNM berkode W 75 dijadikan sebagai naskah landasan dari naskah berkode ML 96. Hal ini disebabkan oleh usia naskah W 75 lebih tua daripada usia naskah ML 96. Selain itu, jika dilihat dari aspek penampilan naskah yang mencakup bahasa serta kejelasan dan keefektifan cerita, W 75 lebih unggul dari ML 96, sebab dalam naskah HNM berkode ML 96 terdapat penambahan cerita pada bagian awal dan akhirnya, sehingga ada kemungkinan bahwa penyalin telah memasukkan gagasan baru dalam naskah tersebut. Dengan kata lain, naskah HNM ML 96 memiliki bentuk cerita yang tidak seutuhnya sama dengan W 75 karena adanya penambahan cerita sebagai bentuk kreativitas penyalin. Oleh karena itu, dapat dikatakan naskah HNM W 75 adalah naskah yang asli tanpa penambahan cerita jika dibandingkan dengan ML 96.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa dalam membandingkan kedua naskah tersebut akan ditemukan perbedaan-perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat terlihat dari kata-kata yang digunakan, susunan kalimat atau gaya bahasa, maupun urutan-urutan peristiwa dalam naskah tersebut. Perbedaan yang kemungkinan disebabkan oleh kesalahan penulis ini akan disajikan dalam makalah ini.
BAB 3
SUNTINGAN TEKS HIKAYAT NUR MUHAMMAD
3.1 Ringkasan Isi Teks
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa naskah Hikayat Nur Muhammad (HNM) berkode W 75 dan ML 96 memiliki cerita yang sama yang terdiri dari dua unsur pokok cerita, yakni mengenai asal mula Nur Muhammad dan nasehat Muhammad kepada anaknya Fatimah tentang perempuan.
Pada awal kedua naskah tersebut diceritakan bahwa Allah Swt menciptakan Nur Muhammad sebelum terjadinya dunia ini dan sebelum adanya nabi Adam. Setelah diciptakan, Nur Muhammad sujud kepada Allah Swt selama lima puluh tahun dan setelah itu Allah menyuruh Nur Muhammad untuk bangkit dan mengislamkan umatnya melalui rukun Islam yang diawali dengan kalimat syahadat. Selain menciptakan Nur Muhammad, Allah juga menciptakan makhluk lain, yakni seekor burung yang sangat indah yang anggota tubuhnya adalah kerabat dekat Muhammad Rasulullah, yakni Hasan dan Husain, Abu Bakar Assidiq, Umar bin Khattab, Fatimah Azzahra, Aisyah, dan Hamzah bin Almuthalib.
Allah menciptakan tujuh laut, yakni Laut Ilmu, Laut Latif, Laut Sabar, Laut Akal, Laut Pikir, Laut Rahman, dan Laut Cahaya. Lalu Allah Swt menyuruh nabi Muhammad untuk berenang di ketujuh laut tersebut selama sepuluh ribu tahun lamanya. Selain menciptakan laut, Allah juga menciptakan empat elemen yang ada dalam kehidupan ini, yakni air, angin, api, dan tanah. Muhammad Rasulullah disuruh oleh Allah Swt untuk mengislamkan mereka. Air, angin, dan api pada awalnya sangat sombong dengan apa yang mereka miliki dan tidak mengakui kekuasaan Allah. Setelah Muhammad Rasulullah mendatangi mereka dan menyadarkan mereka atas kebesaran Allah, mereka pun akhirnya masuk Islam.
Selain itu nabi Muhammad juga memberikan nasihat kepada anaknya Fatimah mengenai bagaimana perempuan menjadi seorang istri yang baik bagi suaminya dan masuk ke dalam surga. Nabi Muhammad pun menjelaskan bahwa barang siapa istri yang durhaka kepada suaminya, akan dimasukkan oleh Allah ke dalam neraka jahanam untuk selamanya. Tak hanya itu Muhammad menjelaskan bahwa perempuan yang mendapatkan siksa kubur itu karena adanya lima perkara yang tidak dilakukannya kepada suaminya.
3.2 Pertanggungjawaban Transliterasi
Saat mentransliterasikan naskah Hikayat Nur Muhammad agar menjadi suatu naskah yang mudah dipahami isinya perlu diterapkan prinsip-prinsip transliterasi. Prinsip-prinsip inilah yang akan menghasilkan hasil suntingan yang baik dan benar. Prinsip-prinsip transliterasi pada naskah ini antara lain:
a) Naskah ini berbentuk hikayat sehingga di dalamnya terdiri dari beberapa paragraf dan dialog;
b) Penulisan transliterasi ini menggunakan pungtuasi yang disesuaikan dengan kesatuan kalimat.
c) Kata yang berasal dari bahasa Arab atau Alquran ditransliterasikan sesuai dengan EYD dan ditulis dengan huruf miring;
d) Tanda kurung (...) digunakan untuk menambahkan huruf, angka ataupun kata.
Contohnya: ... setelah sudah Nur Muhammad men(d)engar fiman Allah ...
Maka ia berenang kepada Laut Latif sepuluh ribu tahun (lamanya)/ lalu keluar pula dari sana.
e) Tanda kurung siku [...] digunakan untuk mengurangi huruf, angka atau kata.
Contohnya: ...”Hai, Nur Muhammad kunika[ra]hkan tujuh [la]/ laut...
...”Hai, yang amat bercahaya barang sekehendaknya kau ku perlakukan// [lakukan]” maka kata Nur Muhammad...
f) Tanda satu garis miring atau / digunakan untuk pergantian baris dalam naskah.
Contohnya: Ini peri tatkala menyatakan Hikayat Nur Muhammad Rasulullah Salallahualaihi/ wasalam...
g) Tanda dua garis miring atau // digunakan untuk pergantian halaman dalam naskah.
Contohnya: ... itulah yang tiada akan siksa api neraka. [pada hari]// Pada hari kiamat itulah yang mohon besar pahalanya/
h) Penomoran halaman diletakkan di sebelah kiri transliterasi, sedangkan penomoran baris diletakkan di sebelah kanan yang ditandai dengan {...}.
Contohnya: 1. Bismillahirrahmanirrahiim{1}/ Subhanallah walhamdulillah walaa illaha illallahu wallahuakbar walaa haula{2}/ walaa kuwata illa billahil’aliyil’adziim wa bihi nas(ta)’iin billaii’aa{3}/...
i) Kata ulang yang ditulis dengan angka dua akan ditransliterasikan sesuai dengan EYD.
Contohnya: indah2 menjadi indah-indah, berbesar2 menjadi berbesar-besar.
j) Huruf /k/ mewakili huruf ( ق ), ( ك ), dan ( ء ).
Contohnya:وقتو menjadi waktu
تتڪل menjadi tatkala
ڪبجيێڪن menjadi kebajik[k]an
k) Kosakata yang diperkirakan menyulitkan pemahaman akan dijelaskan artinya dalam daftar kata sukar dan akan ditulis berdasarkan abjad. Kata-kata sukar yang ada dalam trnsliterasi akan ditulis dengan huruf tebal. Adapun beberapa kamus yang digunakan untuk mencari pengertian kata-kata tersebut, antara lain sebagai berikut:
• Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005) yang disusun oleh Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
• Kamus Bahasa Melayu Nusantara (KBMN, 2003) yang disusun oleh Datuk Paduka Haji Mahmud.
• Kamus Dewan (KD, 1970) yang disusun oleh Teuku Iskandar.
l) Untuk memperbaiki kesalahan yang ada dalam teks baik kata maupun kalimat digunakan catatan kaki.
• Penulisan konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin
أ A ظ zh
ب Ba ع ’
ت Ta غ gh
ث Tsa ڠ ng
ج J ف f
ح H ڧ p
خ Kha ق q
چ Ca ك k
د D ک ga
ذ Dz ل l
ر Ra م m
ز Z ن n
س S و w
ش Sy ھ h
ص Sh ي y
ض Dh پ/ ڽ ny
ط Th ء k
• Penulisan vokal
a: أ e: أى
i: ي o: أو
u: و
3.3 Transliterasi Teks
1. Hikayat Nur Muhammad W 75
1. Bismillahirrahmanirrahiim{1}/ Subhanallah walhamdulillah walaa illaha illallahu wallahuakbar walaa haula{2}/ walaa kuwata illa billahil’aliyil’adziim wa bihi nas(ta)’iin billaii’aa{3}/ Ini peri tatkala menyatakan Hikayat Nur Muhammad Rasulullah Sallahualaihi
{4}/ wasalam semata sekalian belum jadi; ia sudah jadi, arasyi dan kursi belum jadi{5}/ ia sudah jadi, langit dan bumi belum jadi; ia sudah (jadi), laut dan darat belum jadi{6}/ ia sudah jadi, Adam pun belum terbit, ia sudah jadi, kalam belum menyurat{7}/ dan Luh pun belum tersurat.
Seperti sabda Rasulullah Sallahualaihi wasalam{8}/ “genta nabi Adam bina lama awal dina nabi setelah ada nabi dan Adam antara air dan tanah.”{9}/ Sabda nabi Sallahu’alaihi wasalam, “pertama dijadikan Allah taali cahayaku, maka cahaya{10}/ itupun sujudlah, dengan firman Allah taali menyuruhkan sujud itu. Demikian {11}/ firman Allah taali, “hai cahaya Nur Muhammad sujudlah engkau dengan firmanku lima puluh {12}/ tahun.” Setelah sudah Nur Muhammad men(d)engar firman Allah demikian bunyi, maka sujudlah lima puluh{13}/ tahun lamanya.
Maka firman Allah taali, “hai kekasihku Nur Muhammad, bangkitlah engkau dengan{14}/ firmanku.” Maka bangkitlah cahaya Nur Muhammad dengan firman Allah taali. Maka firman Allah{15}/ taali, “hai Nur Muhammad dadaku dengan umatmu. Pertama syahadat, dan kedua {16}/ puasa, dan ketiga sembahyang dan kelima waktu pada sehari selama (semalam), dan keempat {17}//
2. memberi zakat, dan kelima naik haji ke Baitulharam.
Maka kemudian daripada itu cahayaku{1}/ itu, maka dijadikan Allah taali seekor burung maha indah-indah rupanya. Sebermula kepala{2}/ burung itu Hasan dan Husain dan leher burung itu Fatimah Azzahra. Lengan{3}/ burung itu Abu Bakar Nasidiq dan lengannya yang kiri itu Umar bin (K)hattab. Dan ekor{4}/ burung itu Hamzah bin Almuthalib dan belakang burung itu Abas Radhiallahanhu. Dan kaki{5}/ burung itu Aisyah dengan hatinya.
Maka firman Allah taali [taali], “hai Nur Muhammad kau kunika[ra]hkan tujuh [la]{6}/ laut. Pertama Laut Ilmu dan kedua Laut Latif; dan ketiga Laut Subur dan keempat{7}/ Laut Akal; dan kelima Laut Fikir; dan keenam Laut Rahmat dan ketujuh Laut{8}/ Cahaya. Maka firman Allah taali kepada Nur Muhammad, “pergilah engkau kepada segala laut itu{9}/ dan berenanglah engkau kepada suatu laut itulah berenang sepuluh ribu tahun lamanya.
Setelah{10}/ sudah Nur Muhammad men(d)engar firman Allah taali demikian itu, maka Nur Muhammad pun pergilah{11}/ kepada laut itu. Pertama Nur Muhammad berenang kepada Laut Ilmu sepuluh ribu tahun lamanya{12}/ Lalu keluar pula dari sana. Maka ia berenang pula kepada Laut Latif sepuluh ribu tahun (lamanya){13}./ Lalu keluar pula dari sana. Maka ia berenang pula kepada Laut Akal sepuluh ribu tahun{14}/ lamanya. Lalu keluar dari sana. Maka berenang pula kepada Laut Fikir sepuluh ribu tahun{15}/ lamanya. Lalu keluar dari sana. Maka berenang pula kepada Laut Rahman sepuluh ribu tahun{16} lamanya. Lalu keluar dari sana. Maka berenang pula kepada Laut Cahaya _____ {17}//
3. lamanya.
Dijadikan bagai diempat negri dunia itu air, tanah, api, angin. Maka firman Allah taali kepada Nur{1}/ Muhammad, “hai Nur Muhammad empat negri kujadikan bagimu _____ kelihatan. Hai Nur Muhammad pergilah engkau kepada{2}/ empat negri (itu) setelah olehmu.
Maka Nur Muhammad pun pergilah kepada angin maka angin itu melihat Nur Muhammad.{3}/ Maka angin itu gembiranya berbesar-besar dirinya. Maka kata Nur Muhammad, “Assalamualaikum, ya angin.”{4}/
Maka disahut angin, “Waalaikumsalam. Hai yang amat bercahaya, siapa engkau?”
Maka sahut{5}/ Nur Muhammad, “aku pun seorang hamba Allah. Engkau pun seorang hamba Allah.” Kata Nur Muhammad, “hai angin,{6/ mengapa engkau besarkan dirimu itu?”
Maka sahutnya angin barang kehendak kuperlakukan{7}./
Maka kata Nur Muhammad, “hai angin yang hamba Allah itu tiada dapat berlakukan sekehendaknya.{8}/ Maka dilihatnya dirimu adakah bercela atau tiadakah apa ada celaku.” Maka kata Nur{9}/ Muhammad, “hai angin sungguhnya pun engkau tiada kelihatan kepada orang baik. Engkau hamba{10}/ orang berlayar.
Maka kata angin, “engkaulah yang tiada bercela”.
Kata Nur Muhammad Rasulullah, [as]{11}/ “astagfirullahalladziim yang hamba itu penuh dengan cela jua wahdahula syar{12}/ ikallahu wa ashhaduanna Muhammad Rasulullahu Salallahualaihi Wasalam.”
Maka kata angin, “hai{13}/ yang amat bercahaya–cahaya percayalah aku dengan engkau dan masukkan agama aku kepada{14}/ agama engkau dan ajarilah aku kalimat syahadat.”
“Maka engkau ucaplah dengan demikian{15}/ kata ya [na] wahdahulaa ilahailallah wa ashhaduanna Muhammad Rasulullah.”
Maka Nur{16}/ Muhammad ini ketika _____ kepada angin. api Maka dilihatnya Nur Muhammad api itu [mene(n)tu]{17}//
4. mene(n)tukan segala alam dengan gembiranya berbesarlah dirinya. Maka kata Nur Muhammad{1}/ “Assalamualaikum, ya api.”
Maka sahut api itu, “Waalaikumsalam yang amat bercahaya{2}/ siapa engkau?”
Sahut Nur Muhammad, “aku seorang hamba Allah, engkau seorang hamba Allah.”
Maka berkata{3}/ pula Nur Muhammad, “hai api mengapa engkau gembira sangat berbesarkan dirimu.”
Maka kata api, “barang{4}/ sekehendaknya aku perlakukan.”
Maka kata Nur Muhammad, “hai api yang hamba itu tiada didapat berlakukan salah{5}/ sekehendaknya dan lihatlah adakah engkau bercela atau tiadakah?”
Maka sahut api, “hai yang amat [ber]{6}/ bercahaya apa celaku?” Maka sahut Nur Muhammad, “hai api membunuh engkau itu air dan [mehadi] {7}/ menjadikan engkau itu angin.”
Maka kata api itu, “engkau karangan yang tiada bercela.”
Maka{8}/ (kata) Nur Muhammad, “astagfirullahalladzim. Yang hamba itu sahaja penuh dengan cela jua melainkan{8}/ Allah taali jua yang tiada bercela. Ashwahdahulaa syarikalahu wa ashhaduana Muhamad Rasul{9}/Allah.
Maka kata api, “percayalah aku [kepada] engkau dengan masuk agamalah aku kepada engkau. Ajarkan olehmu kalimat syahadat{10}/ akan daku.
Maka kata Nur Muhammad, “hai api ucap olehmu kalimat laailaha(i)lallahu wa ashhaduanna Muhammad{12}/ Rasulullah.
Maka Nur Muhammad pun pergilah ia kepada air. Maka dilihat Nur Muhammad air itu{13}/ amat gembiranya berbesarkan dirinya. Maka kata Nur Muhammad, “Assalamualaikum, ya air.”
Maka sahut{14}/ air, “Waalaikumsalam. Hai yang amat bercahaya, siapa engkau?”
Kata Nur Muhammad, “engkau seorang{15}/ hamba Allah. Aku seorang hamba Allah yang hamba-Nya. Maka kata Nur Muhammad, “hai air mengapa maka ____ gembira {16}/ -nya maka engkau membesarkan dirimu.”
Maka sahut air, “hai amat bercahaya barang sekehendaknya kau kuperlakukan{17}//
5. [lakukan] Maka kata Nur Muhammad, “yang hamba ini tiada dapat berlakukan sekehendak dirinya.” Maka{1}/ Nur Muhammad berkata, “hai air, lihatlah pada dirimu adakah engkau bercela itu tiadakah?”
Maka kata air,{2}/ “apa ada celaku?” Maka kata air, “engkau karangan yang tiada bercela.”
Maka sahut Nur Muhammad, “astagfirullah{3}/ alaalailadzim. Yang hamba ini sa[ha]ja penuh dengan cela jua yang tiada bercela yang ash{4}/ wahdahulaa syariikalah waashhaduana Muhammad Rasulullah.”
Maka kata air, “percayalah aku{5}/ akan engkau. Masukanlah aku (kepada) agama engkau. Ajarilah aku kalimat syahadat.”
Maka kata Nur Muhammad, “ucap{6}/ olehmu ashhaduanlaa ilahailalla Muhammad Rasulullah siangku rusak, bumi dan bintang{7}/ di langit tujuh. Maka malaikat keluar di dalam Nur illai membawa[h] kentung[k]an yang [da]{8}/ durhaka kepada suaminya.
“Ya anakku Fatimah, barang siapa perempuan mencuri (h)arta. [sua]{9}/ suaminya, suatu ... jua pun besarnya olehnya berbuat jahat pada{10}/ suaminya tiada diperolehnya kebajikan dunia dan akhirat senantiasa dimasukkan Allah{11}/ taali kepada neraka selama-lamanya. Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya anakku{12}/ Fatimah barangsiapa durhaka kepada suaminya, sudah ditahan suaminya,{13}/ maka Allah taali suruhkan malaikat yang bernama Malik Zabanah hamba (a)gungkan perempuan{14}/ itu ke dalam neraka jahanam.” Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “barangsiapa perempuan{15}/ pula seperti _____ Fatimah sekalipun, jika tiada ia bermohon pada suaminya, puasanya{16}/ itu _____ apa gunakan tiada diterima Allah taali puasanya perempuan itu bermula{17}//
6. Ada seorang perempuan di[ra]tanya pada baginda Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya nabi Allah,{1}/ jika suaminya itu aniaya pada istrinya betapa hukumannya?” Maka ujar Rasulullah{2}/ Sallahualaihi wasalam bersabda, “hai perempuan itu, karena ia bernikah daripada Allah subhanawataala{3}/ akan perempuan itu seg(e)ralah kamu hendak dihalalkan oleh istrinya . Jika tiada mau{4}/ menghalalkan sebeg[ah]una oleh istrinya kepada suaminya, maka Allah taali mereka akan{5}/ perempuan itu sehari-hari ia durhaka pada Allah subhanawataala bermula.
Maka ujar{6}/ Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya anakku Fatimah, barang siapa perempuan dicium{7}/ oleh suaminya dengan manis mukanya dan suka hatinya, suda(h)sanya ia laailahailallahu{8}/ Muhammad Rasulullah seribu kali dengan suka hatinya suaminya, maka sekalian dosanya{9}/ diampunkan Allah taali segala dosanya, seperti daun kayu yang luruh daunnya{10}/ dirapu(h) rintangannya. Demikianlah pahalanya. Ya anakku Fatimah, pahalanya orang dicium{11}/ suaminya dengan suka hatinya
Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “hai{12}/ anakku Fatimah, barang siapa perempuan disuruh suaminya, maka seg(e)ra ia berbangkit{13}/ dengan manisnya mukanya, terlebih besar pahalanya daripada orang orang naik haji{14}/ ke Baitulharam. Lagipun ia dimasukkan ke dalam surga cinta An-Naim.{15}/ Demikianlah pahalanya perempuan yang seg(e)ra berbangkit panggil suaminya.{16}/ Ya anakku Fatimah, barang siapa perempuan menyucurkan air mandi jenabat{17}//
7. Kepada suaminya terlebih pahalanya daripada orang mengali(h)kan[g] kepada Allah seratus{1}/ kali pahalanya senama orang menyembelih kurban bermula. Jika perempuan itu{2}/ mati mengundang, sudah lepas daripada dosanya, maka dinamai oleh [mala]{3}/ malaikat syahid namanya. Perempuan itu orangnya tiada oleh ia berdosa{4}/ sama dengan orang sebela(h) Allah. Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya anakku Fatimah,{5}/ barang siapa perempuan melihat muka suaminya, manisnya mukanya, suka hatinya{6}/ pada sehari-hari, ia seperti bertapa seribu tahun. Demikianlah pahalanya bermalaikat mula.{7}/ Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya anakku Fatimah, barang siapa{8}/ be[r]lajar ilmu kepada suaminya, maka Allah taali kasih kepada perempuan itu yang be[r]lajar{9}/ ilmu suaminya itu, maka dibalikkan Allah subhanawataala dengan surga Jannah Annaim, artinya{10}/ surga yang tujuh pengikat ma(h)ligai daripada emas bertatahkan rotan, menikam nilam{11}/ pualam nisfu ragam be(r)diri menyirakan tempat perempuan itu. Demikiannyalah dilisankan{12}/ Allah taali pahalanya orang be(r)lajar ilmu kepada suaminya.
Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi{13}/ wasalam, “hai kamu segala perempuan, barang siapa bersuaminya tiada g[ah]una di dalam dunia (da){14}/ datang ke akhirat, maha besar dosanya. Hai perempuan yang tiada dika[ha]win, seg(e)ralah kamu (ber)g[ah]una{15}/ karna terlalu amat besar pahalanya kepada Allah taali.”
Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam,{16}/ “ya anakku Fatimah, barangsiapa perempuan dikasih oleh suaminya dan tiada ada lepaskan{17}//
8. tiada dilaksanakan, Allah taali memberi kebaikan lagi baiknya perempuan itu dunia akhirat.
Maka [ujar]{1}/ ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya anakku Fatimah, bermula barang siapa perempuan berkata-kata{2}/ dengan sopannya dan tertib pada suaminya lagi ia barang kemana perginya, maka ia bermohon kepada{3}/ suaminya kepada hari kiamat, maka diampun Allah sekalian dosanya perempuan itu bermula.{4}/ Perempuan itulah akan isi surga. Ia pun menjadi penghulu bidadari sekalian di dalam surga melihat{5}/ terlalu amat bercahaya-cahaya mukanya cerit[er]a daripada Malik ridoi Allah indah.” Maka ujar Malik ridhoi Allah{6}/ ini, “maka hamba men(d)engar daripada Rasulullah Sallahualaihi wasalam barang siapa lagi-lagi satu barang{7}/ istrinya yang Malik dengan sekalian dan dengan sukanya pahalanya maha besar pada Allah taali{8}/ dan kepada Rasulullah Sallahualaihi wasalam, jika perempuan itu dahulu mati daripada suaminya,{9}/ maha besar pahalanya pada hari kiamat bermula. Jika ia beranak laki-laki setelah sudah mati{10}/ anaknya dahulu daripada ibunya dan bapa(k)nya, terlalu besar pahalanya. Rahman namanya{11}/ pada hari kiamat anaknya itulah mohonkan dahulu sekali dosanya ibu dan bapa(k)nya{12}/ kepada Allah taali.
Maka ujar arti ridho Allah, “ini hamba men(d)engar daripada Rasulullah Sallahualaihi wasalam{13}/ barangnya [pa] perempuan membuangkan anaknya di dalam perut maha besar di sana, maha amat dua{14}/ diperolehnya langit Allah, barang kehendaknya punya tiada diperlakukan Allah taali bermula.{15}/ Barangnya [pa] perempuan membubuh nur[u] satu pada tubuh suaminya, berjalan daripada{16}/ orang baik tipu-tipu bawanya mencium bau nur semata itu. Maka orang sekalian{17}//
9. mengucapkan nabi Sallahualaihi wasalam maka dinika[ra]hkan Allah taali akan perempuan itu{1}/ bercahaya-cahaya moganya terlebih daripada cahaya matahari dan bulan, pun terlebih cahayanya{2}/ pada hari kiamat zaman lamanya dan ia pun menjadi penghulu bidadari sekalian{3}/ di dalam surga bermula. Jika perempuan itu membubuh dirinya terusnya,{4}/ maka ia berjalan pada orang baik. Tiada ia menatapinya pada suaminya{5}/ dan suka hatinya suaminya, maka besar dosanya perempuan itu serasa{6}/ ia berbuat jahat maha besar dosanya pada hari kiamat. [Senantia]{7}/ Senantiasa dimasukkan Allah taali ke dalam neraka jahanam beribu-ribu [ta]{8}/ tahun lamanya bermula. Jika perempuan itu membubuh dirinya{9}/ terusnya setelah sudah memakai bawaan-bawaan itu, maka ia menata doa kepada{10}/ Allah taali. Maka perempuan itu berkata, “ya Allah, ya tuhanku, ya Rabbi,{11}/ ya sole(h), ya sidi(q), ya mulia, berilah apalah barang kehendak suami{12}/ hamba. Maka perempuan itu isinya surga henti Annaim. Maka u{13}/ jar Sallahu’alaihi wasalam, “demikianlah ya anakku Fatimah. Maka{14}/ inilah perempuan yang tiada siksa kubur. Pada perempuan oleh Allah taali{15}/ di dalam kuburnya bercahaya-cahaya.”
Maka ujar Fatimah, “ya ayahanda berapa{16}/ perkara perempuan yang tiada (a)kan siksa kubur.
Maka ujar Rasulullah{17}//
10. Sallahu’alaihi wasalam, “ya anakku Fatimah, adapun yang tanya hal gani{1}/ perempuan yang kena siksa [pu] kubur itu lima perkara [per]{2}/ pertama perempuan tiada mana henti barang kehendak suaminya{3}/ dan tiada menahan kasihannya akan suaminya dan kedua{4}/ perkara perempuan yang mengekalkan isi kehawaannya dengan{5}/ karna Allah taali dan ketiga perkara jika barang kata{6}/ suaminya tiada dahuluinya dan keempat perkara perkara [per]{7}/ perempuan itu yang buat keba(ng)kitan akan suaminya dan{8}/ kelima perkara perempuan itu, jika ia hendak pergi{9}/ berjalan, maka ia bermohon pada suaminya, dan jika{10}/ ada ia berbuat akan kebaikan pada suaminya itu{11}/ tiada ia akan lagi merasa siksa api neraka. Demikian{12}/ lah kemudian diri Allah Subhanawataala memasukkan ke dalam{13}/ surga barang kehendak suaminya diturutnya.”
Demikianlah segala{14}/ perempuan yang buat kebaikan pada suaminya berapa{15}/ yang sudah mati dahulu akhirat seperti Fatimah, anak baginda Rasul Allah{16}/ Sallahualaihi wasalam itulah yang tiada akan siksa api neraka. [pada hari]{17}//
11. pada hari kiamat itulah yang maha besar pahalanya{1}/ kepada Allah taali. Laa ilaha ilallahu{2}/ Muhammad Rasulullah Sallahu’alaihi wasalam{3}//
3.4 Daftar Kata-kata Sukar
1. Arasyi : 1. singgasana atau takhta; 2 surga tertinggi tempat takhta Tuhan.
2. Barang : 1. apa-apa sahaja; 2 sedikit banyak; 3. mudah-mudahan; agar semestinya; sewajarnya; 4. baik; walau.
3. Berbesarkan : membesarkan; melebih-lebihkan.
4. Bercela : mempunyai cela; ada celanya.
5. Berlakukan : melakukan sesuatu.
6. Bertapa : melakukan pertapaan.
7. Bertatahkan : bertatath (diberi atau dihiasi dengan permata, intan).
8. Gani : kaya
9. Genta : 1. loceng kecil-kecil (untuk perhiasan gelang kaki, leher lembu, dll.; 2. loceng besar.
10. Hamba : 1. abdi; budak belian; 2. saya.
11. Kalam : perkataan; kata (terutama bagi Allah)
12. Kebajikan : sesuatu yang mendatangkan kebaikan; perbuatan baik.
13. Kehawaannya : keinginannya.
14. Kursi : 1. Tempat duduk yang berkaki (biasanya berkaki empat), berpenyandar, dan ada kalanya yang mempunyai tempat meletakkan tangan di kanan kirinya; 2 Kedudukan atau jawatan (jabatan) dalam parlimen, kabinet, persidangan, pengurusan, dsb
15. Mahligai : 1. istana; 2. ruang dalam lingkungan istana tempat kediaman raja, permaisuri atau putra putri raja.
16. Membubuh : menaruh (meletakkan) sesuatu pada; memasang (memasukkan) pada.
17. Menikam : 1. menusuk; 2. melukai (hati, perasaan, dsb); menyakiti
18. Menyucurkan : memancurkan; mengalirkan.
19. Nilam pualam : batu permata laut yang sinarnya bercahaya berwarna biru.
20. Nisfu : setengah
21. Nur : cahaya
22. Penghulu : 1. kepala; ketua; 2. kepala adat; 3. kepala urusan agama Islam;
23. Peri : 1. hal; sifat; keadaan; 2 cara mengerjakan sesuatu; cara berbuat; laku.
24. Rabbi : tuhan.
25. Sahaja : memang demikian; sememangnya; sebenarnya.
26. Sebermula : mula-mula; pada mulanya.
27. Sekehendaknya: 1. satu kehendak; 2. semaunya; menurut kemauan sendiri.
28. Sidiq : benar; jujur.
29. Tatkala : ketika (itu); pada masa itu; waktu (itu).
BAB 4
FUNGSI SASTRA, ASPEK AGAMA, DAN PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DALAM HIKAYAT NUR MUHAMMAD
4.1 Kategori Naskah serta Penelitian Terdahulu terhadap Naskah Hikayat Nur Muhammad
Naskah Hikayat Nur Muhammad (HNM) merupakan salah satu naskah klasik yang ditemukan sekitar pertengahan abad ke-18. Naskah HNM terdiri dari tujuh naskah dan semuanya tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari katalog, beberapa naskah HNM ini berasal dari Tanah Gayo, Aceh. Seperti yang kita ketahui Aceh disebut sebagai kota Serambi Mekah, sebab pengaruh Islam di provinsi ini dapat dikatakan sangat kuat.
HNM adalah naskah yang menceritakan mengenai asal mula Nur Muhammad hingga dia menjadi nabi dan diutus oleh Allah untuk berenang mengarungi tujuh lautan dan mengislamkan empat elemen yang ada di lingkungan manusia, yakni air, angin, api, dan tanah. Apabila dilihat dari isi ceritanya, HNM dapat dikategorikan dalam cerita hikayat kenabian, sebab hampir keseluruhan menceritakan nabi Muhammad SAW.
Hikayat kenabian tergolong dalam sastra Islam. Sastra Islam adalah sastra tentang orang Islam dan segala amal solehnya . Naskah ini ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu sehingga dapat disebut sebagai sastra Islam Melayu. Sastra Islam Melayu adalah sastra orang Islam yang ditulis di dalam bahasa Melayu dirantau ini . Sebagaimana telah dijelaskan Liaw Yock Fang dalam bukunya yang berjudul Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik Jilid 1 bahwa menurut R. Roolvink terdapat lima jenis sastra Islam, yakni cerita Alquran, cerita nabi Muhammad, cerita sahabat nabi, cerita pahlawan Islam, dan sastra kitab. Naskah HNM termasuk dalam cerita nabi Muhammad karena menceritakan nabi Muhammad sebagai Rasulullah SAW.
Pada buku Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik Jilid , Liaw Yock Fang mengutip pendapat Ismail Hamid yang menyatakan bahwa HNM juga dikenal sebagai Hikayat Kejadian Muhammad yang merupakan sebuah hikayat yang sangat populer dikalangan orang yang cenderung kepada ilmu tasawuf . Dalam buku itu, Liaw Yock Fang menjelaskan bahwa isi naskah ini beraneka ragam. Dua di antaranya, yaitu ML 378C dan ML 388 F sama isinya dengan sebuah naskah yang dicap dengan batu di Bombay. ML 406B mengandung sisipan tentang Nabi Bercukur, sedangkan ML 96 dan ML 642 (W 75) memasukkan cerita seperti Hikayat Nabi Mengajar Anaknya Fatimah dan cerita Patana Islam di dalamnya. ML 643A (W 76A) dan ML 644 agak menyimpang dari naskah yang dicap dengan batu di Bombay .
Perlu diketahui bahwa naskah HNM ini telah diteliti oleh beberapa ahli, misalnya seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yakni Ismail Hamid dan Liaw Yock Fang. Selain itu Muhammad Fanani telah meneliti semua naskah HNM yang terdapat di Perpustakaan Museum Pusat. Akan tetapi penelitiannya belum diterbitkan . Salah satu pendapatnya mengenai HNM, yakni naskah berkode ML 643A (W 76A) terdapat sebuah hikayat atau naskah yang agak luas isinya.
Seorang peneliti yang telah meneliti HNM adalah Nur Fauzan Ahmad. Menurutnya, HNM adalah sebuah hikayat yang menceritakan tentang Nur Muhammad sebagai awal penciptaan semesta ini . Ide ini didasari oleh ajaran Ibnu Araby, seorang ahli sufi falsafi wachdatul wujud. Ide awal paham Nur Muhammad ini adalah dari seorang tokoh sufi kontroversial Al Challaj bahwa Nur Muhammad merupakan jalan hidayah (petunjuk) dari semua nabi .
Dalam buku Kesusastraan Melayu Tradisional terdapat dua ahli yang membicarakan HNM, yakni Zalila Sharif dan Jamilah Haji Ahmad. Mereka menyatakan bahwa konsep Nur Muhammad telah melahirkan sebuah hikayat Melayu yang khusus membicarakan Nur Muhammad, yakni berjudul Hikayat Nur Muhammad mengatakan bahwa roh nabi Muhammad SAW diciptakan oleh Allah dalam bnetuk cahaya (Al-Nur) dan keistimewaan penciptaan cahaya tersebut melebihi segala kejadian yang lain di dunia ini . Selain itu, mereka juga mengatakan bahwa HNM adalah sebuah cerita yang disampaikan dalam bentuk simbolik. Pembicaraan hanya menggambarkan proses perkembangan Nur Muhammad yang mula-mula diciptakan Allah di alam maya ini .
4.2 Fungsi Sastra dalam Hikayat Nur Muhammad
Karya sastra dalam sejarah penciptaannya tidak akan pernah lepas dalam kehidupan manusia. Horatius mengemukakan istilah dulce et utile dalam tulisannya yang berjudul Ars Poetica . Dulce et utile merupakan penggabungan dari dua sifat, yakni sifat dulce dan sifat utile. Dulce adalah indah dan menghibur, sedangkan utile berguna dan mengajarkan sesuatu . Dengan kata lain, istilah tersebut menjelaskan bahwa sastra memiliki fungsi ganda, yakni menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi pembacanya .
Istilah tersebut berlaku untuk semua jenis karya sastra, terutama karya sastra klasik, seperti naskah. Dalam naskah, sifat dulce biasanya diwujudkan dengan kemerduan permainan bunyi (syair) dan gaya bahasa serta majas yang mampu memikat hati, menyejukkan perasaan, dan menimbulkan rasa keindahan terhadap seseorang yang membacanya. Sifat utile diartikan mengandung pengajaran dan keteladanan, terutama dalam kearifan hidup, hidup bermasyarakat, dan kehidupan beragama .
Fungsi sastra, yakni dulce et utile dapat ditemukan pada naskah Hikayat Nur Muhammad melalui isi ceritanya. Sifat dulce tercermin dalam diksi yang digunakan serta pengulangan kalimat. Diksi yang dipakai dalam HNM ini umumnya adalah simbolik. Dalam simbolik tersebut ditemukan cipta rasa keindahan dalam menuangkan pikiran melalui kata-kata, sehingga kata-kata tersebut memiliki maksud yang tersirat untuk menjelaskan suatu hal. Contoh simbolik dalam naskah ini, yakni seperti kutipan di bawah ini:
“ya anakku Fatimah, barang siapa{8}/ be[r]lajar ilmu kepada suaminya, maka Allah taali kasih kepada perempuan itu yang be[r]lajar{9}/ ilmu suaminya itu, maka dibalikkan Allah subhanawataala dengan surga Jannah Annaim, artinya{10}/ surga yang tujuh pengikat ma(h)ligai daripada emas bertatahkan rotan, menikam nilam{11}/ pualam nisfu ragam be(r)diri menyirakan tempat perempuan itu... (HNM, hlm.7)
Pada kutipan tersebut, penggunaan simbolik yakni surga yang tujuh pengikat ma(h)ligai daripada emas bertatahkan rotan, menikam nilam{11}/ pualam merupakan pendeskripsian mengenai Surga Jannah Annaim. Secara tersirat, surga tersebut digambarkan sebagai suatu tempat yang sangat indah. Hal ini ditandai dengan adanya metafora yang menunjukkan keindahan simbolik tersebut. Metafora ini ditunjukkan dengan kata emas bertatahkan rotan.
Selain itu dalam naskah ini Muhammad SAW digambarkan sebagai nur atau cahaya yang indah yang menunjukan kemuliaanya sebagai hamba Allah. Hal ini dapat diketahui melalui kutipan di bawah ini:
Maka kata angin, “hai{13}/ yang amat bercahaya–cahaya percayalah aku dengan engkau... (HNM, hlm. 3)
Kata yang amat bercahaya-cahaya menunjukkan bahwa Muhammad SAW sangat suci dan sangat mulia kedudukannya serta memiliki keindahan yang tidak terkira dibandingkan dengan ciptaan Allah. Adanya simbolik tersebut dapat berdampak kepada penafsiran dan imajinasi pembaca, yakni dalam menggambarkan sosok Muhammad Rasulullah. Di samping itu, metafora pun terdapat pada salah satu bagian cerita ini, khususnya ditunjukkan dalam dialog. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan di bawah ini:
... Maka angin itu gembiranya berbesar-besar dirinya. (HNM, hlm. 3)
...
Kata Nur Muhammad, “hai angin,{6/ mengapa engkau besarkan dirimu itu?” (HNM, hlm. 3)
Kata berbesar-besar hatinya dan besarkan dirimu merupakan metafora, karena makna yang diungkapkan adalah makna konotasi. Maksud dari kata tersebut tergantung pada konteks kalimatnya. Misalnya pada kata berbesar-besar hatinya maksudnya adalah merasa sangat senang, sedangkan kata besarkan dirimu maksudnya adalah sombong atau merasa dirinya lebih baik dari segalanya.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, sifat utile memberikan suatu pengajaran dan kearifan dalam hidup. Dalam naskah ini, sifat tersebut terlihat jelas ketika nabi Muhammad mengajarkan Fatimah mengenai apa saja yang dilakukan perempuan sebagai seorang istri. Hal ini dapat diketahui melalui beberapa contoh kutipan di bawah ini:
“hai{12}/ anakku Fatimah, barang siapa perempuan disuruh suaminya, maka seg(e)ra ia berbangkit{13}/ dengan manisnya mukanya, terlebih besar pahalanya daripada orang orang naik haji{14}/ ke Baitulharam. Lagipun ia dimasukkan ke dalam surga cinta An-Naim... (HNM, hlm. 7)
...
“ya anakku Fatimah, bermula barang siapa perempuan berkata-kata{2}/ dengan sopannya dan tertib pada suaminya lagi ia barang kemana perginya, maka ia bermohon kepada{3}/ suaminya kepada hari kiamat, maka diampun Allah sekalian dosanya perempuan itu bermula.{4}/ Perempuan itulah akan isi surga. (HNM, hlm. 8)
...
Demikianlah segala{14}/ perempuan yang buat kebaikan pada suaminya berapa{15}/ yang sudah mati dahulu akhirat seperti Fatimah anak baginda Rasul Allah{16}/ Sallahualaihi wasalam itulah yang tiada akan siksa api neraka. [pada hari]{17}// (HNM, hlm. 10).
Pada ketiga kutipan di atas Muhamaad SAW mengajarkan kepada Fatimah agar selalu berkelakuan baik kepada suaminya agar diampuni dosanya oleh Allah, dijauhkan dari siksa api neraka, dan dimasukkan ke dalam surga. Ajaran ini berlaku bagi perempuan yang akan memberikan kebaikan dunia dan akhirat. Melalui ajaran tersebut, kita dapat mengetahui bagaimana cara istri memperlakukan suaminya dengan baik, karena perlakuan tersebut merupakan ibadah yang akan mendapatkan pahala yang besar.
4.3 Aspek-aspek Agama yang Terkandung dalam Hikayat Nur Muhammad
Dalam naskah Hikayat Nur Muhammad ini terdapat ajaran tasawuf dan akidah, sebab naskah ini merupakan naskah keagamaan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa konsep ide mengenai Nur Muhammad ini awalnya didasari oleh ajaran seorang ahli sufi bernama Ibnu Araby (638 H/ 240 M) . Dia menjelaskan bahwa Nur Muhammad merupakan asal-usul kejadian semua makhluk hidup dan sumber yang terpancar daripada ilmu para nabi dan wali . Lalu ide ini ditegaskan oleh Abdul Karim Al-Jili(832H) yang menghubungkan konsep manusia yang sempurna. Ide ini akhirnya masuk dan meluas di kalangan sufi Melayu sejalan dengan masuknya agama Islam ke nusantara .
Para sufi tersebut akhirnya menyebarkan ajaran-ajaran tasawuf melalui konsep kenabian, yakni Muhammad SAW. Ajaran-ajaran tersebut dapat disebarkan melalui karya sastra, misalnya naskah, seperti Hikayat Nur Muhammad. Ajaran tasawuf yang ada dalam naskah tersebut merupakan pengetahuan sekaligus membuka kesadaran terhadap keyakinan kita terhadap Allah Swt. Dengan memahami ajaran tersebut, akan membuat kita senantiasa bertawakal kepada Allah Swt sebagai penguasa alam semesta. Dalam ajaran tasawuf ini ditemukan amanat serta pemahaman mengenai sifat-sifat orang yang saleh (beriman).
Salah satu bentuk ajaran tasawuf dalam naskah ini tercermin pada kutipan di bawah ini:
... Sabda nabi Sallahu’alaihi wasalam, “pertama dijadikan Allah taali cahayaku, maka cahaya{10}/ itupun sujudlah, dengan firman Allah taali menyuruhkan sujud itu. Demikian {11}/ firman Allah taali, “hai cahaya Nur Muhammad sujudlah engkau dengan firmanku lima puluh {12}/ tahun.”... (HNM, hlm. 1).
...
Maka firman Allah taali, “hai kekasihku Nur Muhammad, bangkitlah engkau dengan{14}/ firmanku. (ibid)
...
Maka kemudian daripada itu cahayaku{1}/ itu, maka dijadikan Allah taali seekor burung maha indah-indah rupanya. (HNM, hlm.2)
...
Kata Nur Muhammad, “engkau seorang{15}/ hamba Allah. Aku seorang hamba Allah yang hamba-Nya.(HNM, hlm. 4)
...
“ya anakku Fatimah, barang siapa{8}/ be[r]lajar ilmu kepada suaminya, maka Allah taali kasih kepada perempuan itu yang be[r]lajar{9}/ ilmu suaminya itu, maka dibalikkan Allah subhanawataala dengan surga Jannah Annaim...(HNM, hlm. 7).
Pada kelima kutipan di atas, telah menunjukkan bahwa Allah Swt adalah Maha Penguasa alam semesta. Hanya Dia-lah yang mampu menciptakan makluk yang dikehendaki-Nya. Pada kutipan di atas, Allah Swt telah menciptakan Nur Muhammad dan seekor burung yang indah. Kedua makhluk tersebut adalah tanda kekuasaan-Nya. Setelah melihat penciptaan tersebut terdapat sebuah amanat bahwa kita sebagai makhluk ciptaan Allah tidak sepantasnya berlaku sombong, karena kekuasaan hanya milik Allah yang Esa dan semua makhluk yang diciptakan-Nya adalah hamba Allah yang wajib beriman dan beribadah hanya kepada-Nya.
Pada kutipan terakhir ditunjukkan mengenai bagaimana sikap seorang muslim yang beriman, yakni ditunjukan melalui ajaran nabi terhadap Fatimah mengenai perempuan. Dalam kutipan tersebut terlihat bahwa Allah menjanjikan makhluk-Nya terutama seorang istri yang solehah, yang selalu berbuat baik kepada suaminya akan dimasukkan surga. Dengan kata lain, hanya Allah yang menentukan tempat yang pantas kita dapatkan ketika di akhirat nanti.
Dalam naskah ini juga dijelaskan mengenai akidah, yakni bahwa Allah memerintahkan kepada Nur Muhammad dan umat-Nya agar beriman kepadanya dan menjalani lima rukun Islam. Selain itu dalam naskah ini Allah memerintahkan agar semua makhluk ciptaan-nya beriman hanya kepadanya. Agama yang diakui sebagai agama yang mulia di sisi Allah adalah Islam. Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada Nur Muhammad untuk mengislamkan empat elemen ciptaan-Nya, yakni air, angin, api, dan tanah yang ditandai dengan mengucapkan kalimat syahadat. Dengan kata lain, mengucapkan kalimat syahadat telah menunjukkan bahwa makhluk Allah beragama Islam.
4.4 Pengaruh Kebudayaan Islam
Kebudayaan Islam telah masuk ke nusantara sejak berabad-abad yang lalu. Adanya kebudayaan Islam ini dipicu dari penyebaran Islam ke nusantara oleh para ulama. Kebudayaan Islam tersebut dapat dilihat melalui hasil-hasil karya sastra yang diciptakan oleh para pengarang Islam. Hasil-hasil karya tersebut biasanya berbentuk naratif mengenai kisah para nabi dan tokoh-tokoh Islam .
Seiring majunya ilmu pengetahuan, pengaruh kebudayaan Islam semakin kuat dalam kesusastraan Melayu, yakni munculnya naskah-naskah keagamaan sebagai salah satu bentuk karya sastra. Dalam karya sastra Islam Melayu ini terdapat beberapa ciri yang cukup menonjol, seperti terdapatnya mitos mengenai nabi-nabi serta tokoh-tokoh Islam, ciri kekitaban, serta munculnya pemikiran-pemikiran Islam.
Pada naskah Hikayat Nur Muhammad, terdapat mitos mengenai awal mula penciptaan Nur Muhammad hingga penciptaan seekor burung yang indah oleh Allah Swt. Dalam naskah ini juga diceritakan mengenai mitos nabi Muhammad yang berenang mengarungi tujuh lautan. Mitos ini umumnya dianggap sebagai peristiwa sejarah Islam yang digambarkan melalui tokohnya, yakni nabi.
Selain itu dalam naskah HNM ini diperoleh ciri kekitaban, yakni ditunjukkan melalui penceritaan nabi Muhammad dalam bentuk naratif yang secara keseluruhan hanya menceritakan mengenai agama. Penceritaan mengenai agama Islam ini didukung dengan adanya ajaran tasawuf serta akidah yang terdapat pada naskah ini. Di samping itu dalam naskah ini juga diceritakan mengenai ajaran nabi Muhammad kepada Fatimah yang menerangkan mengenai apa yang harus dilakukan seorang istri kepada suaminya sebagai bentuk tanggung jawabnya. Dengan kata lain, ajaran tersebut menjelaskan mengenai tata cara berumah tangga yang akan dilakukan oleh perempuan sebagai seorang istri.
Pada ajaran-ajaran yang ditemukan dalam naskah ini, baik tasawuf, akidah, maupun rumah tangga lebih banyak menyentuh persoalan agama. Misalnya saja dapat dilihat melalui kutipan di bawah ini:
“Ya anakku Fatimah, barang siapa perempuan mencuri (h)arta. [sua]{9}/ suaminya, suatu ... jua pun besarnya olehnya berbuat jahat pada{10}/ suaminya tiada diperolehnya kebajikan dunia dan akhirat senantiasa dimasukkan Allah{11}/ taali kepada neraka selama-lamanya. (HNM, hlm. 5)
...
“ya anakku Fatimah, barang siapa perempuan dicium{7}/ oleh suaminya dengan manis mukanya dan suka hatinya, suda(h)sanya ia laailahailallahu{8}/ Muhammad Rasulullah seribu kali dengan suka hatinya suaminya, maka sekalian dosanya{9}/ diampunkan Allah taali segala dosanya... (HNM, hlm. 6).
...
... jika{10}/ ada ia berbuat akan kebaikan pada suaminya itu{11}/ tiada ia akan lagi merasa siksa api neraka. (HNM, hlm. 10).
Pada kutipan di atas terlihat jelas bahwa seorang istri yang berbakti kepada suaminya akan diampunkan dosanya oleh Allah, terbebas dari api neraka serta dimasukkan ke dalam surga. Persoalan agama yang terjadi adalah dampak dari perbuatan seorang istri kepada suaminya, yakni apabila seorang istri berbuat jahat, dia akan dimasukkan ke dalam neraka, sedangkan seorang istri yang berbuat baik terhadap suaminya akan dimasukkan oleh Allah ke dalam surga. Hal ini selalu diajarkan dalam agama, khususnya Islam.
Selain itu pengaruh kebudayaan Islam juga ditandai dengan beberapa kosakata Arab, seperti taali, astagfirullahaladhzim, kalimat syahadat, serta doa yang digunakan. Doa tersebut terdapat pada awal naskah dan dimulai dengan Basmallah. Adanya doa dan kosakata Arab menandakan bahwa pengaruh Islam ditandai dengan masuknya bahasa Arab di nusantara ini, terutama dalam naskah.
4.5 Tanggapan Penulis
Menurut penulis, naskah ini cukup besar peranannya untuk mengetahui asal mula penciptaan Nur Muhammad, mitos-mitos apa saja yang terdapat di dalamnya, serta ajaran Rasulullah mengenai perempuan khususnya dalam hal berumah tangga. Perlu diketahui bahwa naskah ini tergolong naskah keagamaan yang tentunya tidak terlepas dari ajaran tasawuf dan juga akidah. Penceritan mengenai nabi Muhammad sebagai Rasulullah menjadi tokoh sentral dalam naskah ini.
Dengan memahami naskah ini, ternyata cukup banyak pengetahuan agama yang kita peroleh, seperti mengetahui kekuasaan Allah serta penempatan kehidupan kita di akhirat yang ditentukan oleh perilaku kita di dunia. Melalui naskah ini membuat kita semakin meyakini Allah Swt sebagai tuhan kita yang Maha Kuasa dan Maha Sempurna. Oleh karena itu, naskah ini sangat bermanfaat bagi kita.
BAB 5
KESIMPULAN
Hikayat Nur Muhammad termasuk naskah keagaaman yang tergolong dalam hikayat kenabian. Naskah ini menceritakan asal mula penciptaan Nur Muhammad, perintah Allah agar Nur Muhammad mengislamkan makhluk ciptaan-Nya dan berenang mengarungi tujuh lautan, serta ajaran nabi Muhammad kepada anaknya, Fatimah mengenai perempuan, khususnya seorang istri ketika berumah tangga.
Naskah ini memiliki fungsi ganda, yakni menghibur dan memberikan pengajaran. Kedua fungsi ini dapat dilihat langsung pada kutipan-kutipan naskah yang telah dijelaskan pada bab analisis.
Naskah ini tidak terlepas dari aspek-aspek agama Islam serta pengaruh kebudayaan Islam. Aspek-aspek Islam mecakup ajaran tasawuf dan akidah. Di samping itu pengaruh agama Islam dalam naskah ini sangat kuat. Hal ini ditandai dengan adanya ciri-ciri yang menonjol dalam karya sastra Islam dan juga munculnya kosakata Arab dalam naskah ini.
Berdasarkan transliterasi dan analisis diperoleh pemahaman mengenai konsep Nur Muhammad dalam naskah ini. Dengan kata lain, naskah ini sangat bermanfaat bagi kita sebagai bentuk pembelajaran kita untuk memnambah pengetahuan mengenai Islam.
Pada pembahasan dalam naskah ini, penulis berkesimpulan bahwa tujuan penyalin menyalin naskah ini adalah untuk memberitahukan kepada kita bagaimana penciptaan Nur Muhammad tersebut hingga dia menyebarkan agama Islam terhadap ciptaan Allah serta pengajaran mengenai rumah tangga. Selain itu, melalui naskah ini ada kemungkinan penyalin memiliki misi untuk menyebarkan agama Islam dengan memasukkan mitos-mitos mengenai nabi Muhammad.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.3. Jakarta: Balai Pustaka.
Behrend, T. E., Titik Pudjiastuti. 1998. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Budianta, Melanie., dkk. 2006. Membaca Sastra. Jakarta: Indonesiatera.
Howard, Joseph H. 1966. Malay Manuscripts: a Bibliographical Guide. Kuala Lumpur: University of Malaya Library.
Hikayat Nur Muhammad. ML 96. Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Hikayat Nur Muhammad. W 75. Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Iskandar, Teuku. 1970. Kamus Dewan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Liaw Yock Fang. 1991. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Lubis, Nabilah. 1996. Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Forum Kajian Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah.
Sharif, Zalila, dan Jamilah Haji Ahmad. 1993. Kesusasteraan Melayu Tradisional. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia.
Sudjiman, Panuti. 1995. Filologi Melayu. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Sutaarga, Amir, dkk. 1972. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen P dan K.
Tim Penyusun Kamus. 2003. Kamus Bahasa Melayu Nusantara. Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Kebudayaan Brunei Darussalam.
http://staff.undip.ac.id/sastra/fauzan/2009/07/page/2/ (diunduh 24 Mei 2010).
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra merupakan suatu hal yang sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa kedudukan sastra pada kehidupan sehari-hari secara tidak langsung berkaitan dengan masyarakat. Sastra merupakan hasil karya seseorang berupa imajinasi dan kreativitas maupun berdasarkan fakta yang dibuat untuk menyampaikan sesuatu. Selain itu, sastra adalah bahasa (kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari) (KBBI, 2005: 1002). Dengan kata lain, bahasa dan sastra memiliki keterikatan yang tidak dapat dilepaskan, sebab bahasa dapat dijadikan sebagai medium dalam menyampaikan maksud dari sastra tersebut.
Dalam buku Membaca Sastra , sebagaimana dikatakan oleh Daices bahwa ia mengacu pada Aristoteles yang melihat sastra sebagai suatu karya yang “menyampaikan satu jenis pengetahuan yang tidak dapat disampaikan dengan cara yang lain”, yakni suatu cara yang memberikan kenikmatan yang unik dan pengetahuan yang memperkaya wawasan pembacanya . Sastra yang terlah diciptakan disebut karya sastra. Karya sastra terdiri dari tiga genre, yakni drama, puisi, dan prosa. Karya sastra tidak diciptakan dalam sesuatu yang hampa, melainkan dalam suatu konteks budaya dan masyarakat tertentu .
Karya sastra terbagi menjadi dua macam, yakni sastra lisan dan tulisan. Sastra lisan berupa folklor yang diciptakan dan diwariskan secara turun menurun secara lisan dan juga tidak dibukukan. Lain halnya dengan sastra tulisan yang muncul setelah manusia mengenal tulisan, sehingga karya yang dibuat dapat diabadikan melalui tulisan atau bahkan dibukukan. Dalam karya sastra tulisan ini biasanya terdapat pengaruh kebudayaan asing, seperti kebudayaan Budha, Hindu, dan Islam.
Pada zaman dahulu, sebelum ada percetakan, karya sastra tulisan hanya berupa naskah (manuskrip) yang ditulis tangan secara langsung oleh pemiliknya. Naskah yang ditulis oleh pengarang tersebut merupakan naskah asli. Naskah tergolong karya sastra lama. Naskah tersebut ada yang berupa hikayat, syair, adat-adat tradisional, surat-surat kerajaan, dan undang-undang. Naskah-naskah yang ada di Indonesia umumnya berbahasa Melayu. Akan tetapi beberapa di antara naskah tersebut menggunakan bahasa Jawa, bahasa Sunda, atau bahasa-bahasa lain yang ada di Indonesia. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, naskah-naskah tersebut diteliti. Penelitian naskah termasuk ke dalam kajian filologi. Naskah tersebut dianggap sebagai sumber primer yang dapat dijadikan sebagai bukti sejarah dalam penelitian, sehingga penelitian naskah tidak pernah lepas dari berbagai disiplin ilmu.
Pada makalah ini, penulis akan meneliti salah satu naskah jamak berbentuk hikayat yang bercerita tentang kenabian, yakni Hikayat Nur Muhammad. Naskah tersebut tergolong dalam naskah keagamaan, karena pengaruh Islam sangat kuat di dalamnya. Perlu diketahui bahwa Hikayat Nur Muhammad terdiri dari tujuh naskah. Naskah ini berkembang sekitar abad XVII—XIX yang menandakan bahwa pada saat itu agama Islam sudah masuk ke Indonesia, sehingga tak menutup kemungkinan bahwa dalam naskah ini terdapat pengaruh Islam.
Dalam makalah ini penulis memilih naskah Hikayat Nur Muhammad yang berkode W 75. Naskah dengan kode tersebut dipilih penulis sebagai objek penelitian karena selain membahas isinya, naskah ini ditransliterasi dengan tujuan untuk melestarikan serta menjaga keutuhan cerita dalam naskah tersebut agar tetap terpelihara. Hal ini dilakukan sebab kondisi naskah yang dapat dikatakan cukup memprihatinkan yang memacu penulis untuk memilih meneliti naskah tersebut.
Pada makalah ini penulis akan mengulas hal-hal apa saja yang terdapat dalam naskah ini, yakni fungsi naskah tersebut sebagai karya sastra dan juga beberapa aspek yang berkaitan dengan Islam. Aspek-aspek yang berkaitan dengan Islam terdiri dari akidah, tasawuf, serta amanat yang terkandung dalam naskah tersebut, sehingga dapat mempengaruhi pembaca. Selain itu, karena Hikayat Nur Muhammad merupakan naskah jamak, penulis juga akan membandingkan naskah tersebut dengan naskah yang berjudul sama, tetapi kode berbeda, yakni ML 96. penulis memilih naskah berkode ML 96 karena setelah dilihat dari isinya, naskah tersebut termasuk varian. Hal ini disebabkan adanya kesamaan cerita, yakni mengenai asal mula Nur Muhammad dan juga nasehat nabi Muhammad kepada anaknya Fatimah mengenai perempuan.
Melalui makalah ini diharapkan dapat diketahui bahwa setiap naskah yang diteliti tentu saja terdapat berbagai hal yang dapat diulas sebagai suatu kajian ilmiah dan menambah wawasan kita. Makalah ini juga diharapkan dapat menjadi suatu pengantar ilmiah untuk memperdalam serta memahami filologi dan juga mengembangkan pengetahuan mengenai karya sastra lama yang bermanfaat samapi sekarang.
1.2 Perumusan Masalah
Naskah yang diinventarisasikan dalam makalah ini terdiri dari tujuh naskah yang memiliki judul sama, yakni Hikayat Nur Muhammad (HNM). Namun, naskah yang akan dibahas isinya dan juga dibandingkan isinya, yakni naskah HNM berkode W 75 dan ML 96. Dalam naskah tersebut terdapat beberapa hal permasalahan yang dibahas dalam makalah ini. Permasalahan tersebut di antaranya:
1. Bagaimana penyajian edisi teks HNM berkode W 75 dan ML 96 sehingga mudah dipahami pembaca?
2. Bagaimana fungsi naskah tersebut sebagai karya sastra?
3. Bagaimana bentuk aspek-aspek agama yang terkandung dalam kedua naskah tersebut?
4. Bagaimana pengaruh agama Islam dalam naskah tersebut?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, tujuan makalah ini aalah untuk menjelaskan fungsi naskah tersebut sebagai salah satu bentuk karya sastra, menjelaskan aspek-aspek agama yang ada dalam naskah serta pengaruhnya bagi pembaca. Selain itu, dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai bagaimana pengaruh agama Islam yang terdapat dalam kandungan naskah HNM.
1.4 Metode Penelitian
Naskah ini merupakan naskah lama yang terkait dengan studi filologi. Untuk meneliti naskah tersebut, dalam makalah ini digunakan metode kualitatif, yakni dengan studi kepustakaan serta penelitian lapangan. Studi kepustakaan tersebut terdiri dari beberapa buku sebagai sumber rujukan, kamus ataupun situs internet. Penelitian lapangan dilakukan penulis untuk memperoleh informasi mengenai keberadaan serta keadaan fisik naskah tersebut.
1.5 Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari lima bab. Bab pertama adalah bab pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua merupakan pembahasan mengenai Hikayat Nur Muhammad (HNM). Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai inventarisasi naskah HNM yang mencakup jumlah naskah, kode, dan tempat keberadaannya. Selain itu dijelaskan pula deskripsi fisik semua naskah HNM. Setelah menjelaskan inventarisasi dan deskripsi, dilakukan perbandingan naskah HNM berkode W 75 dengan HNM berkode ML 96 dan juga metode penelitian yang digunakan dalam meneliti naskah tersebut.
Bab ketiga menyajikan edisi teks. Pada bagian ini terdapat ringkasan isi teks HNM dengan kode W 75, pertanggungjawaban transliterasi, transliterasi teks, serta daftar kata-kata yang sukar dipahami.
Bab keempat akan dijelaskan mengenai kategori naskah dan para ahli yang telah membahas naskah HNM. Selain itu, pada bab ini akan dijelaskan mengenai fungsi naskah sebagai karya sastra, aspek-aspek Islam yang ada di dalamnya, dan pengaruh agama Islam pada naskah tersebut.
Bab terakhir adalah bab kelima yang berisi mengenai kesimpulan dari seluruh uraian yang dijelaskan dalam naskah ini.
BAB 2
HIKAYAT NUR MUHAMMAD
2.1 Inventarisasi Naskah
Hikayat Nur Muhammad terdiri dari tujuh buah naskah dan semuanya terdapat di Jakarta, yakni di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Kode naskah ini ditemukan dalam sembilan katalog, di antaranya:
(1) Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara jilid 4 PNRI
Cs 119, ML 96, ML 378, ML 406, dan W 75
(2) Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat Departemen P&K
ML 96, ML 378 C, ML 388 F, ML 406 B, ML 642 (W.75), ML 643 A (W 76 A), dan ML 644 (Cs 119)
(3) Katalog Naskah-naskah Lama Melayu di Dalam Simpanan Muzeum Pusat I&II
Cs 119, ML 96, ML 378, ML 388 F, ML 406 (A+B), ML 408, dan W 75
(4) Katalog Manuskrip Melayu di Jerman Barat
Schoemann V.47
(5) Catalogus der Maleische Handschriften
Bat Gen. 96, Bat Gen 378 C, Bat Gen 388 F, Bat Gen 406 B, Collective V. d. W. 75, Collective V. d. W. 76 A, dan Collective C. St. 119
(6) Catalogue of Malay and Minangkabau Manuscript
Cod. Or. 1758
(7) Indonesian Manuscripts in Great Britain
MS. Jav. e. 2 dan MS. 37082
(8) Catalogue of Malay, Minangkabau, and South Sumatra Manuscripts in The Netherlands Volume One and Two
Cod. Or. 12.582
9) Malay Manuscript
Cod. Or. 1758 dan Schoemann V. 47
2.2 Deskripsi Naskah
Hikayat Nur Muhammad yang terdapat di PNRI berkode Cs 119, ML 96, ML 378, ML 388, ML 406, W 75, dan W 76. Bahasa yang digunakan dalam naskah ini adalah bahasa Melayu. Naskah ini lengkap karena tidak ada bagian yang hilang dalam cerita. Cerita naskah ini ditemukan dalam suatu kumpulan cerita yang dapat ditemukan pada naskah berkode ML. 378 C dan ML. 388 F. Deskripsi Naskah Hikayat Nur Muhammad berbeda-beda pada tiap kodenya. Berikut ini akan dijelaskan deskripsi naskah berdasarkan kodenya.
1. Cs 119
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 24,3 x 19,2 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna cokelat dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna merah. Sampul naskah tergolong baik karena masih bagus.
Jumlah pelindung naskah ini adalah tiga lembar, yaitu satu lembar pada halaman awal dan dua lembar pada halaman akhir. Ukuran lembar pelindung adalah 24 x 19 cm. Jumlah halaman yang ditulisi adalah 178 halaman. Ukuran halaman pertama dengan halaman lainnya berbeda karena kertas pada halaman kedua hingga seterusnya telah rapuh sehingga bagian kertas tersebut ada yang patah-patah. Ukuran halaman pertama, yakni 23,4 x 14,4 cm, sedangkan ukuran halaman kedua 23,4 x 18,4 cm dan begitu pula seterusnya ukuran halaman tak beraturan. Jumlah baris halaman yang ditulisi, yakni tiga belas baris. Penulisan nomor halaman terletak pada sudut kiri atas kertas. Penomoran ini hanya ditulis untuk penomoran ganjil.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal dan juga memiliki cap kertas yang termasuk ke dalam kelompok Seven Provinces LXXXV. Penamaan cap kertas naskah ini tidak dapat diketahui secara pasti, karena secara spesifik gambarnya tidak tercantum dalam katalog watermark. Berdasarkan informasi yang didapat dari katalog, kertas Eropa merupakan imitasi kertas Belanda yang memiliki kurun waktu 1656—1800 dan watermarks-nya dibuat oleh Perancis sekitar abad ke- 18. Kertas pada naskah ini berwarna coklat dan juga kotor. Kertas tersebut sudah sangat lapuk sehingga mudah patah serta mengeluarkan aroma tak sedap menyerupai aroma jamu. Mungkin aroma itu merupakan sebab dari kelembapan kertas. Kertas-kertas pada naskah ini sudah terlepas dari pangkal penjilidannya, sehingga harus berhati-hati dalam membuka lembaran kertas. Jadi, keadaan kertas naskah ini tidak sama seperti sampulnya.
Tiap halaman ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan naskah yang pada halaman 181 terdapat tulisan latin yang berbunyi “Government-eigendam / b 149 / Hikayat Noer Moehammad” adalah dengan pembolongan kertas yang memiliki jarak 2, 5 cm dari tepi penjilidan dan 2,5 cm dari tulisan penyalin. Adapun ukuran margin pada penulisan naskah ini berbeda-beda tiap halamannya. Misalnya pada halaman pertama margin atas berukuran 5,8 cm, margin bawah berukuran 5,8 cm, margin kiri berukuran 3,6 cm dan margin kanan berukuran 6 cm, sedangkan pada halaman dua margin atas berukuran 5,6 cm, margin bawah berukuran 6 cm, margin kiri berukuran 5,7 cm dan margin kanan berukuran 3,6 cm. Begitu pula dengan halaman berikutnya memiliki ukuran yang berbeda.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini cukup jelas terbaca, berukuran sedang, dan cukup rapi. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam. Dalam naskah ini pun terdapat rubrikasi yang ditulis dengan tinta merah yang menunjukkan kata-kata dalam bahasa Arab, penulisan angka, tokoh, dan peristiwa. Pada naskah ini terdapat catchword yang diletakkan di pojok kiri bawah kertas dan berada pada setiap halaman ganjil. Naskah ini pun juga memiliki kolofon, yakni terdapat pada halaman 177 yang kata terakhirnya tertulis baswun yang diperkirakan merupakan nama penyalin.
Teknik penjilidan naskah ini adalah sistem ikat dengan benang putih. Namun, karena kondisi naskah yang memprihatinkan, tali tersebut terlepas dari beberapa lembaran kertas. Punggung naskah ini tebal dan keras. Penanggalan dan tempat penjilidan tidak ditemukan dalam naskah ini.
2. ML 96
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 20 x 13,4 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna cokelat dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna kuning. Sampul naskah tergolong baik karena masih bagus.
Jumlah pelindung naskah ini adalah satu lembar, yaitu hanya terdapat pada halaman depan. Jumlah halaman yang ditulisi adalah delapan belas halaman. Ukuran halaman rata-rata 20 x 13 cm. Jumlah baris halaman yang ditulisi konsisten, yakni lima belas baris, kecuali pada halaman terakhir dari empat belas baris. Cara penomoran ditulis dengan menggunakan pensil, mungkin dilakukan oleh petugas perpustakaan. Penulisan nomor halaman terletak pada pojok kanan atas kertas dengan memakai huruf latin.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal, tetapi tidak memiliki cap kertas. Kertas pada naskah ini berwarna coklat dan juga kotor. Kertas tersebut agak lapuk sehingga mudah patah. Kondisi naskah ini dapat dikatakan lebih baik daripada naskah Cs 119 dan W 75. Selain itu diketahui bahwa naskah ini berasal dari Aceh.
Tiap halaman ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan dan polanya tidak ditemui dalam naskah ini. Adapun ukuran margin pada penulisan naskah ini berbeda-beda tiap halamannya. Misalnya pada halaman pertama margin atas berukuran 2 cm, margin bawah berukuran 2,5 cm, margin kiri berukuran 2,3 cm dan margin kanan berukuran 2 cm, sedangkan pada halaman dua margin atas berukuran 1,4 cm, margin bawah berukuran 1,2 cm, margin kiri berukuran 1,7 cm dan margin kanan berukuran 2,2 cm. Hal inipun juga terjadi pada halaman berikutnya memiliki ukuran yang berbeda.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini cukup jelas terbaca serta berukuran sedang. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam. Naskah ini tidak memiliki catchword. Selain itu dalam naskah ini tidak ditemukan koreksi, pungtuasi, rubrikasi, dan kolofon.
Teknik penjilidan naskah ini adalah sistem ikat, yakni dengan benang putih. Akan tetapi, terdapat perbaikan dengan selotip di beberapa halaman. Mungkin cara ini dilakukan agar kertas pada naskah tersebut tidak lepas dari penjilidannya. Punggung naskah ini tebal dan keras. Penanggalan dan tempat penjilidan tidak ditemukan dalam naskah ini.
3. ML 378 C
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 20 x 14,4 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna cokelat dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna cokelat. Sampul naskah tergolong baik karena masih bagus.
Jumlah pelindung naskah ini adalah dua lembar, yaitu satu lembar pada halaman awal dan satu lembar pada halaman akhir. Jumlah halaman yang ditulisi adalah 53 halaman. Ukuran Ukuran halaman rata-rata berukuran 20 x 14,5 cm sedangkan ukuran lembar pelindung sama seperti halaman terakhir dalam naskah ini. Jumlah baris halaman yang ditulisi konsisten, yakni lima belas baris. Perlu diketahui bahwa naskah ini merupakan naskah kumpulan yang terdiri dari tiga cerita dan Hikayat Nur Muhammad merupakan cerita kedua yang diawali dari halaman 15—24. Cara penomoran ditulis dengan menggunakan pensil, mungkin dilakukan oleh petugas perpustakaan. Penulisan nomor halaman terletak pada pojok kanan atas kertas yang ditulis dengan menggunakan huruf latin.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal. Meskipun kertas impor, dalam naskah ini tidak ditemukan cap kertas. Kertas pada naskah ini berwarna coklat dan juga kotor. Kertas tersebut sudah lapuk, bertambal, serta berlubang. Lubang-lubang yang ada pada naskah ini kecil-kecil hampir pada semua halaman. Kemungkinan lubang-lubang tersebut disebabkan oleh rayap. Walaupun keadaan kertas tidak baik, penjilidan naskah ini masih sangat baik. Selain itu diketahui bahwa naskah ini berasal dari Tanah Gayo (Aceh) dan diperoleh dari Kapitein Scheepens pada tahun 1902.
Tiap halaman yang ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan tampaknya menggunakan benda tumpul. Adapun ukuran margin pada penulisan naskah ini berbeda-beda tiap halamannya. Misalnya pada halaman pertama margin atas berukuran 3 cm, margin bawah berukuran 2,2 cm, margin kiri berukuran 3 cm dan margin kanan berukuran 1,2 cm, sedangkan pada halaman dua margin atas berukuran 3 cm, margin bawah berukuran 2,9 cm, margin kiri berukuran 1,4 cm dan margin kanan berukuran 3 cm. Hal ini juga terjadi pada halaman berikutnya.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini tebal dan cukup jelas terbaca serta berukuran sedang. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam kecokelatan. Warna tersebut mungkin disebabkan oleh kelapukan kertas naskah ini.
Pada naskah ini terdapat catchword yang diletakkan di pojok kiri bawah kertas dan berada pada setiap halaman ganjil. Dalam naskah ini juga terdapat rubrikasi yang ditulis dengan tinta merah yang menunjukkan peristiwa-peristiwa dalam cerita yang dianggap penting dan juga kata dalam bahasa Arab, misalnya awaluun makhluk, Nur Muhammad, dan berenanglah.
Naskah ini terdiri dari lima kuras. Teknik penjilidan naskah ini adalah diikat dengan benang putih. Punggung naskah ini tebal dan keras. Penanggalan dan tempat penjilidan tidak ditemukan dalam naskah ini.
4. ML 388 F
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 20,1 x 16,2 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna cokelat dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna kuning. Sampul naskah tergolong baik karena masih bagus.
Jumlah pelindung naskah ini adalah tiga lembar, yaitu satu lembar pada halaman awal dan dua lembar pada halaman akhir. Jumlah halaman yang ditulisi adalah 147 halaman. Ukuran halaman rata-rata 20 x 16 cm. Jumlah baris halaman yang ditulisi, yakni lima belas baris. Cara penomoran ditulis dengan menggunakan pensil, mungkin dilakukan oleh petugas perpustakaan. Penulisan nomor halaman terletak pada pojok kanan atas kertas untuk halaman genap dan pojok kiri atas untuk halaman ganjil. Naskah ini merupakan kumpulan dari tujuh cerita dan Hikayat Nur Muhammad merupakan cerita keenam yang ada pada halaman 100—115.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal dan juga memiliki cap kertas, tetapi cap kertas ini tidak dapat terlihat jelas karena tertutup oleh pekatnya tinta tulisan. Kertas pada naskah ini berwarna agak cokelat. Kertas tersebut agak lapuk, mudah patah, bahkan ada yang berlubang. Selain itu, kertas tersebut juga mengeluarkan aroma tak sedap menyerupai aroma jamu. Akan tetapi aroma yang dimunculkan tidak sepekat aroma yang muncul pada naskah berkode Cs 119 dan W 75. ada kemungkinan aroma itu merupakan sebab dari kelembapan kertas. Tiap halaman yang ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan tampaknya dilakukan dengan memakai penggaris, sehingga ukuran margin tiap halaman sama. Selain itu diketahui bahwa naskah ini berasal dari Tanah Gayo (Aceh) dan diperoleh dari Kapitein Scheepens pada tahun 1902.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini tebal dan cukup jelas terbaca serta berukuran kecil serta rapi. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam hitam. Pada naskah ini terdapat catchword yang diletakkan di pojok kiri bawah kertas dan berada pada setiap halaman ganjil. Naskah ini juga memiliki rubrikasi dengan tinta berwarna ungu yang menunjukkan kata-kata dalam bahasa Arab, nama tokoh, dan peristiwa yang dipentingkan, seperti Allah, Ar-rahman, firman Allah, Hasan dan Husain, Nur Muhammad, bernang, dan menjadi sepohon. Tak hanya rubrikasi, iluminasi dan ilustrasi pun terdapat dalam naskah ini. Iluminasi berupa motif batik, sedangkan ilustrasi adalah gambar bunga yang ada pada kolofon. Dalam kolofon tersebut dikatakan bahwa naskah tersebut ditulis pada bulan puasa dan diselesaikan pada pukul dua belas pada tahun 1872.
Naskah ini terdiri dari enam kuras. Teknik penjilidan naskah ini adalah diikat dengan benang putih. Punggung naskah ini tebal dan keras. Penanggalan dan tempat penjilidan tidak ditemukan dalam naskah ini.
5. W 75
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 32 x 21 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna cokelat dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna merah. Sampul naskah tergolong baik karena masih bagus.
Jumlah pelindung naskah ini adalah dua lembar, yaitu satu lembar pada halaman awal dan satu lembar pada halaman akhir. Ukuran lembar pelindung adalah 32 x 22 cm. Jumlah halaman yang ditulisi adalah dua belas halaman. Ukuran halaman pertama dengan halaman lainnya berbeda karena kertas pada halaman kedua hingga seterusnya telah rapuh sehingga bagian kertas tersebut ada yang patah. Ukuran halaman pertama hingga halaman sembilan rata-rata berukuran 32 x 19,7 cm sedangkan ukuran lembar pelindung sama seperti halaman terakhir dalam naskah ini. Jumlah baris halaman yang ditulisi konsisten, yakni tujuh belas baris, kecuali pada halaman terakhir atau halaman sebelas yang terdiri dari tiga baris. Cara penomoran ditulis dengan menggunakan pensil, mungkin dilakukan oleh petugas perpustakaan. Penulisan nomor halaman terletak pada pojok kanan atas kertas. Penomoran ini hanya ditulis untuk penomoran ganjil, yakni 1, 3, 5, 7, 9, dan 11.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal dan juga memiliki cap kertas, yakni Pro Patria Eendragt Maakt Magt yang menggambarkan singa dalam lingkaran. Berdasarkan informasi yang didapat, kertas tersebut merupakan imitasi Belanda yang memiliki kurun waktu antara tahun 1667—1800 dan watermarks-nya dibuat oleh Perancis sekitar abad ke- 18. Kertas pada naskah ini berwarna coklat dan juga kotor. Kertas tersebut sudah lapuk sehingga mudah patah. Selain itu, kertas tersebut juga mengeluarkan aroma tak sedap menyerupai aroma jamu. Mungkin aroma itu merupakan sebab dari kelembapan kertas. Kelembapan tersebut terjadi karena naskah tersebut kurang terawat, misalnya diletakkan di tempat yang kering. Selain itu kertas-kertas pada naskah ini sudah terlepas dari pangkal penjilidannya, sehingga harus berhati-hati dalam membuka lembaran kertas. Jadi, walaupun sampul naskah dalam keadaan baik belum tentu keadaan kertas naskah pun sama seperti sampulnya.
Tiap halaman ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan dan polanya tidak ditemui dalam naskah ini. Adapun ukuran margin pada penulisan naskah ini berbeda-beda tiap halamannya. Misalnya pada halaman pertama margin atas berukuran 4,6 cm, margin bawah berukuran 3,9 cm, margin kiri berukuran 5,4 cm dan margin kanan berukuran 4,7 cm, sedangkan pada halaman dua margin atas berukuran 4,3 cm, margin bawah berukuran 3,7 cm, margin kiri berukuran 5 cm dan margin kanan berukuran 1,2 cm. Begitu pula dengan halaman berikutnya memiliki ukuran yang berbeda.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini tebal dan cukup jelas terbaca serta berukuran sedang. Namun, pada dua halaman terakhir tulisan menjadi besar dan ada kerenggangan dalam penulisannya. Hal ini mungkin disebabkan oleh tangan penyalin yang sudah letih dalam menyalin naskah, sehingga tulisannya tak serapi halaman sebelumnya. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam kecokelatan. Warna tersebut mungkin disebabkan oleh kelapukan kertas naskah ini..
Pada naskah ini terdapat catchword yang diletakkan di pojok kiri bawah kertas dan berada pada setiap halaman ganjil kecuali halaman tiga. Hal ini disebabkan mungkin penyalin lupa mencantumkan catchword pada halaman tersebut. Dalam naskah ini tidak ditemukan koreksi, pungtuasi, rubrikasi, dan kolofon.
Teknik penjilidan naskah ini adalah dilem. Teknik ini kurang efektif karena kertas-kertas yang ditulisi dalam naskah ini mudah terlepas karena penjilidan yang tidak kuat. Punggung naskah ini telah diisolasi. Penanggalan dan tempat penjilidan tidak ditemukan dalam naskah ini.
Berikut ini adalah kutipan isi naskah pada bagian awal dan bagian akhir.
• Awal teks
Bismillahirrahmanirrahim/ Subhanallah walhamdulillahi wa laa ilahaa ilallahu Allahu wallahu akbar walaa haula/ Wa laa kuwata illabillahil’ aliyyiladziim wa bihi nash(ta)’iin ya Allahu illai’aa/ Ini peri tatakala menyatakan hikayat Nur Muhammad Rasul Allah Shallallahu’alaihi/ wasalam.
• Akhir teks
Demikianlah segala/ perempuan yang buat kebaikan pada suaminya berapa/ yag sudah mati dahulu (ke) akhirat seperti Fatimah anak baginda Rasulullah/ Salallahualaihi Wasalam itulah yang tiada akan siksa api neraka. [pada hari]// Pada hari kiamat itulah yang Maha Besar pahalanya/ kepada Allah Subhanah wata’aala illahailallahu/ Muhammad Rasul Allah Shallallahu’alaihi wassalam.
6. ML 406
Naskah Hikayat Nur Muhammad di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) yang berkode ML 406 merupakan naskah yang digabungkan dengan teks Hikayat Nabi Bercukur. Naskah kode ini oleh PNRI digabungkan dalam sebuah penjilidan dengan naskah ML 404 yang berjudul Jimat, ML 405 yang berjudul Hikayat Nabi Bercukur, dan ML 407 yang berjudul Sembahyang. Keempat naskah ini digabung menjadi satu. Bahan sampul dari empat naskah yang digabungkan ini merupakan karton yang dilapisi kertas bercorak marmer berwarna cokelat. Ukuran sampul pada naskah ini adalah 20x 16,8 cm dengan bagian rusuk setebal 3 cm dan memiliki tiga pasang pengikat di masing-masing sisi. Perlu diketahui bahwa pengikat tersebut berwarna hijau tua. Ukuran pengikat di sisi sebelah kiri sampul memiliki ukuran yang lebih pendek daripada sisi lainnya.
Pada setiap naskah yang digabungkan ini dilindungi dengan kertas HVS berwarna putih yang berguna untuk memisahkan antara satu naskah dengan naskah lain dan juga untuk melindungi masing-masing naskah.
Naskah ini memiliki tanda pada kertas berupa garis-garis tipis vertikal yang ukuran rata-ratanya adalah 8,6 cm × 9,2 cm × 8,6 cm × 9 cm. Margin pada naskah ini sulit untuk ditentukan karena kondisi kertas dan tulisan yang kurang rapi. Jumlah halaman yang ditulisi dalam naskah ini adalah tiga puluh empat halaman dan ditulis dengan tinta hitam, sedangkan jumlah halaman pelindung naskah ini terdiri dari tiga halaman, yakni satu halaman di bagian depan dan dua halaman di bagian belakang. Jarak antarbaris tulisan dalam naskah yang kondisinya cukup memprihatinkan ini kurang dapat ditentukan secara jelas, tetapi dapat diperkirakan jarak antarbaris rata-rata kurang dari 0,5 cm.
Pada naskah ini tidak terdapat pola penggarisan. Tulisan dalam naskah ini memakai aksara Jawi yang terlalu rapat penulisannya, meskipun cukup rapi dan masih dapat dibaca. Warna kertas pada naskah yang hanya memiliki satu kuras di antara halaman 15 dan 16 dengan empat jahitan ini telah berubah menjadi kuning kecokelatan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh usia naskah yang cukup tua dan perawatan yang kurang memadai, sehingga mempengaruhi kondisi kertas tersebut, yakni banyak yang robek dan berlubang di bagian tengah kertas serta keropos di bagian pinggirnya. Beberapa halaman dalam naskah ini memiliki aroma yang kurang sedap, yaitu pada halaman 1, 2, 3, 30, 31, 32, 33, dan 34. Di samping itu, beberapa halaman pun telah terlepas dari jahitan. Selain itu dalam naskah ini terdapat catchword yang sepertinya ditulis oleh petugas PNRI dengan tinta berwarna biru. Dalam naskah ini juga ditemukan coretan, yakni pada halaman 15, 16, 20, dan 30. Perlu diketahui bahwa naskah ini tidak memiliki kolofon ataupun rubrikasi.
7. W 76
Ukuran sampul pada naskah ini adalah 31,5 x 19,4 cm. Jenis sampul naskah ini adalah karton marmer berwarna merah dan memiliki corak kotak-kotak kecil tidak beraturan berwarna cokelat. Keadaan sampul naskah kurang baik karena agak terpisah dengan punggung naskah.
Jumlah pelindung naskah ini adalah empat lembar, yaitu dua lembar pada halaman awal dan dua lembar pada halaman akhir. Ukuran lembar pelindung adalah 31,2 x 19,4 cm. Jumlah halaman yang ditulisi adalah 160 halaman. Ukuran halaman rata-rata adalah 31 x 19,4 cm. Jumlah baris halaman yang ditulisi adalah sembilan belas baris. Cara penomoran ditulis dengan menggunakan pensil, mungkin dilakukan oleh petugas perpustakaan. Penulisan nomor halaman ganjil terletak pada pojok kanan atas kertas, sedangkan penulisan nomor genap pada pojok kiri atas kertas, dan penulisan nomor ini menggunakan huruf latin.
Jenis kertas naskah ini adalah kertas Eropa karena kertas tersebut tebal dan juga memiliki cap kertas, yakni Concordia Resparval Crescunt. Berdasarkan informasi yang didapat, kertas tersebut merupakan imitasi Belanda yang memiliki kurun waktu antara tahun 1656—1800 dan watermarks-nya dibuat oleh Perancis sekitar abad ke- 18. Kertas pada naskah ini agak lapuk sehingga mudah patah, tetapi tidak terlalu parah kerusakannya. Selain itu, kertas tersebut juga mengeluarkan aroma tak sedap menyerupai aroma jamu. Mungkin aroma itu merupakan sebab dari kelembapan kertas. Kelembapan tersebut terjadi karena naskah tersebut kurang terawat, misalnya diletakkan di tempat yang kering. Selain itu kertas-kertas pada naskah ini sudah terlepas dari pangkal penjilidannya, sehingga harus berhati-hati dalam membuka lembaran kertas. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penjilidan terutama sampul ini juga dalam keadaan yang kurang baik. Oleh karena itu diketahui bahwa penjilidan antara sampul dan kertas tergolong tidak baik karena rusak.
Tiap halaman ditulis dengan satu kolom. Cara penggarisan yakni menggunakan penggaris karena ada garisan pensil pada beberapa halaman. Adapun ukuran margin pada penulisan naskah ini berbeda-beda tiap halamannya. Misalnya pada halaman pertama margin atas berukuran 4 cm, margin bawah berukuran 4,9 cm, margin kiri berukuran 1,4 cm dan margin kanan berukuran 5,9 cm, sedangkan pada halaman dua margin atas berukuran 3,5 cm, margin bawah berukuran 5 cm, margin kiri berukuran 5,5 cm dan margin kanan berukuran 1,6 cm. Begitu pula dengan halaman berikutnya memiliki ukuran yang berbeda.
Jenis huruf dalam naskah ini adalah aksara Arab berbahasa Melayu. Tulisan yang ada pada naskah ini agak tebal dan cukup jelas terbaca serta berukuran sedang. Tulisan naskah ini ditulis dengan tinta berwarna hitam dan merah. Pada naskah ini terdapat catchword yang diletakkan di pojok kiri bawah kertas dan berada pada setiap halaman ganjil.Dalam naskah ini rubrikasi yang ditulis dengan menggunakan tinta merah yang menandakan nama tokoh, kata-kata dalam bahasa Arab, dan konjungsi, misalnya Muhammad SAW, Wassalam, syahdan, adapun, dan sebagainya. Selain rubrikasi ditemukan kolofon yang terdiri dari enam baris. Dalam kolofon itu dijelaskan bahwa naskah diselesaikan pada hari Sabtu, bulan Rabiuawal pada pukul lima sore. Selain itu perlu diketahui pula bahwa naskah ini merupakan kumpulan dari beberapa cerita cerita ini ditulis pada halaman 1—110.
2.3 Perbandingan Naskah Hikayat Nur Muhammad ML 96 dan W 75
Setelah melakukan inventarisasi dan pendeskripsian naskah, penulis memutuskan untuk membandingkan naskah ML 96 dan W 75. Kedua naskah dipilih penulis karena selain merupakan varian, penulis menganggap bahwa cerita dalam naskah ini cukup akurat dan terbebas dari bidah jika dibandingkan dengan naskah Hikayat Nur Muhammad lainnya yang mengandung unsur tersebut. Di satu sisi penulis ingin membandingkan naskah ini dengan tujuan untuk mengulas isi naskah ini sebelum naskah ini diabaikan. Sebab, dilihat dari keadaannya, naskah ini cukup memprihatinkan, seolah tidak terawat. Oleh karena itu, perbandingan naskah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dokumen penelitian mengenai Hikayat Nur Muhammad.
Perbandingan naskah ini akan disusun di dalam tabel. Berikut ini adalah tabel perbandingan naskah tersebut.
Keterangan Naskah Hikayat Nur Muhammad berkode W 75 Naskah Hikayat Nur Muhammad berkode ML 96
Awal Naskah Dimulai dengan Bismillahirrahmanirrahin Dimulai diawali dengan penjelasan mengenai Nur Muhammad sebanyak satu halaman.
Isi Cerita Cerita mengenai awal mula penciptaan Nur Muhammad yang kemudian diperintahkan oleh Allah untuk berenang pada tujuh laut dan mengislamkan air, angin, api dan Selain itu diceritakan pula mengenai ajaran nabi Muhammad terhadap anaknya, Fatimah. Cerita mengenai awal mula penciptaan Nur Muhammad, perintah Allah agar Nur Muhammad berenang pada tujuh laut, mengislamkan ais, angin, api, ajaran Rasulullah terhadap anaknya, Fatimah, dan menjelaskan mengenai jalan kehidupan kita di akhirat.
Jumlah Halaman dan Baris pada naskah Terdiri dari sebelas halaman dan setiap halaman terdiri dari tujuh belas baris, kecuali halaman terakhir hanya terdapat tiga baris. Terdiri dari delapan belas halaman dan setiap halaman terdiri dari lima belas baris, kecuali halaman pertama dan halaman terakhir, yakni enam belas baris dan dua belas baris.
Perbedaan dalam Diksi serta Penyusunan Kata yang Digunakan • Pada naskah ini digunakan kata sembahyang ketika menjelaskan rukun Islam yang ketiga.
• Empat negeri yang disebutkan susunannya adalah air, tanah, api, angin.
• Menggunakan kata berbesar-besar dan berbesar. Hal ini terdapat pada kutipan di bawah ini:
Maka angin itu gembiranya berbesar-besar dirinya .(HNM, hlm. 3)
...
Kata Nur Muhammad, “hai angin,{6/ mengapa engkau besarkan dirimu itu?” (HNM, hlm. 3)
• Perbedaan dalam penyusunan pronomina, yakni pada kutipan di bawah ini:
Sahut Nur Muhammad, “aku seorang hamba Allah, engkau seorang hamba Allah.” (HNM, hlm. 4)
• Pada naskah ini digunakan kata salat dalam menjelaskan rukun Islam yang ketiga.
• Empat negeri yang disebutkan susunannya adalah air, api, angin, tanah.
• Menggunakan kata berseri-seri dan berseri. Hal ini terdapat pada kutipan di bawah ini:
Maka angin itu gembiranya berseri-seri dirinya (HNM, hlm. 5)
...
Kata Nur Muhammad, “Hai angin mengapa engkau berseri dirimu itu?” (HNM, hlm.5)
• Perbedaan dalam penyusunan pronomina, yakni pada kutipan dibawah ini:
Sahut Nur Muhammad, “engkau seorang hamba Allah, akupun {14}/ seorang hamba Allah.” (HNM, hlm. 6).
2.4 Metode Penelitian Terhadap Naskah Hikayat Nur Muhammad
Dalam melakukan penelitian terhadap naskah Hikayat Nur Muhammad (HNM) terutama naskah yang berkode W 75 dan ML 96 digunakan metode dasar dalam kajian filologi, yakni metode tekstologi dan kodikologi. Metode tekstologi mencakup penafsiran dan pemahaman teks dan juga penyajian edisi teks atau penyuntingan teks secara ilmiah atau kritis. Lain halnya dengan metode kodikologi adalah metode yang menjelaskan pendeskripsian kondisi fisik naskah HNM.
Selain itu metode yang digunakan untuk meneliti naskah ini adalah metode landasan. Metode ini dipilih karena adanya penafsiran bahwa terdapat naskah yang lebih unggul kualitasnya daripada naskah yang lain, misalnya dari isi ceritanya. Selain itu metode ini digunakan sebagai perbandingan antara naskah yang satu dengan naskah yang lainnya, sehingga ditemukan suatu perbedaan yang dilakukan secara sengaja maupun tak disengaja oleh penulis naskah tersebut.
Melalui metode landasan ini diperoleh bahwa naskah HNM berkode W 75 dijadikan sebagai naskah landasan dari naskah berkode ML 96. Hal ini disebabkan oleh usia naskah W 75 lebih tua daripada usia naskah ML 96. Selain itu, jika dilihat dari aspek penampilan naskah yang mencakup bahasa serta kejelasan dan keefektifan cerita, W 75 lebih unggul dari ML 96, sebab dalam naskah HNM berkode ML 96 terdapat penambahan cerita pada bagian awal dan akhirnya, sehingga ada kemungkinan bahwa penyalin telah memasukkan gagasan baru dalam naskah tersebut. Dengan kata lain, naskah HNM ML 96 memiliki bentuk cerita yang tidak seutuhnya sama dengan W 75 karena adanya penambahan cerita sebagai bentuk kreativitas penyalin. Oleh karena itu, dapat dikatakan naskah HNM W 75 adalah naskah yang asli tanpa penambahan cerita jika dibandingkan dengan ML 96.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa dalam membandingkan kedua naskah tersebut akan ditemukan perbedaan-perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat terlihat dari kata-kata yang digunakan, susunan kalimat atau gaya bahasa, maupun urutan-urutan peristiwa dalam naskah tersebut. Perbedaan yang kemungkinan disebabkan oleh kesalahan penulis ini akan disajikan dalam makalah ini.
BAB 3
SUNTINGAN TEKS HIKAYAT NUR MUHAMMAD
3.1 Ringkasan Isi Teks
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa naskah Hikayat Nur Muhammad (HNM) berkode W 75 dan ML 96 memiliki cerita yang sama yang terdiri dari dua unsur pokok cerita, yakni mengenai asal mula Nur Muhammad dan nasehat Muhammad kepada anaknya Fatimah tentang perempuan.
Pada awal kedua naskah tersebut diceritakan bahwa Allah Swt menciptakan Nur Muhammad sebelum terjadinya dunia ini dan sebelum adanya nabi Adam. Setelah diciptakan, Nur Muhammad sujud kepada Allah Swt selama lima puluh tahun dan setelah itu Allah menyuruh Nur Muhammad untuk bangkit dan mengislamkan umatnya melalui rukun Islam yang diawali dengan kalimat syahadat. Selain menciptakan Nur Muhammad, Allah juga menciptakan makhluk lain, yakni seekor burung yang sangat indah yang anggota tubuhnya adalah kerabat dekat Muhammad Rasulullah, yakni Hasan dan Husain, Abu Bakar Assidiq, Umar bin Khattab, Fatimah Azzahra, Aisyah, dan Hamzah bin Almuthalib.
Allah menciptakan tujuh laut, yakni Laut Ilmu, Laut Latif, Laut Sabar, Laut Akal, Laut Pikir, Laut Rahman, dan Laut Cahaya. Lalu Allah Swt menyuruh nabi Muhammad untuk berenang di ketujuh laut tersebut selama sepuluh ribu tahun lamanya. Selain menciptakan laut, Allah juga menciptakan empat elemen yang ada dalam kehidupan ini, yakni air, angin, api, dan tanah. Muhammad Rasulullah disuruh oleh Allah Swt untuk mengislamkan mereka. Air, angin, dan api pada awalnya sangat sombong dengan apa yang mereka miliki dan tidak mengakui kekuasaan Allah. Setelah Muhammad Rasulullah mendatangi mereka dan menyadarkan mereka atas kebesaran Allah, mereka pun akhirnya masuk Islam.
Selain itu nabi Muhammad juga memberikan nasihat kepada anaknya Fatimah mengenai bagaimana perempuan menjadi seorang istri yang baik bagi suaminya dan masuk ke dalam surga. Nabi Muhammad pun menjelaskan bahwa barang siapa istri yang durhaka kepada suaminya, akan dimasukkan oleh Allah ke dalam neraka jahanam untuk selamanya. Tak hanya itu Muhammad menjelaskan bahwa perempuan yang mendapatkan siksa kubur itu karena adanya lima perkara yang tidak dilakukannya kepada suaminya.
3.2 Pertanggungjawaban Transliterasi
Saat mentransliterasikan naskah Hikayat Nur Muhammad agar menjadi suatu naskah yang mudah dipahami isinya perlu diterapkan prinsip-prinsip transliterasi. Prinsip-prinsip inilah yang akan menghasilkan hasil suntingan yang baik dan benar. Prinsip-prinsip transliterasi pada naskah ini antara lain:
a) Naskah ini berbentuk hikayat sehingga di dalamnya terdiri dari beberapa paragraf dan dialog;
b) Penulisan transliterasi ini menggunakan pungtuasi yang disesuaikan dengan kesatuan kalimat.
c) Kata yang berasal dari bahasa Arab atau Alquran ditransliterasikan sesuai dengan EYD dan ditulis dengan huruf miring;
d) Tanda kurung (...) digunakan untuk menambahkan huruf, angka ataupun kata.
Contohnya: ... setelah sudah Nur Muhammad men(d)engar fiman Allah ...
Maka ia berenang kepada Laut Latif sepuluh ribu tahun (lamanya)/ lalu keluar pula dari sana.
e) Tanda kurung siku [...] digunakan untuk mengurangi huruf, angka atau kata.
Contohnya: ...”Hai, Nur Muhammad kunika[ra]hkan tujuh [la]/ laut...
...”Hai, yang amat bercahaya barang sekehendaknya kau ku perlakukan// [lakukan]” maka kata Nur Muhammad...
f) Tanda satu garis miring atau / digunakan untuk pergantian baris dalam naskah.
Contohnya: Ini peri tatkala menyatakan Hikayat Nur Muhammad Rasulullah Salallahualaihi/ wasalam...
g) Tanda dua garis miring atau // digunakan untuk pergantian halaman dalam naskah.
Contohnya: ... itulah yang tiada akan siksa api neraka. [pada hari]// Pada hari kiamat itulah yang mohon besar pahalanya/
h) Penomoran halaman diletakkan di sebelah kiri transliterasi, sedangkan penomoran baris diletakkan di sebelah kanan yang ditandai dengan {...}.
Contohnya: 1. Bismillahirrahmanirrahiim{1}/ Subhanallah walhamdulillah walaa illaha illallahu wallahuakbar walaa haula{2}/ walaa kuwata illa billahil’aliyil’adziim wa bihi nas(ta)’iin billaii’aa{3}/...
i) Kata ulang yang ditulis dengan angka dua akan ditransliterasikan sesuai dengan EYD.
Contohnya: indah2 menjadi indah-indah, berbesar2 menjadi berbesar-besar.
j) Huruf /k/ mewakili huruf ( ق ), ( ك ), dan ( ء ).
Contohnya:وقتو menjadi waktu
تتڪل menjadi tatkala
ڪبجيێڪن menjadi kebajik[k]an
k) Kosakata yang diperkirakan menyulitkan pemahaman akan dijelaskan artinya dalam daftar kata sukar dan akan ditulis berdasarkan abjad. Kata-kata sukar yang ada dalam trnsliterasi akan ditulis dengan huruf tebal. Adapun beberapa kamus yang digunakan untuk mencari pengertian kata-kata tersebut, antara lain sebagai berikut:
• Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005) yang disusun oleh Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
• Kamus Bahasa Melayu Nusantara (KBMN, 2003) yang disusun oleh Datuk Paduka Haji Mahmud.
• Kamus Dewan (KD, 1970) yang disusun oleh Teuku Iskandar.
l) Untuk memperbaiki kesalahan yang ada dalam teks baik kata maupun kalimat digunakan catatan kaki.
• Penulisan konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin
أ A ظ zh
ب Ba ع ’
ت Ta غ gh
ث Tsa ڠ ng
ج J ف f
ح H ڧ p
خ Kha ق q
چ Ca ك k
د D ک ga
ذ Dz ل l
ر Ra م m
ز Z ن n
س S و w
ش Sy ھ h
ص Sh ي y
ض Dh پ/ ڽ ny
ط Th ء k
• Penulisan vokal
a: أ e: أى
i: ي o: أو
u: و
3.3 Transliterasi Teks
1. Hikayat Nur Muhammad W 75
1. Bismillahirrahmanirrahiim{1}/ Subhanallah walhamdulillah walaa illaha illallahu wallahuakbar walaa haula{2}/ walaa kuwata illa billahil’aliyil’adziim wa bihi nas(ta)’iin billaii’aa{3}/ Ini peri tatkala menyatakan Hikayat Nur Muhammad Rasulullah Sallahualaihi
{4}/ wasalam semata sekalian belum jadi; ia sudah jadi, arasyi dan kursi belum jadi{5}/ ia sudah jadi, langit dan bumi belum jadi; ia sudah (jadi), laut dan darat belum jadi{6}/ ia sudah jadi, Adam pun belum terbit, ia sudah jadi, kalam belum menyurat{7}/ dan Luh pun belum tersurat.
Seperti sabda Rasulullah Sallahualaihi wasalam{8}/ “genta nabi Adam bina lama awal dina nabi setelah ada nabi dan Adam antara air dan tanah.”{9}/ Sabda nabi Sallahu’alaihi wasalam, “pertama dijadikan Allah taali cahayaku, maka cahaya{10}/ itupun sujudlah, dengan firman Allah taali menyuruhkan sujud itu. Demikian {11}/ firman Allah taali, “hai cahaya Nur Muhammad sujudlah engkau dengan firmanku lima puluh {12}/ tahun.” Setelah sudah Nur Muhammad men(d)engar firman Allah demikian bunyi, maka sujudlah lima puluh{13}/ tahun lamanya.
Maka firman Allah taali, “hai kekasihku Nur Muhammad, bangkitlah engkau dengan{14}/ firmanku.” Maka bangkitlah cahaya Nur Muhammad dengan firman Allah taali. Maka firman Allah{15}/ taali, “hai Nur Muhammad dadaku dengan umatmu. Pertama syahadat, dan kedua {16}/ puasa, dan ketiga sembahyang dan kelima waktu pada sehari selama (semalam), dan keempat {17}//
2. memberi zakat, dan kelima naik haji ke Baitulharam.
Maka kemudian daripada itu cahayaku{1}/ itu, maka dijadikan Allah taali seekor burung maha indah-indah rupanya. Sebermula kepala{2}/ burung itu Hasan dan Husain dan leher burung itu Fatimah Azzahra. Lengan{3}/ burung itu Abu Bakar Nasidiq dan lengannya yang kiri itu Umar bin (K)hattab. Dan ekor{4}/ burung itu Hamzah bin Almuthalib dan belakang burung itu Abas Radhiallahanhu. Dan kaki{5}/ burung itu Aisyah dengan hatinya.
Maka firman Allah taali [taali], “hai Nur Muhammad kau kunika[ra]hkan tujuh [la]{6}/ laut. Pertama Laut Ilmu dan kedua Laut Latif; dan ketiga Laut Subur dan keempat{7}/ Laut Akal; dan kelima Laut Fikir; dan keenam Laut Rahmat dan ketujuh Laut{8}/ Cahaya. Maka firman Allah taali kepada Nur Muhammad, “pergilah engkau kepada segala laut itu{9}/ dan berenanglah engkau kepada suatu laut itulah berenang sepuluh ribu tahun lamanya.
Setelah{10}/ sudah Nur Muhammad men(d)engar firman Allah taali demikian itu, maka Nur Muhammad pun pergilah{11}/ kepada laut itu. Pertama Nur Muhammad berenang kepada Laut Ilmu sepuluh ribu tahun lamanya{12}/ Lalu keluar pula dari sana. Maka ia berenang pula kepada Laut Latif sepuluh ribu tahun (lamanya){13}./ Lalu keluar pula dari sana. Maka ia berenang pula kepada Laut Akal sepuluh ribu tahun{14}/ lamanya. Lalu keluar dari sana. Maka berenang pula kepada Laut Fikir sepuluh ribu tahun{15}/ lamanya. Lalu keluar dari sana. Maka berenang pula kepada Laut Rahman sepuluh ribu tahun{16} lamanya. Lalu keluar dari sana. Maka berenang pula kepada Laut Cahaya _____ {17}//
3. lamanya.
Dijadikan bagai diempat negri dunia itu air, tanah, api, angin. Maka firman Allah taali kepada Nur{1}/ Muhammad, “hai Nur Muhammad empat negri kujadikan bagimu _____ kelihatan. Hai Nur Muhammad pergilah engkau kepada{2}/ empat negri (itu) setelah olehmu.
Maka Nur Muhammad pun pergilah kepada angin maka angin itu melihat Nur Muhammad.{3}/ Maka angin itu gembiranya berbesar-besar dirinya. Maka kata Nur Muhammad, “Assalamualaikum, ya angin.”{4}/
Maka disahut angin, “Waalaikumsalam. Hai yang amat bercahaya, siapa engkau?”
Maka sahut{5}/ Nur Muhammad, “aku pun seorang hamba Allah. Engkau pun seorang hamba Allah.” Kata Nur Muhammad, “hai angin,{6/ mengapa engkau besarkan dirimu itu?”
Maka sahutnya angin barang kehendak kuperlakukan{7}./
Maka kata Nur Muhammad, “hai angin yang hamba Allah itu tiada dapat berlakukan sekehendaknya.{8}/ Maka dilihatnya dirimu adakah bercela atau tiadakah apa ada celaku.” Maka kata Nur{9}/ Muhammad, “hai angin sungguhnya pun engkau tiada kelihatan kepada orang baik. Engkau hamba{10}/ orang berlayar.
Maka kata angin, “engkaulah yang tiada bercela”.
Kata Nur Muhammad Rasulullah, [as]{11}/ “astagfirullahalladziim yang hamba itu penuh dengan cela jua wahdahula syar{12}/ ikallahu wa ashhaduanna Muhammad Rasulullahu Salallahualaihi Wasalam.”
Maka kata angin, “hai{13}/ yang amat bercahaya–cahaya percayalah aku dengan engkau dan masukkan agama aku kepada{14}/ agama engkau dan ajarilah aku kalimat syahadat.”
“Maka engkau ucaplah dengan demikian{15}/ kata ya [na] wahdahulaa ilahailallah wa ashhaduanna Muhammad Rasulullah.”
Maka Nur{16}/ Muhammad ini ketika _____ kepada angin. api Maka dilihatnya Nur Muhammad api itu [mene(n)tu]{17}//
4. mene(n)tukan segala alam dengan gembiranya berbesarlah dirinya. Maka kata Nur Muhammad{1}/ “Assalamualaikum, ya api.”
Maka sahut api itu, “Waalaikumsalam yang amat bercahaya{2}/ siapa engkau?”
Sahut Nur Muhammad, “aku seorang hamba Allah, engkau seorang hamba Allah.”
Maka berkata{3}/ pula Nur Muhammad, “hai api mengapa engkau gembira sangat berbesarkan dirimu.”
Maka kata api, “barang{4}/ sekehendaknya aku perlakukan.”
Maka kata Nur Muhammad, “hai api yang hamba itu tiada didapat berlakukan salah{5}/ sekehendaknya dan lihatlah adakah engkau bercela atau tiadakah?”
Maka sahut api, “hai yang amat [ber]{6}/ bercahaya apa celaku?” Maka sahut Nur Muhammad, “hai api membunuh engkau itu air dan [mehadi] {7}/ menjadikan engkau itu angin.”
Maka kata api itu, “engkau karangan yang tiada bercela.”
Maka{8}/ (kata) Nur Muhammad, “astagfirullahalladzim. Yang hamba itu sahaja penuh dengan cela jua melainkan{8}/ Allah taali jua yang tiada bercela. Ashwahdahulaa syarikalahu wa ashhaduana Muhamad Rasul{9}/Allah.
Maka kata api, “percayalah aku [kepada] engkau dengan masuk agamalah aku kepada engkau. Ajarkan olehmu kalimat syahadat{10}/ akan daku.
Maka kata Nur Muhammad, “hai api ucap olehmu kalimat laailaha(i)lallahu wa ashhaduanna Muhammad{12}/ Rasulullah.
Maka Nur Muhammad pun pergilah ia kepada air. Maka dilihat Nur Muhammad air itu{13}/ amat gembiranya berbesarkan dirinya. Maka kata Nur Muhammad, “Assalamualaikum, ya air.”
Maka sahut{14}/ air, “Waalaikumsalam. Hai yang amat bercahaya, siapa engkau?”
Kata Nur Muhammad, “engkau seorang{15}/ hamba Allah. Aku seorang hamba Allah yang hamba-Nya. Maka kata Nur Muhammad, “hai air mengapa maka ____ gembira {16}/ -nya maka engkau membesarkan dirimu.”
Maka sahut air, “hai amat bercahaya barang sekehendaknya kau kuperlakukan{17}//
5. [lakukan] Maka kata Nur Muhammad, “yang hamba ini tiada dapat berlakukan sekehendak dirinya.” Maka{1}/ Nur Muhammad berkata, “hai air, lihatlah pada dirimu adakah engkau bercela itu tiadakah?”
Maka kata air,{2}/ “apa ada celaku?” Maka kata air, “engkau karangan yang tiada bercela.”
Maka sahut Nur Muhammad, “astagfirullah{3}/ alaalailadzim. Yang hamba ini sa[ha]ja penuh dengan cela jua yang tiada bercela yang ash{4}/ wahdahulaa syariikalah waashhaduana Muhammad Rasulullah.”
Maka kata air, “percayalah aku{5}/ akan engkau. Masukanlah aku (kepada) agama engkau. Ajarilah aku kalimat syahadat.”
Maka kata Nur Muhammad, “ucap{6}/ olehmu ashhaduanlaa ilahailalla Muhammad Rasulullah siangku rusak, bumi dan bintang{7}/ di langit tujuh. Maka malaikat keluar di dalam Nur illai membawa[h] kentung[k]an yang [da]{8}/ durhaka kepada suaminya.
“Ya anakku Fatimah, barang siapa perempuan mencuri (h)arta. [sua]{9}/ suaminya, suatu ... jua pun besarnya olehnya berbuat jahat pada{10}/ suaminya tiada diperolehnya kebajikan dunia dan akhirat senantiasa dimasukkan Allah{11}/ taali kepada neraka selama-lamanya. Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya anakku{12}/ Fatimah barangsiapa durhaka kepada suaminya, sudah ditahan suaminya,{13}/ maka Allah taali suruhkan malaikat yang bernama Malik Zabanah hamba (a)gungkan perempuan{14}/ itu ke dalam neraka jahanam.” Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “barangsiapa perempuan{15}/ pula seperti _____ Fatimah sekalipun, jika tiada ia bermohon pada suaminya, puasanya{16}/ itu _____ apa gunakan tiada diterima Allah taali puasanya perempuan itu bermula{17}//
6. Ada seorang perempuan di[ra]tanya pada baginda Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya nabi Allah,{1}/ jika suaminya itu aniaya pada istrinya betapa hukumannya?” Maka ujar Rasulullah{2}/ Sallahualaihi wasalam bersabda, “hai perempuan itu, karena ia bernikah daripada Allah subhanawataala{3}/ akan perempuan itu seg(e)ralah kamu hendak dihalalkan oleh istrinya . Jika tiada mau{4}/ menghalalkan sebeg[ah]una oleh istrinya kepada suaminya, maka Allah taali mereka akan{5}/ perempuan itu sehari-hari ia durhaka pada Allah subhanawataala bermula.
Maka ujar{6}/ Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya anakku Fatimah, barang siapa perempuan dicium{7}/ oleh suaminya dengan manis mukanya dan suka hatinya, suda(h)sanya ia laailahailallahu{8}/ Muhammad Rasulullah seribu kali dengan suka hatinya suaminya, maka sekalian dosanya{9}/ diampunkan Allah taali segala dosanya, seperti daun kayu yang luruh daunnya{10}/ dirapu(h) rintangannya. Demikianlah pahalanya. Ya anakku Fatimah, pahalanya orang dicium{11}/ suaminya dengan suka hatinya
Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “hai{12}/ anakku Fatimah, barang siapa perempuan disuruh suaminya, maka seg(e)ra ia berbangkit{13}/ dengan manisnya mukanya, terlebih besar pahalanya daripada orang orang naik haji{14}/ ke Baitulharam. Lagipun ia dimasukkan ke dalam surga cinta An-Naim.{15}/ Demikianlah pahalanya perempuan yang seg(e)ra berbangkit panggil suaminya.{16}/ Ya anakku Fatimah, barang siapa perempuan menyucurkan air mandi jenabat{17}//
7. Kepada suaminya terlebih pahalanya daripada orang mengali(h)kan[g] kepada Allah seratus{1}/ kali pahalanya senama orang menyembelih kurban bermula. Jika perempuan itu{2}/ mati mengundang, sudah lepas daripada dosanya, maka dinamai oleh [mala]{3}/ malaikat syahid namanya. Perempuan itu orangnya tiada oleh ia berdosa{4}/ sama dengan orang sebela(h) Allah. Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya anakku Fatimah,{5}/ barang siapa perempuan melihat muka suaminya, manisnya mukanya, suka hatinya{6}/ pada sehari-hari, ia seperti bertapa seribu tahun. Demikianlah pahalanya bermalaikat mula.{7}/ Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya anakku Fatimah, barang siapa{8}/ be[r]lajar ilmu kepada suaminya, maka Allah taali kasih kepada perempuan itu yang be[r]lajar{9}/ ilmu suaminya itu, maka dibalikkan Allah subhanawataala dengan surga Jannah Annaim, artinya{10}/ surga yang tujuh pengikat ma(h)ligai daripada emas bertatahkan rotan, menikam nilam{11}/ pualam nisfu ragam be(r)diri menyirakan tempat perempuan itu. Demikiannyalah dilisankan{12}/ Allah taali pahalanya orang be(r)lajar ilmu kepada suaminya.
Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi{13}/ wasalam, “hai kamu segala perempuan, barang siapa bersuaminya tiada g[ah]una di dalam dunia (da){14}/ datang ke akhirat, maha besar dosanya. Hai perempuan yang tiada dika[ha]win, seg(e)ralah kamu (ber)g[ah]una{15}/ karna terlalu amat besar pahalanya kepada Allah taali.”
Maka ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam,{16}/ “ya anakku Fatimah, barangsiapa perempuan dikasih oleh suaminya dan tiada ada lepaskan{17}//
8. tiada dilaksanakan, Allah taali memberi kebaikan lagi baiknya perempuan itu dunia akhirat.
Maka [ujar]{1}/ ujar Rasulullah Sallahualaihi wasalam, “ya anakku Fatimah, bermula barang siapa perempuan berkata-kata{2}/ dengan sopannya dan tertib pada suaminya lagi ia barang kemana perginya, maka ia bermohon kepada{3}/ suaminya kepada hari kiamat, maka diampun Allah sekalian dosanya perempuan itu bermula.{4}/ Perempuan itulah akan isi surga. Ia pun menjadi penghulu bidadari sekalian di dalam surga melihat{5}/ terlalu amat bercahaya-cahaya mukanya cerit[er]a daripada Malik ridoi Allah indah.” Maka ujar Malik ridhoi Allah{6}/ ini, “maka hamba men(d)engar daripada Rasulullah Sallahualaihi wasalam barang siapa lagi-lagi satu barang{7}/ istrinya yang Malik dengan sekalian dan dengan sukanya pahalanya maha besar pada Allah taali{8}/ dan kepada Rasulullah Sallahualaihi wasalam, jika perempuan itu dahulu mati daripada suaminya,{9}/ maha besar pahalanya pada hari kiamat bermula. Jika ia beranak laki-laki setelah sudah mati{10}/ anaknya dahulu daripada ibunya dan bapa(k)nya, terlalu besar pahalanya. Rahman namanya{11}/ pada hari kiamat anaknya itulah mohonkan dahulu sekali dosanya ibu dan bapa(k)nya{12}/ kepada Allah taali.
Maka ujar arti ridho Allah, “ini hamba men(d)engar daripada Rasulullah Sallahualaihi wasalam{13}/ barangnya [pa] perempuan membuangkan anaknya di dalam perut maha besar di sana, maha amat dua{14}/ diperolehnya langit Allah, barang kehendaknya punya tiada diperlakukan Allah taali bermula.{15}/ Barangnya [pa] perempuan membubuh nur[u] satu pada tubuh suaminya, berjalan daripada{16}/ orang baik tipu-tipu bawanya mencium bau nur semata itu. Maka orang sekalian{17}//
9. mengucapkan nabi Sallahualaihi wasalam maka dinika[ra]hkan Allah taali akan perempuan itu{1}/ bercahaya-cahaya moganya terlebih daripada cahaya matahari dan bulan, pun terlebih cahayanya{2}/ pada hari kiamat zaman lamanya dan ia pun menjadi penghulu bidadari sekalian{3}/ di dalam surga bermula. Jika perempuan itu membubuh dirinya terusnya,{4}/ maka ia berjalan pada orang baik. Tiada ia menatapinya pada suaminya{5}/ dan suka hatinya suaminya, maka besar dosanya perempuan itu serasa{6}/ ia berbuat jahat maha besar dosanya pada hari kiamat. [Senantia]{7}/ Senantiasa dimasukkan Allah taali ke dalam neraka jahanam beribu-ribu [ta]{8}/ tahun lamanya bermula. Jika perempuan itu membubuh dirinya{9}/ terusnya setelah sudah memakai bawaan-bawaan itu, maka ia menata doa kepada{10}/ Allah taali. Maka perempuan itu berkata, “ya Allah, ya tuhanku, ya Rabbi,{11}/ ya sole(h), ya sidi(q), ya mulia, berilah apalah barang kehendak suami{12}/ hamba. Maka perempuan itu isinya surga henti Annaim. Maka u{13}/ jar Sallahu’alaihi wasalam, “demikianlah ya anakku Fatimah. Maka{14}/ inilah perempuan yang tiada siksa kubur. Pada perempuan oleh Allah taali{15}/ di dalam kuburnya bercahaya-cahaya.”
Maka ujar Fatimah, “ya ayahanda berapa{16}/ perkara perempuan yang tiada (a)kan siksa kubur.
Maka ujar Rasulullah{17}//
10. Sallahu’alaihi wasalam, “ya anakku Fatimah, adapun yang tanya hal gani{1}/ perempuan yang kena siksa [pu] kubur itu lima perkara [per]{2}/ pertama perempuan tiada mana henti barang kehendak suaminya{3}/ dan tiada menahan kasihannya akan suaminya dan kedua{4}/ perkara perempuan yang mengekalkan isi kehawaannya dengan{5}/ karna Allah taali dan ketiga perkara jika barang kata{6}/ suaminya tiada dahuluinya dan keempat perkara perkara [per]{7}/ perempuan itu yang buat keba(ng)kitan akan suaminya dan{8}/ kelima perkara perempuan itu, jika ia hendak pergi{9}/ berjalan, maka ia bermohon pada suaminya, dan jika{10}/ ada ia berbuat akan kebaikan pada suaminya itu{11}/ tiada ia akan lagi merasa siksa api neraka. Demikian{12}/ lah kemudian diri Allah Subhanawataala memasukkan ke dalam{13}/ surga barang kehendak suaminya diturutnya.”
Demikianlah segala{14}/ perempuan yang buat kebaikan pada suaminya berapa{15}/ yang sudah mati dahulu akhirat seperti Fatimah, anak baginda Rasul Allah{16}/ Sallahualaihi wasalam itulah yang tiada akan siksa api neraka. [pada hari]{17}//
11. pada hari kiamat itulah yang maha besar pahalanya{1}/ kepada Allah taali. Laa ilaha ilallahu{2}/ Muhammad Rasulullah Sallahu’alaihi wasalam{3}//
3.4 Daftar Kata-kata Sukar
1. Arasyi : 1. singgasana atau takhta; 2 surga tertinggi tempat takhta Tuhan.
2. Barang : 1. apa-apa sahaja; 2 sedikit banyak; 3. mudah-mudahan; agar semestinya; sewajarnya; 4. baik; walau.
3. Berbesarkan : membesarkan; melebih-lebihkan.
4. Bercela : mempunyai cela; ada celanya.
5. Berlakukan : melakukan sesuatu.
6. Bertapa : melakukan pertapaan.
7. Bertatahkan : bertatath (diberi atau dihiasi dengan permata, intan).
8. Gani : kaya
9. Genta : 1. loceng kecil-kecil (untuk perhiasan gelang kaki, leher lembu, dll.; 2. loceng besar.
10. Hamba : 1. abdi; budak belian; 2. saya.
11. Kalam : perkataan; kata (terutama bagi Allah)
12. Kebajikan : sesuatu yang mendatangkan kebaikan; perbuatan baik.
13. Kehawaannya : keinginannya.
14. Kursi : 1. Tempat duduk yang berkaki (biasanya berkaki empat), berpenyandar, dan ada kalanya yang mempunyai tempat meletakkan tangan di kanan kirinya; 2 Kedudukan atau jawatan (jabatan) dalam parlimen, kabinet, persidangan, pengurusan, dsb
15. Mahligai : 1. istana; 2. ruang dalam lingkungan istana tempat kediaman raja, permaisuri atau putra putri raja.
16. Membubuh : menaruh (meletakkan) sesuatu pada; memasang (memasukkan) pada.
17. Menikam : 1. menusuk; 2. melukai (hati, perasaan, dsb); menyakiti
18. Menyucurkan : memancurkan; mengalirkan.
19. Nilam pualam : batu permata laut yang sinarnya bercahaya berwarna biru.
20. Nisfu : setengah
21. Nur : cahaya
22. Penghulu : 1. kepala; ketua; 2. kepala adat; 3. kepala urusan agama Islam;
23. Peri : 1. hal; sifat; keadaan; 2 cara mengerjakan sesuatu; cara berbuat; laku.
24. Rabbi : tuhan.
25. Sahaja : memang demikian; sememangnya; sebenarnya.
26. Sebermula : mula-mula; pada mulanya.
27. Sekehendaknya: 1. satu kehendak; 2. semaunya; menurut kemauan sendiri.
28. Sidiq : benar; jujur.
29. Tatkala : ketika (itu); pada masa itu; waktu (itu).
BAB 4
FUNGSI SASTRA, ASPEK AGAMA, DAN PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DALAM HIKAYAT NUR MUHAMMAD
4.1 Kategori Naskah serta Penelitian Terdahulu terhadap Naskah Hikayat Nur Muhammad
Naskah Hikayat Nur Muhammad (HNM) merupakan salah satu naskah klasik yang ditemukan sekitar pertengahan abad ke-18. Naskah HNM terdiri dari tujuh naskah dan semuanya tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari katalog, beberapa naskah HNM ini berasal dari Tanah Gayo, Aceh. Seperti yang kita ketahui Aceh disebut sebagai kota Serambi Mekah, sebab pengaruh Islam di provinsi ini dapat dikatakan sangat kuat.
HNM adalah naskah yang menceritakan mengenai asal mula Nur Muhammad hingga dia menjadi nabi dan diutus oleh Allah untuk berenang mengarungi tujuh lautan dan mengislamkan empat elemen yang ada di lingkungan manusia, yakni air, angin, api, dan tanah. Apabila dilihat dari isi ceritanya, HNM dapat dikategorikan dalam cerita hikayat kenabian, sebab hampir keseluruhan menceritakan nabi Muhammad SAW.
Hikayat kenabian tergolong dalam sastra Islam. Sastra Islam adalah sastra tentang orang Islam dan segala amal solehnya . Naskah ini ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu sehingga dapat disebut sebagai sastra Islam Melayu. Sastra Islam Melayu adalah sastra orang Islam yang ditulis di dalam bahasa Melayu dirantau ini . Sebagaimana telah dijelaskan Liaw Yock Fang dalam bukunya yang berjudul Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik Jilid 1 bahwa menurut R. Roolvink terdapat lima jenis sastra Islam, yakni cerita Alquran, cerita nabi Muhammad, cerita sahabat nabi, cerita pahlawan Islam, dan sastra kitab. Naskah HNM termasuk dalam cerita nabi Muhammad karena menceritakan nabi Muhammad sebagai Rasulullah SAW.
Pada buku Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik Jilid , Liaw Yock Fang mengutip pendapat Ismail Hamid yang menyatakan bahwa HNM juga dikenal sebagai Hikayat Kejadian Muhammad yang merupakan sebuah hikayat yang sangat populer dikalangan orang yang cenderung kepada ilmu tasawuf . Dalam buku itu, Liaw Yock Fang menjelaskan bahwa isi naskah ini beraneka ragam. Dua di antaranya, yaitu ML 378C dan ML 388 F sama isinya dengan sebuah naskah yang dicap dengan batu di Bombay. ML 406B mengandung sisipan tentang Nabi Bercukur, sedangkan ML 96 dan ML 642 (W 75) memasukkan cerita seperti Hikayat Nabi Mengajar Anaknya Fatimah dan cerita Patana Islam di dalamnya. ML 643A (W 76A) dan ML 644 agak menyimpang dari naskah yang dicap dengan batu di Bombay .
Perlu diketahui bahwa naskah HNM ini telah diteliti oleh beberapa ahli, misalnya seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yakni Ismail Hamid dan Liaw Yock Fang. Selain itu Muhammad Fanani telah meneliti semua naskah HNM yang terdapat di Perpustakaan Museum Pusat. Akan tetapi penelitiannya belum diterbitkan . Salah satu pendapatnya mengenai HNM, yakni naskah berkode ML 643A (W 76A) terdapat sebuah hikayat atau naskah yang agak luas isinya.
Seorang peneliti yang telah meneliti HNM adalah Nur Fauzan Ahmad. Menurutnya, HNM adalah sebuah hikayat yang menceritakan tentang Nur Muhammad sebagai awal penciptaan semesta ini . Ide ini didasari oleh ajaran Ibnu Araby, seorang ahli sufi falsafi wachdatul wujud. Ide awal paham Nur Muhammad ini adalah dari seorang tokoh sufi kontroversial Al Challaj bahwa Nur Muhammad merupakan jalan hidayah (petunjuk) dari semua nabi .
Dalam buku Kesusastraan Melayu Tradisional terdapat dua ahli yang membicarakan HNM, yakni Zalila Sharif dan Jamilah Haji Ahmad. Mereka menyatakan bahwa konsep Nur Muhammad telah melahirkan sebuah hikayat Melayu yang khusus membicarakan Nur Muhammad, yakni berjudul Hikayat Nur Muhammad mengatakan bahwa roh nabi Muhammad SAW diciptakan oleh Allah dalam bnetuk cahaya (Al-Nur) dan keistimewaan penciptaan cahaya tersebut melebihi segala kejadian yang lain di dunia ini . Selain itu, mereka juga mengatakan bahwa HNM adalah sebuah cerita yang disampaikan dalam bentuk simbolik. Pembicaraan hanya menggambarkan proses perkembangan Nur Muhammad yang mula-mula diciptakan Allah di alam maya ini .
4.2 Fungsi Sastra dalam Hikayat Nur Muhammad
Karya sastra dalam sejarah penciptaannya tidak akan pernah lepas dalam kehidupan manusia. Horatius mengemukakan istilah dulce et utile dalam tulisannya yang berjudul Ars Poetica . Dulce et utile merupakan penggabungan dari dua sifat, yakni sifat dulce dan sifat utile. Dulce adalah indah dan menghibur, sedangkan utile berguna dan mengajarkan sesuatu . Dengan kata lain, istilah tersebut menjelaskan bahwa sastra memiliki fungsi ganda, yakni menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi pembacanya .
Istilah tersebut berlaku untuk semua jenis karya sastra, terutama karya sastra klasik, seperti naskah. Dalam naskah, sifat dulce biasanya diwujudkan dengan kemerduan permainan bunyi (syair) dan gaya bahasa serta majas yang mampu memikat hati, menyejukkan perasaan, dan menimbulkan rasa keindahan terhadap seseorang yang membacanya. Sifat utile diartikan mengandung pengajaran dan keteladanan, terutama dalam kearifan hidup, hidup bermasyarakat, dan kehidupan beragama .
Fungsi sastra, yakni dulce et utile dapat ditemukan pada naskah Hikayat Nur Muhammad melalui isi ceritanya. Sifat dulce tercermin dalam diksi yang digunakan serta pengulangan kalimat. Diksi yang dipakai dalam HNM ini umumnya adalah simbolik. Dalam simbolik tersebut ditemukan cipta rasa keindahan dalam menuangkan pikiran melalui kata-kata, sehingga kata-kata tersebut memiliki maksud yang tersirat untuk menjelaskan suatu hal. Contoh simbolik dalam naskah ini, yakni seperti kutipan di bawah ini:
“ya anakku Fatimah, barang siapa{8}/ be[r]lajar ilmu kepada suaminya, maka Allah taali kasih kepada perempuan itu yang be[r]lajar{9}/ ilmu suaminya itu, maka dibalikkan Allah subhanawataala dengan surga Jannah Annaim, artinya{10}/ surga yang tujuh pengikat ma(h)ligai daripada emas bertatahkan rotan, menikam nilam{11}/ pualam nisfu ragam be(r)diri menyirakan tempat perempuan itu... (HNM, hlm.7)
Pada kutipan tersebut, penggunaan simbolik yakni surga yang tujuh pengikat ma(h)ligai daripada emas bertatahkan rotan, menikam nilam{11}/ pualam merupakan pendeskripsian mengenai Surga Jannah Annaim. Secara tersirat, surga tersebut digambarkan sebagai suatu tempat yang sangat indah. Hal ini ditandai dengan adanya metafora yang menunjukkan keindahan simbolik tersebut. Metafora ini ditunjukkan dengan kata emas bertatahkan rotan.
Selain itu dalam naskah ini Muhammad SAW digambarkan sebagai nur atau cahaya yang indah yang menunjukan kemuliaanya sebagai hamba Allah. Hal ini dapat diketahui melalui kutipan di bawah ini:
Maka kata angin, “hai{13}/ yang amat bercahaya–cahaya percayalah aku dengan engkau... (HNM, hlm. 3)
Kata yang amat bercahaya-cahaya menunjukkan bahwa Muhammad SAW sangat suci dan sangat mulia kedudukannya serta memiliki keindahan yang tidak terkira dibandingkan dengan ciptaan Allah. Adanya simbolik tersebut dapat berdampak kepada penafsiran dan imajinasi pembaca, yakni dalam menggambarkan sosok Muhammad Rasulullah. Di samping itu, metafora pun terdapat pada salah satu bagian cerita ini, khususnya ditunjukkan dalam dialog. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan di bawah ini:
... Maka angin itu gembiranya berbesar-besar dirinya. (HNM, hlm. 3)
...
Kata Nur Muhammad, “hai angin,{6/ mengapa engkau besarkan dirimu itu?” (HNM, hlm. 3)
Kata berbesar-besar hatinya dan besarkan dirimu merupakan metafora, karena makna yang diungkapkan adalah makna konotasi. Maksud dari kata tersebut tergantung pada konteks kalimatnya. Misalnya pada kata berbesar-besar hatinya maksudnya adalah merasa sangat senang, sedangkan kata besarkan dirimu maksudnya adalah sombong atau merasa dirinya lebih baik dari segalanya.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, sifat utile memberikan suatu pengajaran dan kearifan dalam hidup. Dalam naskah ini, sifat tersebut terlihat jelas ketika nabi Muhammad mengajarkan Fatimah mengenai apa saja yang dilakukan perempuan sebagai seorang istri. Hal ini dapat diketahui melalui beberapa contoh kutipan di bawah ini:
“hai{12}/ anakku Fatimah, barang siapa perempuan disuruh suaminya, maka seg(e)ra ia berbangkit{13}/ dengan manisnya mukanya, terlebih besar pahalanya daripada orang orang naik haji{14}/ ke Baitulharam. Lagipun ia dimasukkan ke dalam surga cinta An-Naim... (HNM, hlm. 7)
...
“ya anakku Fatimah, bermula barang siapa perempuan berkata-kata{2}/ dengan sopannya dan tertib pada suaminya lagi ia barang kemana perginya, maka ia bermohon kepada{3}/ suaminya kepada hari kiamat, maka diampun Allah sekalian dosanya perempuan itu bermula.{4}/ Perempuan itulah akan isi surga. (HNM, hlm. 8)
...
Demikianlah segala{14}/ perempuan yang buat kebaikan pada suaminya berapa{15}/ yang sudah mati dahulu akhirat seperti Fatimah anak baginda Rasul Allah{16}/ Sallahualaihi wasalam itulah yang tiada akan siksa api neraka. [pada hari]{17}// (HNM, hlm. 10).
Pada ketiga kutipan di atas Muhamaad SAW mengajarkan kepada Fatimah agar selalu berkelakuan baik kepada suaminya agar diampuni dosanya oleh Allah, dijauhkan dari siksa api neraka, dan dimasukkan ke dalam surga. Ajaran ini berlaku bagi perempuan yang akan memberikan kebaikan dunia dan akhirat. Melalui ajaran tersebut, kita dapat mengetahui bagaimana cara istri memperlakukan suaminya dengan baik, karena perlakuan tersebut merupakan ibadah yang akan mendapatkan pahala yang besar.
4.3 Aspek-aspek Agama yang Terkandung dalam Hikayat Nur Muhammad
Dalam naskah Hikayat Nur Muhammad ini terdapat ajaran tasawuf dan akidah, sebab naskah ini merupakan naskah keagamaan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa konsep ide mengenai Nur Muhammad ini awalnya didasari oleh ajaran seorang ahli sufi bernama Ibnu Araby (638 H/ 240 M) . Dia menjelaskan bahwa Nur Muhammad merupakan asal-usul kejadian semua makhluk hidup dan sumber yang terpancar daripada ilmu para nabi dan wali . Lalu ide ini ditegaskan oleh Abdul Karim Al-Jili(832H) yang menghubungkan konsep manusia yang sempurna. Ide ini akhirnya masuk dan meluas di kalangan sufi Melayu sejalan dengan masuknya agama Islam ke nusantara .
Para sufi tersebut akhirnya menyebarkan ajaran-ajaran tasawuf melalui konsep kenabian, yakni Muhammad SAW. Ajaran-ajaran tersebut dapat disebarkan melalui karya sastra, misalnya naskah, seperti Hikayat Nur Muhammad. Ajaran tasawuf yang ada dalam naskah tersebut merupakan pengetahuan sekaligus membuka kesadaran terhadap keyakinan kita terhadap Allah Swt. Dengan memahami ajaran tersebut, akan membuat kita senantiasa bertawakal kepada Allah Swt sebagai penguasa alam semesta. Dalam ajaran tasawuf ini ditemukan amanat serta pemahaman mengenai sifat-sifat orang yang saleh (beriman).
Salah satu bentuk ajaran tasawuf dalam naskah ini tercermin pada kutipan di bawah ini:
... Sabda nabi Sallahu’alaihi wasalam, “pertama dijadikan Allah taali cahayaku, maka cahaya{10}/ itupun sujudlah, dengan firman Allah taali menyuruhkan sujud itu. Demikian {11}/ firman Allah taali, “hai cahaya Nur Muhammad sujudlah engkau dengan firmanku lima puluh {12}/ tahun.”... (HNM, hlm. 1).
...
Maka firman Allah taali, “hai kekasihku Nur Muhammad, bangkitlah engkau dengan{14}/ firmanku. (ibid)
...
Maka kemudian daripada itu cahayaku{1}/ itu, maka dijadikan Allah taali seekor burung maha indah-indah rupanya. (HNM, hlm.2)
...
Kata Nur Muhammad, “engkau seorang{15}/ hamba Allah. Aku seorang hamba Allah yang hamba-Nya.(HNM, hlm. 4)
...
“ya anakku Fatimah, barang siapa{8}/ be[r]lajar ilmu kepada suaminya, maka Allah taali kasih kepada perempuan itu yang be[r]lajar{9}/ ilmu suaminya itu, maka dibalikkan Allah subhanawataala dengan surga Jannah Annaim...(HNM, hlm. 7).
Pada kelima kutipan di atas, telah menunjukkan bahwa Allah Swt adalah Maha Penguasa alam semesta. Hanya Dia-lah yang mampu menciptakan makluk yang dikehendaki-Nya. Pada kutipan di atas, Allah Swt telah menciptakan Nur Muhammad dan seekor burung yang indah. Kedua makhluk tersebut adalah tanda kekuasaan-Nya. Setelah melihat penciptaan tersebut terdapat sebuah amanat bahwa kita sebagai makhluk ciptaan Allah tidak sepantasnya berlaku sombong, karena kekuasaan hanya milik Allah yang Esa dan semua makhluk yang diciptakan-Nya adalah hamba Allah yang wajib beriman dan beribadah hanya kepada-Nya.
Pada kutipan terakhir ditunjukkan mengenai bagaimana sikap seorang muslim yang beriman, yakni ditunjukan melalui ajaran nabi terhadap Fatimah mengenai perempuan. Dalam kutipan tersebut terlihat bahwa Allah menjanjikan makhluk-Nya terutama seorang istri yang solehah, yang selalu berbuat baik kepada suaminya akan dimasukkan surga. Dengan kata lain, hanya Allah yang menentukan tempat yang pantas kita dapatkan ketika di akhirat nanti.
Dalam naskah ini juga dijelaskan mengenai akidah, yakni bahwa Allah memerintahkan kepada Nur Muhammad dan umat-Nya agar beriman kepadanya dan menjalani lima rukun Islam. Selain itu dalam naskah ini Allah memerintahkan agar semua makhluk ciptaan-nya beriman hanya kepadanya. Agama yang diakui sebagai agama yang mulia di sisi Allah adalah Islam. Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada Nur Muhammad untuk mengislamkan empat elemen ciptaan-Nya, yakni air, angin, api, dan tanah yang ditandai dengan mengucapkan kalimat syahadat. Dengan kata lain, mengucapkan kalimat syahadat telah menunjukkan bahwa makhluk Allah beragama Islam.
4.4 Pengaruh Kebudayaan Islam
Kebudayaan Islam telah masuk ke nusantara sejak berabad-abad yang lalu. Adanya kebudayaan Islam ini dipicu dari penyebaran Islam ke nusantara oleh para ulama. Kebudayaan Islam tersebut dapat dilihat melalui hasil-hasil karya sastra yang diciptakan oleh para pengarang Islam. Hasil-hasil karya tersebut biasanya berbentuk naratif mengenai kisah para nabi dan tokoh-tokoh Islam .
Seiring majunya ilmu pengetahuan, pengaruh kebudayaan Islam semakin kuat dalam kesusastraan Melayu, yakni munculnya naskah-naskah keagamaan sebagai salah satu bentuk karya sastra. Dalam karya sastra Islam Melayu ini terdapat beberapa ciri yang cukup menonjol, seperti terdapatnya mitos mengenai nabi-nabi serta tokoh-tokoh Islam, ciri kekitaban, serta munculnya pemikiran-pemikiran Islam.
Pada naskah Hikayat Nur Muhammad, terdapat mitos mengenai awal mula penciptaan Nur Muhammad hingga penciptaan seekor burung yang indah oleh Allah Swt. Dalam naskah ini juga diceritakan mengenai mitos nabi Muhammad yang berenang mengarungi tujuh lautan. Mitos ini umumnya dianggap sebagai peristiwa sejarah Islam yang digambarkan melalui tokohnya, yakni nabi.
Selain itu dalam naskah HNM ini diperoleh ciri kekitaban, yakni ditunjukkan melalui penceritaan nabi Muhammad dalam bentuk naratif yang secara keseluruhan hanya menceritakan mengenai agama. Penceritaan mengenai agama Islam ini didukung dengan adanya ajaran tasawuf serta akidah yang terdapat pada naskah ini. Di samping itu dalam naskah ini juga diceritakan mengenai ajaran nabi Muhammad kepada Fatimah yang menerangkan mengenai apa yang harus dilakukan seorang istri kepada suaminya sebagai bentuk tanggung jawabnya. Dengan kata lain, ajaran tersebut menjelaskan mengenai tata cara berumah tangga yang akan dilakukan oleh perempuan sebagai seorang istri.
Pada ajaran-ajaran yang ditemukan dalam naskah ini, baik tasawuf, akidah, maupun rumah tangga lebih banyak menyentuh persoalan agama. Misalnya saja dapat dilihat melalui kutipan di bawah ini:
“Ya anakku Fatimah, barang siapa perempuan mencuri (h)arta. [sua]{9}/ suaminya, suatu ... jua pun besarnya olehnya berbuat jahat pada{10}/ suaminya tiada diperolehnya kebajikan dunia dan akhirat senantiasa dimasukkan Allah{11}/ taali kepada neraka selama-lamanya. (HNM, hlm. 5)
...
“ya anakku Fatimah, barang siapa perempuan dicium{7}/ oleh suaminya dengan manis mukanya dan suka hatinya, suda(h)sanya ia laailahailallahu{8}/ Muhammad Rasulullah seribu kali dengan suka hatinya suaminya, maka sekalian dosanya{9}/ diampunkan Allah taali segala dosanya... (HNM, hlm. 6).
...
... jika{10}/ ada ia berbuat akan kebaikan pada suaminya itu{11}/ tiada ia akan lagi merasa siksa api neraka. (HNM, hlm. 10).
Pada kutipan di atas terlihat jelas bahwa seorang istri yang berbakti kepada suaminya akan diampunkan dosanya oleh Allah, terbebas dari api neraka serta dimasukkan ke dalam surga. Persoalan agama yang terjadi adalah dampak dari perbuatan seorang istri kepada suaminya, yakni apabila seorang istri berbuat jahat, dia akan dimasukkan ke dalam neraka, sedangkan seorang istri yang berbuat baik terhadap suaminya akan dimasukkan oleh Allah ke dalam surga. Hal ini selalu diajarkan dalam agama, khususnya Islam.
Selain itu pengaruh kebudayaan Islam juga ditandai dengan beberapa kosakata Arab, seperti taali, astagfirullahaladhzim, kalimat syahadat, serta doa yang digunakan. Doa tersebut terdapat pada awal naskah dan dimulai dengan Basmallah. Adanya doa dan kosakata Arab menandakan bahwa pengaruh Islam ditandai dengan masuknya bahasa Arab di nusantara ini, terutama dalam naskah.
4.5 Tanggapan Penulis
Menurut penulis, naskah ini cukup besar peranannya untuk mengetahui asal mula penciptaan Nur Muhammad, mitos-mitos apa saja yang terdapat di dalamnya, serta ajaran Rasulullah mengenai perempuan khususnya dalam hal berumah tangga. Perlu diketahui bahwa naskah ini tergolong naskah keagamaan yang tentunya tidak terlepas dari ajaran tasawuf dan juga akidah. Penceritan mengenai nabi Muhammad sebagai Rasulullah menjadi tokoh sentral dalam naskah ini.
Dengan memahami naskah ini, ternyata cukup banyak pengetahuan agama yang kita peroleh, seperti mengetahui kekuasaan Allah serta penempatan kehidupan kita di akhirat yang ditentukan oleh perilaku kita di dunia. Melalui naskah ini membuat kita semakin meyakini Allah Swt sebagai tuhan kita yang Maha Kuasa dan Maha Sempurna. Oleh karena itu, naskah ini sangat bermanfaat bagi kita.
BAB 5
KESIMPULAN
Hikayat Nur Muhammad termasuk naskah keagaaman yang tergolong dalam hikayat kenabian. Naskah ini menceritakan asal mula penciptaan Nur Muhammad, perintah Allah agar Nur Muhammad mengislamkan makhluk ciptaan-Nya dan berenang mengarungi tujuh lautan, serta ajaran nabi Muhammad kepada anaknya, Fatimah mengenai perempuan, khususnya seorang istri ketika berumah tangga.
Naskah ini memiliki fungsi ganda, yakni menghibur dan memberikan pengajaran. Kedua fungsi ini dapat dilihat langsung pada kutipan-kutipan naskah yang telah dijelaskan pada bab analisis.
Naskah ini tidak terlepas dari aspek-aspek agama Islam serta pengaruh kebudayaan Islam. Aspek-aspek Islam mecakup ajaran tasawuf dan akidah. Di samping itu pengaruh agama Islam dalam naskah ini sangat kuat. Hal ini ditandai dengan adanya ciri-ciri yang menonjol dalam karya sastra Islam dan juga munculnya kosakata Arab dalam naskah ini.
Berdasarkan transliterasi dan analisis diperoleh pemahaman mengenai konsep Nur Muhammad dalam naskah ini. Dengan kata lain, naskah ini sangat bermanfaat bagi kita sebagai bentuk pembelajaran kita untuk memnambah pengetahuan mengenai Islam.
Pada pembahasan dalam naskah ini, penulis berkesimpulan bahwa tujuan penyalin menyalin naskah ini adalah untuk memberitahukan kepada kita bagaimana penciptaan Nur Muhammad tersebut hingga dia menyebarkan agama Islam terhadap ciptaan Allah serta pengajaran mengenai rumah tangga. Selain itu, melalui naskah ini ada kemungkinan penyalin memiliki misi untuk menyebarkan agama Islam dengan memasukkan mitos-mitos mengenai nabi Muhammad.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.3. Jakarta: Balai Pustaka.
Behrend, T. E., Titik Pudjiastuti. 1998. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Budianta, Melanie., dkk. 2006. Membaca Sastra. Jakarta: Indonesiatera.
Howard, Joseph H. 1966. Malay Manuscripts: a Bibliographical Guide. Kuala Lumpur: University of Malaya Library.
Hikayat Nur Muhammad. ML 96. Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Hikayat Nur Muhammad. W 75. Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Iskandar, Teuku. 1970. Kamus Dewan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Liaw Yock Fang. 1991. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Lubis, Nabilah. 1996. Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Forum Kajian Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah.
Sharif, Zalila, dan Jamilah Haji Ahmad. 1993. Kesusasteraan Melayu Tradisional. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia.
Sudjiman, Panuti. 1995. Filologi Melayu. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Sutaarga, Amir, dkk. 1972. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen P dan K.
Tim Penyusun Kamus. 2003. Kamus Bahasa Melayu Nusantara. Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Kebudayaan Brunei Darussalam.
http://staff.undip.ac.id/sastra/fauzan/2009/07/page/2/ (diunduh 24 Mei 2010).
Langganan:
Komentar (Atom)
